KTT IAF & HLF MSP
Perwakilan dari 10 Negara Afrika Diajak Belajar Budidaya Ikan Nila dan Lele di Desa Sulahan Bangli
Peserta pelatihan sebanyak 20 orang perwakilan dari 10 negara Afrika yaitu Angola, Burundi, Ethiopia, Libya, Madagascar hingga Malawi
Penulis: Zaenal Nur Arifin | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Indonesia terus mengoptimalkan perannya melalui Kerja Sama Selatan-Selatan (South - South Cooperation).
SSC termasuk berbagai inisiatif yang selaras dengan kerangka kerja sama SSC di semua negara-negara berkembang.
Inisiatif tersebut termasuk kerja sama pengembangan penyelesaian ketahanan iklim pada perikanan darat dan akuakultur termasuk pertukaran ilmu pengetahuan, pengembangan kapasitas, pelatihan, penerapan praktek yang tepat, inovasi, teknologi, serta peningkatan sumber daya.
Sehubungan dengan itu, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan – Kementerian Kelautan dan Perikanan mengusulkan kepada Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional (LDKPI) untuk memberikan pelatihan perikanan bagi negara-negara bagian Afrika.
Baca juga: Pertemuan Bilateral Disela IAF di Bali, Jokowi dan Presiden Zanzibar Bahas Kerja Sama Ekonomi
Kegiatan pelatihan pembangunan kapasitas yang diusulkan dengan mempertimbangkan kebutuhan dari sejumlah negara Afrika untuk peningkatan kapasitas di bidang budidaya dan pengolahan mendukung penguatan ketahanan pangan, disamping untuk mengembangkan peluang Indonesia dalam mempromosikan tenaga ahli, teknologi maupun investasi perikanan di kawasan Afrika.
International Training on Fisheries for African Countries atau Pelatihan Internasional Bidang Perikanan Untuk Negara-Negara di Wilayah Afrika Tahun 2024 dilaksanakan selama 7 hari dari tanggal 8-14 September 2024 mendatang di Bali.
Pembukaan pelatihan ditandai dengan pemukulan gong oleh Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPPSDM KP), I Nyoman Radiarta mewakili Menteri KKP.
Turut mendampingi Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra mewakili Pj. Gubernur Bali, Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Siti Nugraha Mauludiah, dan perwakilan Kedutaan Besar Afrika untuk Indonesia.
Usai pemukulan gong dilanjutkan dengan penyematan tanda peserta kepada tiga orang perwakilan yang menjadi peserta.
Pelatihan menerapkan dengan skema in-class training, kunjungan ke kelompok pembudidaya dan pengolah/pemasar ikan, kegiatan sosio kultural untuk mempromosikan dan mengenalkan budaya Indonesia (khususnya Bali), dan presentasi rencana tindak lanjut Action Plan peserta di negara masing-masing setelah mengikuti pelatihan.
Peserta pelatihan sebanyak 20 orang perwakilan dari 10 negara Afrika yaitu Angola, Burundi, Ethiopia, Libya, Madagascar, Malawi, Mozambique, Namibia, Nigeria, dan Tanzania.
“20 peserta dari 10 negara-negara Afrika akan mengikuti pelatihan khususnya untuk pelatihan budidaya ikan nila dan ikan lele. Tidak hanya mereka melakukan pelatihan di dalam kelas namun ada kunjungan lapangan,” ujar Nyoman Radiarta, Senin 9 September 2024, usai seremonial pembukaan.
Ia menambahkan ada tiga lokasi kunjungan lapangan nanti yang akan dikunjungi oleh para peserta, pertama di kelompok pembudidaya ikan nila dan lele di Desa Sulahan, Bangli.
Di sana juga peserta akan diajak untuk melihat bagaimana menyiapkan induk-induk ikan nila dan benih ikan lele.
“Yang terakhir yaitu terkait pengolahan pakan berbasis nugget. Kita memberikan penjelasan kepada peserta dari hulu sampai hilir,” imbuhnya.
Ini merupakan bentuk kerja sama selatan-selatan yang sudah berlangsung sejak tahun 2009 lalu hingga 2024 ini sempat terhenti karena Covid-19.
Banyak sekali aspek-aspek pelatihan terkait kelautan dan perikanan yang kita lakukan, mulai dari budidaya, penangkapan, pengolahan produk sampai penguatan kapasitas SDM itu sendiri.
Disinggung kenapa pelatihan lebih fokus kepada ikan nila dan lele?
Nyoman Radiarta menyampaikan bahwa itu permintaan dari para peserta.
“Kita memberikan opsi kepada pada peserta ingin belajar apa dan akhirnya muncul bahwa mereka ingin belajar nila dan lele sehingga kita memfasilitasinya. Materinya ini bukan dari Pemerintah Indonesia tapi request dari Pemerintah Afrika sendiri,” ungkapnya.
Ia menyampaikan sejumlah manfaat didapatkan dari Indonesia dengan mengadakan kegiatan pelatihan ini, di antaranya pertama mempromosikan best practice Indonesia dalam pengelolaan perikanan budidaya dan pengolahan ikan nila dan lele dengan prinsip blue economy.
Kedua, pemanfaatan resource center Indonesia secara berkelanjutan meningkatkan profiling sebagai center of excellent di bidang perikanan.
“Dari kegiatan ini juga turut membuka peluang untuk ekspor produk perikanan seperti hasil pengolahan produk perikanan, alat-alat perikanan, pakan ikan mandiri, serta termasuk peluang mempromosikan tenaga ahli perikanan pesisir, teknologi maupun investasi Indonesia di kawasan negara Afrika,” ucapnya.
Selain itu dapat memberikan dampak ekonomi positif terhadap UMKM nasional yang berada di sekitar lokasi maupun terkait dengan rangkaian kegiatan pelatihan, antara lain pariwisata, perhotelan, transportasi, restoran, dan penyedia logistik perkantoran.
Manfaat kelima meningkatnya profil Pemerintah RI di kalangan negara-negara Afrika dalam hal kerja sama pembangunan internasional dengan negara-negara Afrika
Dan terakhir mendukung penguatan jejaring dengan regulator/administrator senior dan pelaku sektor perikanan di negara-negara bagian Afrika yang pada gilirannya dapat membuka peluang untuk menjalin kerja sama lebih erat di sektor perikanan.
Termasuk perluasan pasar ekspor produk perikanan Indonesia ke Negara-negara bagian Afrika, peluang ekspor alat-alat perikanan dan kelautan Indonesia, dan peluang outward investment di sektor perikanan di negara-negara bagian Afrika bagi pelaku usaha Indonesia untuk memenuhi pasar di negara bagian Afrika (market creation).
Kumpulan Artikel Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.