Berita Bali

Terkait Izin Pembangunan di Bali Akan Diambil Alih Pusat, Pengamat Minta Dipikir Ulang

Selain melakukan moratorium atau penundaan pembangunan hotel, villa, diskotik dan juga beach club, izin pembangunan akomodasi pariwisata

Istimewa
Wisatawan saat berlibur di Bali - Terkait Izin Pembangunan di Bali Akan Diambil Alih Pusat, Pengamat Minta Dipikir Ulang 

Terkait Izin Pembangunan di Bali Akan Diambil Alih Pusat, Pengamat Minta Dipikir Ulang

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR — Selain melakukan moratorium atau penundaan pembangunan hotel, villa, diskotik dan juga beach club, izin pembangunan akomodasi pariwisata juga akan diambil alih pusat.

Hal tersebut dilakukan sebab alih fungsi lahan pertanian makin sering terjadi di Pulau Dewata. 

Menanggapi hal tersebut, Guru Besar Universitas Warmadewa (Unwar), Prof. Dr. Drs. Anak Agung Gede Oka Wisnumurti, M.Si., menegaskan bahwa memang sudah seharusnya Bali melakukan re-evaluasi terhadap pembangunan dan pengembangan pariwisata. 

Baca juga: RENCANA Moratorium Pembangunan Destinasi Wisata di Bali, Parwata Itu Rampas Hak Perdata Masyarakat!

“Hal ini penting dilakukan mengingat pariwisata Bali adalah pariwisata berbasis budaya. Bagaimana aspek pengembangan pariwisata berbasis budaya ini yang harus menjadi nilai substantif dalam konteks pelaksanaan pembangunan kepariwisataan Bali,” jelasnya pada, Selasa 10 September 2024. 

Lebih lanjut, Prof. Wisnu mengatakan jangan sampai dalam upaya memenuhi daya dukung infrastruktur dan fasilitas pariwisata bertentangan dengan aspek budaya.

Menurutnya, upaya-upaya untuk melakukan pengaturan kembali, apakah itu bentuknya moratorium termasuk proses perizinan, termasuk bagaimana pemanfaatan alam dam lingkungan Bali. 

Baca juga: Wacana Moratorium Bali Selatan Dikhawatirkan PHRI Hanya Retorika Politik 

“Saya pikir ini sangat mendesak harus dilakukan. Karena kalau tidak, nanti Bali akan mengalami overload, utamanya berkaitan dengan fasilitas pariwisata yang tidak sesuai dengan nilai dan budaya masyarakat Bali," imbuhnya. 

Terkait perizinan pembangunan akomodasi pariwisata yang akan diambil alih oleh pemerintah pusat, Prof. Wisnumurti menyarankan agar hal ini mesti dipikirkan ulang.

Mengingat, Bali adalah pariwisata budaya yang basisnya ada pada masyarakat dan komunitas masyarakat lokal.

Baca juga: Putu Parwata Tanggapi Moratorium Pembangunan Destinasi Wisata di Bali: Merampas Hak Masyarakat

Maka, keterlibatan masyarakat lokal dalam proses pemanfaatan alam lingkungan dan budaya di “wewengkon” daerah itu menjadi sangat penting dan strategis.

Justru, apabila izin-izin yang berkaitan dengan pembangunan dan pengembangan pariwisata ditangani oleh pusat, akan sangat mengkhawatirkan keberadaan masyarakat lokal.

Apalagi, Bali culture life-nya sangat kuat.

“Dan untuk Bali, saya pikir izin-izin yang dimaksud itu harus melibatkan masyarakat lokal, karena anggaplah misalnya penginapan dan tempat-tempat wisatawan menikmati alam dan lingkungan Bali itu ada di desa, justru masyarakat lokal yang bisa memanfaatkan dan menikmati hasilnya, apalagi misalnya masyarakat lokal bisa menyiapkan tempat penginapan untuk mereka,” bebernya.

Apabila hal itu tidak dilakukan dan sepenuhnya diputuskan oleh Pemerintah Pusat, dikhawatirkan masyarakat lokal akan menjadi penonton dalam hiruk-pikuknya aktivitas kepariwisataan di Bali.

Bahkan, ke depannya akan muncul tempat-tempat atau penngembangan sarana prasarana pariwisata yang tercerabut dari akar budaya Bali.

Seperti, beach club yang tidak melibatkan masyarakat lokal di sekitarnya untuk ikut bersama-sama menikmati dan mengelolanya.

"Ini yang menurut saya perlu dipikirkan kembali. Tapi saya sepakat untuk melakukan penataan kembali melakukan re-evaluasi terhadap semua proses itu, termasuk yang paling penting sesungguhnya adalah bagaimana keberadaan dan kehadiran wisatawan itu yang harus di seleksi sedemikian rupa,” tegasnya

Prof. Wisnumurti mengakui bahwa pasca pandemi Covid-19 wisatawan yang datang ke Bali tidak diseleksi dengan ketat.

Sehingga, wisatawan yang tidak berkualitas dengan mudahnya masuk ke Bali.

Bahkan, beberapa di antara mereka mencari pekerjaan di Bali dengan menggunakan visa liburan.

Untuk itu, harus segera dilakukan seleksi terhadap wisatawan yang masuk ke Bali.

“Jika tidak dilakukan seleksi maka yang akan hadir ke Bali tidak saja wisatwan berkelas, tetapi wisatawan yang kemungkinan di negara asalnya mengalami kesulitan ekonomi, pengangguran, kemudian mereka memilih Bali yang dikenal murah, mudah untuk mereka berwisata dan bahkan mereka melakukan aktivitas ekonomi yang melanggar visa mereka."

"Menurut saya, yang perlu diatur sebenarnya adalah kehadiran wisatawan itu yang memang harus diseleksi sedemikian rupa sebagaimana kita berwisata ke negara lain,” tutupnya. (*)

 

Berita lainnya di Moratorium

 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved