Wakil Menteri Berdarah Bali
Sosok Nenek Ratu Ayu Isyana, Dekat Dengan Gus Dur, Fotonya Pernah Jadi Prangko PT Pos Indonesia
Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka berasal dari keluarga yang memiliki pengaruh di bidang pemerintahan pada zaman kakek neneknya.
Penulis: Ida Ayu Made Sadnyari | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Setelah pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, nama-nama yang mengisi Kabinet Prabowo-Gibran pun diumumkan ke publik di Jakarta, Minggu 20 Oktober 2024
Dalam 109 nama yang diumumkan, ada dua nama yang berdarah Bali.
Satu di antaranya adalah Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka yang diangkat menjadi Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Wakil Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
Setelah resmi diumumkan nama Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka ramai dibicarakan publik.
Baca juga: Setelah Dilantik jadi Wamenpar, Ni Luh Puspa akan Maturan di Buleleng Bali
Postingan yang pernah ia bagikan lewat Facebook pribadinya di tahun 2021 pun kembali ramai.
Pada postinganya tersebut, ia memajang foto neneknya yang disebutkan Gedong Bagoes Oka atau nama aslinya Ni Wayan Gedong.
Disebutkan, saat itu merupakan tepat 100 tahun kelahiran neneknya, ibu dari ayahnya.
Ia menceritakan tentang nenek atau ninik (dalam sebutan orang Bali), sebagai 4 gadis Bali pertama yang "mengarungi lautan Jawa" untuk melanjutkan sekolah setamat HIS ke Mulo di Yogyakarta.
‘Di sana Ninik menghabiskan 8 tahun masa remajanya di keluarga Bapak Angkatnya, seorang profesor Teologia di Yogyakarta.
Ninik kemudian melanjutkan sekolah dan menjadi guru, dan selanjutnya menjadi Kepala Sekolah di SMA Negeri Singaraja, Bali.
Ninik menikah dengan Tukak (Kakek) saya, I Goesti Bagoes Oka.
Almarhum Tukak adalah Residen Diperbantukan atau Pejabat Gubernur Provinsi Sunda Kecil yang meliputi Bali, NTB dan NTT dari tahun 1950-1953.
Sekitar tahun 1964, Ninik menjadi dosen Bahasa Inggris di Universitas Udayana.
Tahun 1967, Ninik sebagai Ketua Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI) di Bali, diangkat menjadi salah satu anggota DPR Gotong Royong.
Namun Ninik bersama 3 orang perempuan lainnya, mengundurkan diri sekitar tahun 1972, karena merasa tidak cocok dengan Presiden Suharto.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.