Berita Bali

MTI Beberkan 4 Indikator Kapasitas Airport Penuh, Pj Gubernur: Bandara Bali Utara Pasti Jadi!

Ridartha menjelaskan empat indikator yang dapat digunakan untuk menentukan bandara telah mencapai kapasitas penuh. 

Tribun Bali/Ni Luh Putu Wahyuni Sari
BANDARA - Pj Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya memberi keterangan kepada awak media terkait Bandara Bali Utara, Senin 11 November 2024 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Penjabat (Pj) Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya mengaku sangat menantikan pembangunan Bandara Bali Utara. Ia menegaskan, cepat atau lambar proyek ini pasti jadi.

“Saya berharap jadi pasti jadi (Bandara Bali Utara). Itu kan diperlukan, jadi kebijakan pusat tinggal dimana pasnya. Kan tidak harus sekarang,” ujar Mahendra setelah Rapat Paripurna di DPRD Provinsi Bali, Senin 11 November 2024.

Mahendra mengatakan, diperlukan kajian terkait pembangunan Bandara Bali Utara dan Pemerintah Pusat pun sudah melakukan kajian tersebut. 

“Perlu kajian dulu itu studinya pusat yang melakukan,” jelasnya.

Baca juga: Pj. Gubernur Bali Pimpin Rapat Membahas Kasus Atraksi Peluncuran Kembang Api oleh Finns Beach Club

Dalam kunjungan mendukung pasangan I Made Muliawan Arya alias De gadjah dan Putu Agus Suradnyana (Mulia-PAS) menang di Pilgub Bali, Presiden Prabowo Subianto berjanji akan merealisasikan pembangunan Bandara Bali Utara.

“Terkait Bandara Bali Utara, saya sudah sampaikan, bahwa saya berkomitmen, saya ingin membangun North Bali International Airport,” kata Prabowo yang disambut tepuk tangan para pendukungnya.

Selain itu, ia juga akan menjadikan Bali sebagai The New Singapore atau The New Hongkong. 

“Kita harus berani berpikir yang besar. Berpikir yang orang lain tidak mungkin, kita buktikan menjadi mungkin. Indonesia harus makmur, harus adil,” paparnya.

Sementara itu, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Wilayah Bali, I Made Rai Ridartha membela Prabowo terkait pernyataan akan menjadikan Bali seperti Singapura Baru dan Hongkong Baru. 

Pernyataan Prabowo berbuntut gejolak di masyarakat. Banyak yang tak setuju.

Ridartha mengatakan, ide tersebut bukan berarti Bali akan dibuat menyerupai Singapura atau Hongkong, melainkan sistem operasional bandara yang rapi dan efisien seperti di bandara-bandara di dua negara tersebut.

"Dua hal yang perlu diperhatikan dalam pernyataan itu adalah pertama pembangunan Bandara Bali Utara dan kedua adalah New Singapura. Tentu kami bisa melihat secara kasat mata apakah Bali memang membutuhkan bandara baru selain Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai di Selatan?," katanya.

"Bukan berarti Bali akan seperti Singapura atau Hongkong, tetapi diupayakan agar sistem layanan dan operasional bandara kita bisa mengikuti tata kelola di Singapura atau Hongkong, yang begitu rapi pengaturannya," sambung dia.

Ridartha menjelaskan empat indikator yang dapat digunakan untuk menentukan bandara telah mencapai kapasitas penuh. 

Indikator pertama adalah waktu tunggu di dalam pesawat untuk take off yang menunjukkan kepadatan lalu lintas penerbangan.

"Jika kita sudah boarding dan menunggu waktu take off cukup lama, itu berarti ada antrian pesawat yang akan memasuki runaway," jelasnya.

Indikator kedua situasi di dalam terminal. Jika terlihat ramai dan banyak penumpang yang kesulitan mendapatkan tempat duduk, hal ini juga menunjukkan tingginya kepadatan. 

"Di dalam terminal terlihat ramai dan sibuk bahkan banyak calon penumpang yang mungkin tidak dapat tempat duduk," tambahnya.

Indikator ketiga lalu lintas di luar terminal, termasuk kepadatan di area parkir. 

Sedangkan indikator keempat adalah situasi lalu lintas di sekitar bandara. 

Jika terdapat kemacetan yang signifikan di luar bandara, hal ini menunjukkan tingginya mobilitas menuju dan dari bandara.

"Dengan melihat empat kondisi itu, memang sudah bisa dikatakan bahwa bandara perlu dilakukan perluasan. Namun di Bandara Ngurah Rai saat ini, perluasan tersebut sulit dilakukan mengingat keterbatasan lahan yang ada. Kecuali memang harus mereklamasi laut," demikian katanya.

Ridartha menegaskan jika pembangunan bandara baru dilakukan di Bali Utara, penting untuk menyiapkan konektivitas antara wilayah selatan, tengah, dan utara Bali. 

Ia menekankan pembangunan infrastruktur jalan yang mendukung akses ke bandara tersebut harus dilakukan secara bersamaan dengan pembangunan bandara.

"Membangun bandara ini tidak hanya membangun bandara saja, tetapi juga harus disiapkan bagaimana konektivitas dari bandara atau menuju bandara itu dari wilayah Selatan, Tengah, menuju Utara," kata dia.

"Demikian juga sebaliknya, orang yang turun di utara akan bisa ke tengah dan ke selatan dengan lancar. Karena ketika bandara selesai, ya aksesnya juga harus selesai,” demikian imbuhnya.(sar)

Agenda pembangunan Bandara Bali Utara jadi topik kampanye andalan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali nomor urut 1, I Made Muliawan Arya alias De Gadjah dan Putu Agus Suradnyana (Mulia-PAS).

Namun Calon Gubernur nomor urut 2, I Wayan Koster ternyata juga mengaku sudah memiliki agenda terkait Bandara Bali Utara

Ia menyebut, pada hakikatnya ia mendukung pembangunan bandara di Buleleng. 

Namun saat ini, infrastruktur dan aksesibilitas belum siap.

"Itulah sebabnya saat ini kami sedang mempersiapkan berbagai infrastruktur yang sudah kami mulai saat kami menjadi Gubernur Bali di periode pertama. Kami tetap meminta agar ini dilanjutkan saat ini," paparnya.

"Setelah semuanya siap, maka pembangunan bandara di Buleleng mau tidak mau, cepat atau lambat segera direalisasikan. Kami bangun secara bertahap. Tidak bisa langsung bangun bandara. Harus terkonsep, terencana, agar tidak mubazir, dan tidak menjadi jualan politik sesaat," sambung Koster.

Koster mengungkapkan, selama menjabat Gubernur Bali periode 2018-2023, ia sudah menyiapkan pembangunan bandara di Buleleng. 

Pertama adalah dengan menerbitkan  Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali  2023-2043.

"Dalam Perda tersebut sudah mengakomodasi rencana pembangunan Bandara Baru di Buleleng. Jadi kami sudah siapkan pembangunan bandara ini sejak awal. Kami sudah melihat Bali ini jauh ke depan, 100 tahun ke depan," ujarnya.

Koster meminta agar pembangunan Bandara Bali Utara harus didahului kajian komprehensif, mencakup lokasi, memastikan tidak akan merusak adat, tradisi, budaya, dan lingkungan. 

Memastikan manfaat ekonomi serta tidak meminggirkan masyarakat lokal.

Selain itu harus dipastikan lebih dahulu pembangunan infrastruktur penghubung ke lokasi bandara. 

"Justru yang harus lebih dulu dibangun adalah infrastruktur penghubung, agar bandara bisa beroperasi optimal. Jangan sampai terjadi seperti Bandara Kertajati Jawa Barat," paparnya.

"Sudah dari lima tahun selesai, tetapi belum dibangun infrastruktur sehingga tidak bisa beroperasi. Perlu juga dipikirkan sumber pembiayaan pembebasan lahan, pembangunan infrastruktur dan pembangunan bandara apakah dibiayai penuh dari APBN atau investasi. Kalau murni investasi pasti akan dihitung kelayakannya, apakah menguntungkan atau tidak," paparnya.

Kata dia, pembangunan bandara baru butuh waktu panjang, dilakukan secara bertahap, dan mengikuti kebutuhan. 

Kalau sudah menjadi kebutuhan dan semuanya siap, maka pembangunan bandara pasti akan berjalan.

"Jadi intinya kami sejalan dengan Presiden Prabowo Subianto untuk bangun bandara di Buleleng. Hanya saja bertahap, regulasinya kami sudah siapkan. Demi Bali kami siap laksanakan," ungkap Koster. (sar)

Kumpulan Artikel Bali

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved