Berita Nasional

Apakah Bisa Sistem Pemerintahan Presidensial Sesuai UUD 1945 Diubah?

UUD 1945 bukan kitab suci, dengan demikian sesuai perkembangan jaman bisa dilakukan perubahan

istimewa
Agus Widjajanto 

Untuk itu saat ini, yang  paling utama dan paling  krusial  yang harus diambil keputusan segera dalam membangun kembali ketatanegaraan negara kita  adalah segera melakukan Amandemen terbatas yang ke lima untuk mengembalikan Marwah dan ruhnya Keindonesiaan baik terhadap UUD 1945 maupun Pancasila sebagai sumber dari segala sumber Hukum.

Ada beberapa pasal krusial yang sepatutnya untuk dikembalikan pada kedudukan semula sesuai format dari UUD 1945 yang lama adalah sebagai berikut:
1. Kembalikan lagi rumusan Pasal 1 ayat (2) lama "Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat".
2. ⁠Kembalikan lagi rumusan pasal (yang lama) tentang MPR dengan kewenangannya. 
3. ⁠Bubarkan DPD (karena  dalam pasal lama tentang MPR sudah disebut "Utusan Daerah"). Dengan demikian, UUD 1945 menganut Sistem Perwakilan Unicameral (satu  badan perwakilan yang disebut dengan MPR). 
4. ⁠Bangun sistem kepartaian Dwi Partai (Be Party System) yang digolongkan dalam partai Nasionalis dan Partai Agama dimana semua partai-partai politik melakukan fusi melebur sesuai dengan latar belakang dari AD/ART partai. 
5. ⁠Bangun Sistem Pemilu dengan Sistem Distrik. 
6. Kembalikan aturan Presiden harus orang Indonesia asli.  Kita harus belajar dari latar belakang emosional dari para pendiri bangsa, bahwa saat pemerintahan Hindia Belanda masyarakat dibagi dalam kasta-kasta dan justru Orang Asli Indonesia disebut Bumi Putera. 
7.  ⁠Pertegas kembali Sistem Pemerintahan Presidensil dengan mengembalikan lagi kewenangan Presiden yang di koptasi oleh DPR, seperti original power pembentukan Undang-Undang, kekuasaan ada pada Presiden dan DPR hanya menyetujui atau menolak.

Hak prerogatif Presiden dalam pengangkatan pejabat setingkat menteri seperti, Kapolri, Jaksa Agung dan pimpinan lembaga non kementerian.  

Rekrutmen Hakim Agung, Komisi Yudisial, Anggota BPK dan lainnya tidak lagi melibatkan DPR melalui mekanisme 'fit n proper test'.

Hal itu sangat urgen untuk dilakukan dan sangat  penting, serta  mendesak dilakukan oleh pemerintahan yang baru  dengan tujuan:
1. mewujudkan stabilitas pemerintahan 
2. ⁠menjamin kelangsungan Demokrasi Pancasila
3. ⁠menjaga keutuhan Bangsa dan NKRI 
4. ⁠mengurangi beban negara buat cost partai politik  yang justru menimbulkan kegaduhan 
5. ⁠mencegah praktek-praktek korupsi dengan transaksional para partai politik dengan pejabat publik

Sementara itu, Guru Besar Hukum Tata Negara Senior dari Universitas Padjadjaran Bandung, Prof. Dr. I Gde Pantja Astawa, menyatakan kepada penulis bahwa seperti yang pernah dibilang, Presiden Soekarno punya obsesi untuk  mengelompokkan dua kelompok masyarakat secara sosiologis, yaitu Nasionalis dan Agama (Islam,khususnya). 

Hanya memang saat itu Partai Komunis Indonesia (PKI) sudah eksis dan punya basis massa yang kuat dan besar yakni, Petani dan Kaum buruh. Jadilah kemudian tiga kekuatan besar itu disatukan menjadi yang dikenal dengan NASAKOM untuk  menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Presiden Soekarno ditopang oleh 3 ( tiga ) kekuatan besar itu. 

Hanya sayangnya, Presiden  Soekarno tidak mudah memainkan irama politik agar ada harmonisasi di antara tiga kekuatan besar itu, jadilah sejarah berkata dan berkehendak lain.

Kini, komunis sudah dead (tamat bahkan di seluruh dunia), tinggal dua kekuatan besar yang masih eksis, mengapa dan kenapa mereka tidak mengorganisasikan dirinya menjadi dua partai besar sesuai dengan idiologinya yang berasaskan Pancasila.

Perlu dipikirkan yang diatur dalam Konvensi Ketata Negaraan agar pemilihan langsung Presiden oleh rakyat mengingat cost yang begitu tinggi, dikembalikan lagi pemilihan kepada Partai Politik, dimana Partai Politik pemenang itulah yang berhak mengajukan Calon Presiden terpilih dimana MPR sebagai mandataris Presiden tinggal ketok palu mengesahkan, denmikian pendapat Prof. Pantja Astawa.  

Atas permintaan dan masukan berbagai pihak agar mengembalikan UUD 1945 secara murni dan konsekuen secara total, sangat sulit dilakukan setelah bergulir sekian puluh tahun dan harus menyesuaikan kondisi Geo Politik Dunia dalam penghormatan Hak Asasi Manusia. 

Sudah banyak sekali lembaga baru seperti Mahkamah Kontitusi, maka yang paling rasional, yang paling terbaik dilakukan adalah dengan Amandemen Terbatas melalui amandemen kelima terhadap UUD 1945, agar bisa konek dan singkron dengan sila-sila dari Pancasila khususnya Sila ke IV dari Pancasila menyangkut sistem aturan kerakyatan dalam perwakilan.(*)

Penulis: Agus Widjajanto 

Pemerhati Sosial Budaya, Politik, Hukum dan Sejarah Bangsa

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved