Kasus Rudapaksa di Mataram

Kontroversi Pria Disabilitas di Mataram Jadi Tersangka Rudapaksa, Polisi: Pakai Kaki, Agus: Dijebak

Kasus rudapaksa yang dilakukan pria disabilitas di Mataram terhadap seorang mahasiswi terus jadi kontroversi.

Tribunlombok/Andi Hujaidin
Pria disabilitas I Wayan Agus Suartama (21) ditetapkan sebagai tersangka rudapaksa mahasiswi menjawab wawancara di rumahnya, Minggu (1/12/2024). Kontroversi Pria Disabilitas di Mataram Jadi Tersangka Rudapaksa, Polisi: Pakai Kaki, Agus: Dijebak 

TRIBUN-VALI.COM, DENPASAR – Kasus rudapaksa yang dilakukan pria disabilitas di Mataram terhadap seorang mahasiswi terus jadi sebuah kontroversi.

Banyak netizen yang menyebut ada kejanggalan mengingat polisi menetapkan IWAS alias Agus sebagai tersangka meski tersangka adalah seorang tuna daksa.

Polisi menyebut bahwa Agus melakukan tindakan kekerasan seksual dengan menggunakan kaki, dan hal ini membuat banyak orang meragukan penyelidikan kepolisian Mataram.

Dir Krimum Polda NTB Kombes Pol Syarief Hidayat mengatakan, penetapan Agus sebagai tersangka setelah melalui serangkaian pemeriksaan yang dilakukan oleh polisi.

Baca juga: Seorang Nenek Dibacok Tetangga Saat Antar Cucu Ke Sekolah, Polisi Masih Dalami Motif di Buleleng

Polisi sudah memeriksa lima orang saksi dan dua orang saksi ahli, berdasarkan hasil visum juga ditemukan dua luka lecet di kelamin korban akibat benda tumpul.

"Ini bisa disebabkan oleh alat kelamin atau yang lainnya, namun tidak ditemukan adanya luka robek lama atau baru di selaput dara," kata Syarief dilansir dari TribunLombok.com, Minggu (1/12/2024).

Syarief juga mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan psikologi terhadap tersangka, penyebab Agus nekat merudapaksa perempuan tersebut akibat pengaruh judi dan minuman keras selain itu akibat bullying yang diterimanya sejak masih kecil.

"Kondisi tersebut meningkat pada tindakan menyetubuhi," jelas Agus.

Mantan Wakapolres Mataram itu juga mengatakan, kondisi tersangka yang disabilitas tanpa dua tangan tersebut dimanfaatkan untuk menyetubuhi korban, Agus juga memilih korban dengan kondisi yang lemah secara emosi.

"Tersangka memanfaatkan kerentanan yang berulang, sehingga timbul opini tidak mungkin disabilitas melakukan kekerasan seksual," kata Syarief.

Meskipun Agus tidak memiliki dua tangan namun saat menjalankan aksi bejatnya dia menggunakan kakinya, seperti halnya melakukan aktivitas sehari-hari.

Baca juga: Kisah Zac dan Daniel Naik Jet Ski dari Darwin ke Bali, Tempuh Perjalanan 2.600 Km untuk Misi Sosial

Baca juga: Biaya Kampanye Pilkada Gianyar Per Paslon Tak Sampai Rp 400 Juta

Di sisi lain, IWAS alias Agus Buntung mengaku bahwa dirinya dijebak saat tiba-tiba dijadikan tersangka oleh polisi.

"Jadi pada intinya itu saya benar-benar kaget dan syok. Tiba-tiba dijadiin tersangka," ujarnya Minggu (1/12/2024).

Agus mengaku hanya mengikuti saja keinginan dari si perempuan.

"Saya ceritain setelah saya sampai homestay itu, dia yang bayar, dia yang buka pintu, terus tiba-tiba dia yang bukain baju dan celana saya," bebernya.

Warga Kecamatan Selaparang, Kota Mataram ini pun mulai curiga ketika perempuan itu mulai menghubungi temannya.

"Tapi yang membuat saya tahu kasus ini jebakan pas dia nelpon seseorang, di situ saya nggak berani mau ngomong apa. Saya merasa ini jebakan, karena ini ke sana kemari saya dituduh," terangnya.

"Saya dituduh melakukan kekerasan seksual, coba dipikirkan bagaimana saya melakukan kekerasan seksual sedangkan bapak ibu lihat sendiri (nggak punya tangan), didorong aja saya, atau jangan diantar saya, atau ditinggal aja saya," sambungnya.

Agus mengaku tidak mendapat ancaman dari perempuan yang disebut sebagai korban.

Dia takut melakukan perlawanan karena posisinya dalam keadaan tidak berbusana.

"Nggak ada diancam sama perempuan secara fisik, saya diam saja selama di dalam homestay, saya takut buat teriak karena sudah telanjang, saya yang malu kalau saya teriak," tandasnya.

Polisi tidak melakukan penahanan terhadap Agus, alasannya selama dia kooperatif dalam memberikan keterangan tidak dilakukan penahanan.

Agus dikenakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dengan ancaman 12 tahun penjara atau denda Rp 300 juta. (*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved