Travel
PESONA Hutan Bambu di Penglipuran Bangli, Pemecah Over Wisatawan dan Obyek Edukasi
Pria murah senyum ini mengungkapkan, keberadaan hutan bambu ini juga tidak bisa dilepaskan dari sejarah Kabupaten Bangli.
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM - Objek pariwisata desa tradisional di Desa Penglipuran, Kecamatan/Kabupaten Bangli sudah dikenal akrab bagi wisatawan mancanegara.
Objek yang menyajikan arsitektur dan suasana Bali, rata-rata dikunjungi 3.000 hingga 3.500 wisatawan per hari. Baik lokal, domestik hingga mancanegara. Sementara kapasitas objek ini, maksimal dapat menampung 1.500 sampai 2.000 pelancong per hari.
General Manager Objek Wisata Penglipuran, I Wayan Sumiarsa membenarkan hal tersebut. Karena over kapasitas saat hari-hari tertentu itulah, dirinya bersama masyarakat Desa Adat Penglipuran harus mencarikan solusi jangka panjang untuk memecahkan persoalan tersebut, agar wisatawan dapat berkunjung ke Penglipuran dengan perasaan nyaman.
“Ke depan kami berencana untuk mengundang akademisi dan pemerintah untuk memecahkan persoalan over kapasitas ini,” ujarnya, Minggu (15/12).
Baca juga: Banjir Lumpuhkan Arus Lalu Lintas di Banjarasem Buleleng, Polsek Seririt Lakukan Pengaturan
Baca juga: TARGET Rp1,5 T Bapenda Optimistis Tercapai Tahun Depan, Tahun 2024 Pendapatan Pajak Daerah Rp 1,29 T
Namun untuk saat ini, kata dia, dalam memecah kepadatan di objek utama, pihaknya membuka spot baru, yakni hutan bambu yang berada di ujung objek utama. Selain menyajikan kesejukan khas hutan bambu.
Di ujung hutan, pengunjung juga bisa menikmati kuliner khas Kabupaten Bangli. Di Bamboo Cafe yang dikelola oleh Desa Adat Penglipuran itu, pengunjung bisa menikmati olahan ikan mujair, mulai dari mujair goreng, nyat-nyat, nasi goreng, mie goreng dan menu lainnya yang biasa ditemukan di restoran-restoran di Kabupaten Bangli.
Tak hanya itu, pengunjung juga bisa menikmati minuman beralkohol dan juga loloh cemcem khas Penglipuran di kafe yang berada di bawah pohon bambu, yang menawarkan kesejukan mendalam itu. “Kita akan terus berinovasi untuk memanjakan pengunjung kami,” ujar Sumiarsa.
Pantauan Tribun Bali, untuk masuk ke hujan bambu ini tidak memerlukan tiket tambahan. Pengunjung hanya cukup berjalan sampai ke ujung objek utama Penglipuran. Sesampainya di jalan beraspal, tampak bentangan jembatan kayu di bawah rimbunnya rumpun bambu. Wisatawan pun bisa berjalan di sana, menikmati suasana hutan. Panjang jembatan ini sekitar 100 meter.
“Ke depan, di areal bawah jembatan bambu, kami akan melepaskan hewan untuk memberikan spot tambahan untuk wisatawan, bisa rusa dan hewan jinak lainnya yang ada di Kabupaten Bangli, sekaligus untuk sarana edukasi untuk anak-anak pengunjung,” ujar Sumiarsa.
Pria murah senyum ini mengungkapkan, keberadaan hutan bambu ini juga tidak bisa dilepaskan dari sejarah Kabupaten Bangli.
Kata dia, pada masa kerajaan di Bali, Raja Ki Barak Panji Sakti yaitu raja pertama Buleleng hendak menyerang Bangli. Saat itu, rombongan sempat beristirahat di areal alas gesing atau hutan angker.
Rombongan Raja Buleleng saat itu membawa makanan yang dipikul prajuritnya menggunakan bambu. Usai makan, bambu tersebut ditinggalkan begitu saja di hujan ini, lalu tumbuh menjadi hutan bambu seperti saat ini.
“Historisnya ada, dan secara ekologis, hutan ini menjadi daerah resapan sehingga desa kami Desa Penglipuran terhindar dari bencana banjir saat hujan, karena ini hutan ini sangat kami rawat.
Dan, saat ini mempekerjakan 85 persen warga desa penyangga karena anak-anak kami lebih memilih menekuni usaha rumahan dan pekerja lainnya, sehingga lowongan pekerjaan di hutan bambu ini kami buka untuk masyarakat desa penyangga,” ujarnya.
Hutan yang memiliki luas 45 hektare itu, dipastikan aman untuk dikunjungi. Sebab pohon-pohonnya dirawat dengan baik oleh pihak pengelola, pemangkasan dan pemotongan dilakukan dengan perhitungan matang.
“Soal keamanan pohon, aman, karena hidupnya saling suport. Kami konsisten tidak akan lakukan penebangan. Kita mungkin akan lakukan saat musim panas, itupun dilakukan secara selektif. Karena itu lah pengelolaan harus satu pintu agar penebangan terencana, tidak asal-asalan, karena penebangan asal itu justru akan membahayakan,” ujarnya. (wayan eri gunarta)
INSIDEN Penembakan WNA Tak Berpengaruh, Australia Masih Mendominasi Kedatangan Turis ke Bali |
![]() |
---|
KAPAL Cepat Banyuwangi-Denpasar Uji Coba, Waktu Tempuh 2,5 Jam, Angkut 400 Penumpang, Ini Biayanya! |
![]() |
---|
Destinasi Wisata Rawan Laka Laut, Polsubsektor Lembongan Perketat Pengawasan di Devil's Tears |
![]() |
---|
LARI & Potensi Ekonomi Komunitas di Bali, Pererenan Contoh Sinergi Pariwisata, Investasi & Lokal |
![]() |
---|
CEKREK! Selfie di Nuanu Creative City Spot Foto Instagramable di Pulau Dewata, Simak Beritanya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.