Berita Denpasar

AJI Denpasar Gelar Aksi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Semangat Tak Surut Meski Diguyur Hujan

Koordinator Aksi, Ni Kadek Novi Febriani menegaskan, peringatan 22 Desember bukan hari ibu, melainkan hari pergerakan perempuan. 

istimewa
AKSI KAMPANYE – Jurnalis dari AJI Denpasar dan Jurnali Bali menggelar aksi kampanye akhiri kekerasan terhadap perempuan di Monumen Perjuangan Rakyat Bali Lapangan, Renon, Denpasar, Minggu (22/12). - AJI Denpasar Gelar Aksi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Semangat Tak Surut Meski Diguyur Hujan 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Belasan jurnalis anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar dan Jurnalis Bali menggelar aksi anti kekerasan terhadap perempuan.

Di bawah guyuran hujan lebat yang mengguyur Denpasar tak menyurutkan semangat jurnalis di Denpasar untuk menggelar kampanye memperingati Hari Gerakan Perempuan pada 22 Desember dan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP)  25 November-10 Desember. 

Para Jurnalis menggelar aksi di Monumen Perjuangan Rakyat Bali Lapangan, Renon, Denpasar, Minggu 22 Desember 2024. 

Belasan jurnalis ini dari anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar dan Jurnalis Bali mengikuti yang aksi ini.

Baca juga: Kolaborasi Konjen Australia dan AJI Denpasar, Lokakarya Berantas Hoaks

Peserta aksi menggelar kampanye dengan membawa spanduk, sejumlah poster, membaca puisi, dan orasi tentang kegelisahan mereka terhadap kekerasan yang selalu melanda perempuan. 

Beberapa di antaranya membicarakan tentang korban dan rasa trauma menghadapi pelecehan seksual di keluarga dan tempat kerja, sanksi sosial terhadap pelaku kekerasan seksual hingga edukasi mengenai kesehatan reproduksi seksual.

Ketua AJI Denpasar Ayu Sulistyowati memaparkan, kampanye ini menjadi salah satu bentuk edukasi mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan, memberi ruang aman terhadap perempuan dan melawan ketidakadilan di tengah masyarakat. 

“Kami melihat ruang aman terhadap perempuan masih minim. Kekerasan fisik, psikis dan verbal kerap dialami perempuan baik di rumah, jalan raya dan tempat kerja,” katanya.

Sementara itu, Koordinator Aksi, Ni Kadek Novi Febriani menegaskan, peringatan 22 Desember bukan hari ibu, melainkan hari pergerakan perempuan. 

Gerakan perempuan hadir untuk mendorong tumbuhnya keadilan gender baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. 

Gerakan ini harus konsisten dilantangkan karena ketimpangan gender masih berjalan.  

Perempuan dianggap inferior dan laki-laki superior yang menjadi faktor utama terjadinya kekerasan terhadap perempuan

Kekerasan kepada perempuan terus terjadi, ibarat gunung es. 

Bahkan, banyak korban yang mengalami enggan  melapor dan memilih menutup diri dianggap itu aib.

“Selama ini Hari Ibu mengalami pergeseran makna, perayaan Hari Ibu maknanya dipersempit sekadar hanya urusan rumah tangga maupun domestik. Padahal marwah gerakan ini untuk memperbaiki nasib Perempuan, keluar dari buta huruf dengan menuntut  pendidikan. Perempuan adalah pemikir, pendidik, dan pejuang,” ucapnya.

Sumber: Tribun Bali
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved