Berita Tabanan
Diduga Terlibat Penyelewengan Dana UEP Rp 1 Miliar Lebih, 4 Pengurus UEP di Tabanan Jadi Tersangka
dana UEP dipergunakan oleh LPD untuk membayar tabungan, bunga tabungan dan bunga deposito masyarakat yang dikelola LPD.
Penulis: I Komang Agus Aryanta | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, TABANAN – Sebanyak 4 orang pengurus penggunaan dana Usaha Ekonomi Produktif (UEP) Tahun 2016, 2019, 2020 di Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan digiring ke lobi Polres Tabanan pada Senin 20 Januari 2025.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka karena menyelewengkan anggaran senilai Rp 1 miliar lebih.
Keempat tersangka yakni WS yang saat itu menjabat Ketua UEP dan juga Kepala LPD Tibubiu Kerambitan, NE, Bendahara UEP yang juga merupakan Mantan Kepala LPD Mandung, Kerambitan, ND mantan Ketua BKS, LPD Kecamatan Kerambitan dan juga mantan Ketua LPD Meliling, dan MW mantan Ketua BKAD Kecamatan Kerambitan.
Kapolres Tabanan, AKBP Chandra Citra Kesuma menyebutkan, kasus itu terungkap saat adanya kecurigaan warga Kerambitan. Setelah dilakukan penyelidikan dan Laporan Polisi Nomor: LP-A/ 02/ III/ 2024/ SPKT.SATRESKRIM/ POLRES TABANAN/POLDA BALI didapatkan ada penyelewengan.
Baca juga: Desa Aan Klungkung Ditetapkan Sebagai Percontohan Desa Anti Korupsi
Disebutkan, bahwa tersangka WS yang menjabat sebagai Ketua UEP dan juga Ketua LPD Tibu Kerambitan bersama sama dengan tersangka NE sebagai bendahara UEP dan juga mantan Ketua LPD Mandung telah bersama sama membijaksanai di dalam permohonan pengajuan proposal dana UEP dengan cara melanggar aturan pengelolaan dan pencairan dana UEP.
“Jadi permohonan dana UEP tanpa dilakukan Verifikasi oleh Pembina LPD Kabupaten Tabanan untuk menyatakan LPD yang memohon tersebut kategori sehat atau bukan. Bahkan tanpa dilengkapi administrasi pengajuan permohonan yang lengkap atas kebijaksanaan tersangka WS dan dicairkan oleh tersangka NE,” ujarnya.
Bahkan proposal yang dibuat juga merupakan proposal fiktif, mengingat nama-nama yang dicantumkan dalam daftar kelompok penerima dana UEP diajukan oleh Kepala LPD adalah fiktif.
Nah, setelah dana tersebut cair, dana tersebut bukan diberikan untuk kelompok masyarakat yang dicantumkan sebagai pemohon oleh tersangka NE dan ND.
“Jadi mereka menyalurkan dana UEP tanpa melalui LPD yang ada di wilayah Kecamatan Kerambitan melainkan ada disalurkan kepada perseorangan atau pinjaman pribadi yaitu kepada tersangka MW yang saat itu menjabat mantan Ketua BKAD Kecamatan Kerambitan,” bebernya.
Tidak hanya itu, dana UEP dipergunakan oleh LPD untuk membayar tabungan, bunga tabungan dan bunga deposito masyarakat yang dikelola LPD.
Begitu juga dipergunakan untuk operasional sehari-hari LPD namun tidak disalurkan kepada anggota kelompok yang namanya dicantumkan dalam daftar nama penerima kredit UEP.
“Sebenarnya LPD-nya yang bermasalah, jadi karena mereka di dalamnya, dana itu digunakan untuk menutupi,” ucapnya.
Lebih lanjut disebutkan, setelah dilakukan Audit Perhitungan Kerugian Keuangan negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Bali kepada Pengurus UEP yaitu tersangka WS bersama sama dengan tersangka NE, ND dan tersangka MW mereka telah melanggar aturan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 414.2/506/PMD tanggal 31 Maret 2003 tentang petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan UEP Provinsi Bali.
Begitu juga Standar Operasional dan Prosedur (SOP) pengelolaan dana bergulir (UEP) Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan.
“Jadi hasil Audit BPKP Perwakilan Provinsi Bali menyatakan adanya kerugian total los sebesar Rp 1.030.000.000,” imbuhnya.
Sementara Kasat Reskrim Polres Tabanan, AKP Moh Taufik Effendi menambahkan, jika dalam kasus tersebut pembangunan uangnya berbeda-beda yakni tersangka WS Sebesar Rp 416.400.000.
Tersangka NE sebesar Rp 149.000.000, tersangka ND mendapatkan Rp 340.000.000 dan sisanya tersangka MW.
“Dalam kasus ini, ada uang yang berhasil kami selamatkan Rp 905.700.000,” ucapnya.
Bahkan untuk semua pelaku disangkakan pasal 2 ayat (1), PASAL 3, PASAL 4, PASAL 9 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan TP Korupsi Jo PASAL 55 dan PASAL 64 KUHP, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. (gus)
Kumpulan Artikel Tabanan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.