Berita Bali

Rai Mantra Bertemu Tokoh Bahas Pawai Ogoh-ogoh di Bali, Penggunaan Sound System Jadi Sorotan

Bayu, salah seorang peserta, menegaskan bahwa larangan penggunaan sound system sangat relevan. 

istimewa
Anggota DPD RI dapil Bali, IB Rai Dharmawijaya Mantra menggelar acara dengar pendapat dengan sejumlah tokoh bahas terkait ogoh-ogoh - Rai Mantra Bertemu Tokoh Bahas Pawai Ogoh-ogoh di Bali, Penggunaan Sound System Jadi Sorotan 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pawai ogoh-ogoh, yang menjadi tradisi menjelang Hari Suci Nyepi selalu digelar meriah di Bali

Namun, di balik gemerlap atraksi tersebut, muncul kekhawatiran dari berbagai pihak tentang semakin melencengnya makna spiritual dari tradisi ini.

Dalam acara Dengar Pendapat yang digelar DPD RI, IB Rai Dharmawijaya Mantra di Kantor DPD Renon, sejumlah tokoh menyoroti penggunaan sound system modern yang menggantikan bunyi gamelan tradisional. 

Menurut Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 9 Tahun 2024 tentang Pelestarian Ogoh-Ogoh, penggunaan sound system dilarang demi menjaga nilai tradisi, namun praktik ini masih ditemukan di beberapa tempat.

Baca juga: Pemkot Denpasar Larang Gunakan Sound System Saat Pawai Ogoh-ogoh, Ada Sanksi Bagi Pelanggar

Bayu, salah seorang peserta, menegaskan bahwa larangan penggunaan sound system sangat relevan. 

“Kalau alasannya tidak punya gamelan, bisa menggunakan perangkat tradisional lain seperti tek-tekan,” ujarnya. 

Seniman Deck Soto juga menyampaikan kekagetannya saat menyaksikan arak-arakan di kawasan Catur Muka yang menggunakan sound system

“Di Sanur, hal seperti ini tidak terjadi. Saya berharap pengawasan lebih ketat agar tradisi tetap terjaga,” tambahnya.  
  
Anggota DPD RI, IB Rai Dharmawijaya Mantra mengingatkan bahwa desa adat adalah penjaga tradisi yang diwariskan secara kolektif. 

Menurutnya, perpaduan dengan modernisasi seperti penggunaan sound system seharusnya hanya sebagai alat penunjang, bukan elemen utama. 

"Modernisasi harus memperkuat tradisi, bukan menggantikannya," tegas Rai Mantra.

Namun, ada juga usulan dari tokoh adat untuk mengganti istilah “ngarak ogoh-ogoh” menjadi “Nyomia Bhutakala.” 

Menurut mereka, istilah ini lebih mencerminkan esensi spiritual tradisi tersebut sebagai bagian dari upacara tawur sasih kasanga.
 
Di sisi lain, Bani Sila menyoroti fenomena pro dan kontra di media sosial terkait inovasi dalam ogoh-ogoh. 

Ia menilai bahwa "genuine creativity" atau kreativitas murni dalam tradisi ini bisa saja dipengaruhi oleh kepentingan kapitalis, yang mengancam nilai-nilai asli budaya Bali.
 
Pada akhirnya, filsafat Nyepi sebagai jalan hidup menuju kedamaian, stabilitas sosial, dan kebersamaan harus menjadi landasan dalam setiap aktivitas budaya. 

Tradisi ogoh-ogoh, dengan segala perkembangannya, diharapkan tetap mencerminkan esensi spiritualnya, bukan hanya sebagai hiburan semata. (*)

Kumpulan Artikel Denpasar

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved