Penemuan Mayat di Gianyar

Sang Mandor Masih Hidup Saat Dibekap, Dipastikan Pelaku Pembunuhan di Gianyar Lebih dari Satu Orang

Dari hasil pemeriksaan luar dan otopsi Dokter Forensik RSUP Prof. Ngoerah dr. Ida Bagus Putu Alit korban pembunuhan inisial

|
Pixabay
Ilustrasi mayat - Sang Mandor Masih Hidup Saat Dibekap Pelaku, Dipastikan Pelaku Lebih dari Satu Orang 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Dari hasil pemeriksaan luar dan otopsi Dokter Forensik RSUP Prof. Ngoerah dr. Ida Bagus Putu Alit korban pembunuhan berinisial WS mandor bangunan di Gianyar diakibatkan luka iris dari benda tajam di leher.

“Sebab kematiannya adalah kekerasan benda tajam pada leher yang menimbulkan putusnya pembuluh darah besar di leher,” ujar dr Putu Alit, Senin 27 Oktober 2025. 

Ia menambahkan itu merupakan luka iris karena jika dilihat perbandingan antara panjang dan dalamnya berbeda.

Baca juga: LUKA Terbuka Leher Mandor Jadi Penguat Dugaan Pembunuhan Polisi Buru Pelaku, Keluarga Sebut Baik

Jadi lebih lebar panjangnya dibandingkan dalamnya luka dari gambaran lukanya, itu arahnya (irisan benda tajam) dilakukan dari kanan ke kiri leher korban

Di mana total di tubuh korban terdapat 16 luka, di antaranya 11 luka di daerah wajah dan kepala di sana, leher 1 luka dan di tempat lain 4 luka. 

“Luka-luka memar itu ada di lengan dan dada tapi itu tidak bersifat fatal. Yang fatal itu adalah satu luka irisan di leher,” imbuhnya. 

Baca juga: JASAD Mandor Ditemukan dengan Luka Leher Menganga, Keluarga Minta Pelaku Pembunuhan Wayan Ditangkap!

Luka iris di leher mandor bangunan itu tidak hanya satu kali tetapi dilakukan pengirisan oleh pelaku sebanyak dua kali.

“Iya kalau dari gambarannya (luka irisan di leher) memang sesuai dengan gergaji karena dilakukan dua kali gerakan irisan,” ucapnya.

Lebih lanjut dr. Putu Alit menyampaikan bahwa dari hasil otopsi tidak ditemukan tanda-tanda mati lemas sehingga bisa dikatakan bahwa bukan pembekapan itu yang menyebabkan kematian. 

Jadi yang langsung menimbulkan kematian adalah kekerasan benda tajam yang ada di leher. 

“Waktu dibekap kondisi korban masih hidup. Pelakunya dilakukan oleh lebih dari satu orang dan posisi korban tetap di bawah (saat diiris hingga meninggal) karena kita tidak menemukan tanda-tanda aspirasi,” paparnya. 

Ia mengungkapkan dari pola lukanya itu ada luka-luka memar disebabkan karena ujung jari, kemudian ada luka pembekapan, kemudian ada luka leher, itu yang mengindikasikan pelakunya lebih dari satu orang. 

"Istilah aspirasi dalam dunia forensik adalah masuknya darah ke dalam saluran nafas kalau misalnya orang itu masih bisa berdiri jadi bisa saja darah itu masuk ke saluran napas," tambahnya.

Pihaknya tidak menemukan masuknya darah di paru-parunya dan saluran napas sehingga posisi korban tetap telentang di bawah. 

"Seseorang akan meninggal kalau seandainya darah yang keluar dari tubuhnya itu melebihi daripada sepertiga darah yang mengalir,".

Sumber: Tribun Bali
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved