Berita Badung

Patung Mother & Child Karya Pematung Bali Mejeng di Singapura, Putrayasa Gambarkan Hal Ini

Karya seniman Bali asal Badung, Ketut Putrayasa kini mejeng di Singapura. Karya tersebut berupa patung berjudul “Mother & Child”.

ISTIMEWA/DOK. PRIBADI
DI SINGAPURA - Patung berjudul Mother & Child karya Ketut Putrayasa yang dipajang di Mandai Wildlife Singapura. 

TRIBUN-BALI.COM - Karya seniman Bali asal Badung, Ketut Putrayasa kini mejeng di Singapura. Karya tersebut berupa patung berjudul “Mother & Child”.

Patung tersebut berdiri megah di Mandai Wildlife Singapura. “Patung ini memiliki diameter 5 meter dan tinggi 3 meter,” kata Putrayasa, Senin (24/2).

Patung ini menggambarkan Trenggiling Sunda yang meringkuk dengan anaknya. Dan ini adalah sebuah metafora tentang perlindungan dan kehangatan keibuan. Ia menambahkan, patung ini terbuat dari bahan kuningan dengan kerangka stainless. 

Patung ini menghadirkan perpaduan antara kekokohan dan kelenturan. Sisik-sisiknya yang bertumpang-tindih menciptakan ilusi gerak, sementara warna kuningan menambahkan nuansa hangat. 

Baca juga: TRAGEDI Berdarah di Jimbaran, Rafli Hendak Kabur ke Pasuruan, Ini Rangkuman Lengkap Kematian Kartini

Baca juga: HABISI Korban Usai Tenggak Pil Koplo & Nyabu, Santoso dalam Pengaruh Narkoba Saat Eksekusi Suparno

Tatang B.Sp, seorang pelukis dan pengamat seni yang tinggal di Denpasar, mengatakan setiap karya patung yang hadir di ruang publik harus memiliki raison d'etre atau alasan kehadiran yang jelas.

Namun baginya, patung “Mother & Child” bukan sekadar representasi artistik, melainkan bentuk edukasi dan pengingat akan pentingnya perlindungan Trenggiling Sunda. 

“Patung ini membawa pesan konservasi yang kuat, mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap satwa yang semakin langka ini,” ujarnya.

Trenggiling Sunda (Manis javanica) adalah mamalia unik yang tersebar di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Singapura, dan Malaysia. Keberadaannya kini terancam akibat deforestasi dan perdagangan ilegal, sehingga masuk dalam daftar spesies yang dilindungi oleh IUCN sejak 2016. 

Menurut Tatang B.Sp, seni memiliki peran besar dalam membentuk kesadaran kolektif. “Melalui patung ini, publik tidak hanya menikmati estetika, tetapi juga diajak untuk memahami peran ekologis trenggiling dalam menjaga keseimbangan hutan tropis,” tambahnya.

Baginya, karya ini bukan sekadar objek visual, tetapi juga menyimpan filosofi mendalam. “Keindahan bentuknya selaras dengan pesan yang ingin disampaikan, menjaga keseimbangan alam adalah tanggung jawab kita bersama,” ujar Tatang.

Mandai Wildlife Singapura dipilih sebagai lokasi penempatan patung ini bukan tanpa alasan. Sebagai kawasan konservasi yang menjadi landmark global, Mandai Wildlife memiliki visi untuk meningkatkan kesadaran terhadap keberagaman hayati dan pelestarian satwa liar. 

Pemerintah Singapura bahkan menargetkan kawasan ini sebagai destinasi wisata konservasi terbesar di Asia.Dalam perspektif Tatang B.Sp, seni publik memiliki potensi besar dalam menyuarakan isu-isu sosial dan lingkungan.

“Patung ini adalah ingatan yang diawetkan. Ia tidak hanya merepresentasikan trenggiling secara fisik, tetapi juga melestarikan nilai-nilai perlindungan dan kepedulian yang harus diwariskan kepada generasi mendatang,” paparnya. (i putu supartika)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved