Ogoh Ogoh di Bali
Magis dan Metaksu, Ogoh-Ogoh Tulak Tunggul ST Sentana Luhur Tampaksiring, Diambil dari Nama Caru
Caru Tulak Tunggul adalah salah satu upacara Bhuta Yadnya yang bertujuan untuk menetralisasi kekuatan negatif agar tidak mengganggu umat manusia.
Penulis: Ngurah Adi Kusuma | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Magis dan Metaksu, Ogoh-Ogoh Tulak Tunggul ST Sentana Luhur Tampaksiring, Diambil dari Nama Caru
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Kecamatan Tampaksiring, Gianyar, selalu melahirkan Ogoh-ogoh terbaik setiap tahunnya menyambut Hari Suci Nyepi.
Salah satunya Ogoh-ogoh Tulak Tunggul, karya Sekaa Teruna (ST) Sentana Luhur, Banjar Kelodan, Tampaksiring.
OGOH-OGOH Tampaksiring tahun ini masih mengusung gaya klasik Bali.
Baca juga: Dibantu Pemuda Banjar Pasuwitran, ST Suralaga Wangaya Kelod Target Ogoh-ogoh Bisa Tuntas Malam Ini
Ciri khas ogoh-ogoh di Tampaksiring adalah detail anatominya yang realistis dan tekniknya yang unik.
Satu lagi selalu mataksu!
Pada Nyepi Caka 1947 ini, satu di antara Ogoh-ogoh terbaik di Tampaksiring yang menyita perhatian publik dan viral di media sosial adalah karya ST Sentana Luhur yang bernama Tulak Tunggul.
Baca juga: 7 Banjar di Desa Tegal Harum Denpasar Beradu Kreativitas Ogoh-ogoh, Lestarikan Seni Budaya Bali
Ogoh-ogoh yang memiliki aura magis kuat dan metaksu, seolah-olah benar-benar hidup.
Proses pengerjaan sangat detail dan filosofinya pun sangat mendalam.
Menurut kreator Ogoh-ogoh Tulak Tunggul, Mang Egik, Tulak Tunggul menjadi simbol keteguhan perlindungan dan persatuan yang memiliki makna mendalam di kehidupan ini.
Baca juga: Ogoh-ogoh Bibianu ST Canti Graha Sesetan Denpasar Jadi Juara, Angkat Kisah Tanggung Jawab Ibu
Ia digambarkan sabagai pohon magis dengan kekuatan spiritual, pohon beringin yang menjaga identitas wilayah, serta menjadi cermin pemikiran dengan esensi persatuan dan keberagaman.
"Karakter magis Tulak Tunggul mempresentasikan entitas hidup yang menjadi penghubung manusia dengan kebijaksanaan alam," ujarnya kepada Tribun Bali, Rabu 26 Maret 2025.
Rwa Bhineda; Baik dan buruk, siang dan malam, matahari dan bulan, Subha-Asubha Karma; benar-salah, menjadi pelambang pohon beringin yang diselimuti kain poleng hitam-putih berbentuk kotak-kotak sebagai esensi dualitas kehidupan yaitu arti dari kata Tulak yang sekaligus merepresentasikan budaya yang menjadi pegangan teguh di bumi tercinta kita, Bali.
Baca juga: Angkat Kisah Tanggung Jawab Seorang Ibu, Ogoh-ogoh Bibianu ST Canti Graha Juara I Kota Denpasar 2025
Upeksha; biarkan dirimu berada di tengah yang berarti menemukan ketenangan dan keseimbangan.
Digambarkan dengan posisi duduk yang juga menjadi arti kekokohan pohon yang bertahan bertahun lamanya, dengan Ketu atau mahkota sebagai lambang keagungan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.