Berita Denpasar

WALHI Pertanyakan Kejelasan Dokumen AMDAL RKL-RPL & Kejelasan Lokasi Pembangunan Terminal LNG 

Bokis dalam rilisnya yang diterima Tribun Bali, Kamis (27/3) mengkritisi ketidakkonsistenan deskripsi lokasi proyek dalam dokumen.

ISTIMEWA
Rapat – Suasana papat pembahasan AMDAL, RKL, dan RPL terkait rencana pembangunan Terminal LNG dan Fasilitas Pipa Penyaluran Gas oleh PT DEB di Sanur pada Rabu (26/3) kemarin. 

TRIBUN-BALI.COM - Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Direktorat Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan (PDLUK) menggelar rapat pembahasan Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL), dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) terkait rencana pembangunan Terminal LNG dan Fasilitas Pipa Penyaluran Gas oleh PT DEB. Rapat ini berlangsung secara hybrid di Sanur pada Rabu (26/3) kemarin.

Rapat dipimpin Dit. PDLUK Rifanasnanto melalui Zoom, sementara secara luring dihadiri Direktur PT DEB, Cokorda Alit Indra Wardhana, serta tim penyusun dokumen, termasuk Iwan Setiawan. Selain itu, rapat turut melibatkan desa adat terdampak, yakni Desa Adat Sidakarya, Intaran, Serangan, Sesetan, dan Pedungan, serta sejumlah instansi pemerintah yang mengikuti secara daring.  

Baca juga: 21 Hewan Disucikan Jelang Tawur Agung Kesanga, Ribuan Krama Nagasepaha Iringi Melasti di Buleleng

Baca juga: TABRAKAN Beruntun Jalur Mudik! Mikrobus Seruduk Mobil di Tengah Antrean ke Pelabuhan Gilimanuk

 

WALHI Bali, yang diwakili oleh Made Krisna "Bokis" Dinata, turut hadir dan menyampaikan kritik terkait dokumen ANDAL RKL-RPL tersebut.  Krisna Bokis menyoroti prosedur undangan rapat dan akses dokumen yang dinilai mendadak.

Bokis dalam rilisnya yang diterima Tribun Bali, Kamis (27/3) mengkritisi ketidakkonsistenan deskripsi lokasi proyek dalam dokumen.  Ia mempertanyakan posisi pasti Terminal LNG yang disebut berada di luar area mangrove Tahura Ngurah Rai, tetapi lampiran dokumen menunjukkan lokasi proyek masih berada di dalam kawasan mangrove.

“Di mana lokasi sesungguhnya terminal LNG ini akan dibangun?” tanyanya. Lebih lanjut, WALHI Bali mencurigai bahwa Terminal LNG akan dibangun di kawasan mangrove karena dokumen masih mencantumkan izin PKKPR di dalam area mangrove seluas 14,5 hektare.

Bokis juga menyoroti rencana pembuatan dumping menggunakan material hasil kerukan sebanyak 3.300.000 meter kubik untuk menata pesisir, yang disebut akan dilakukan dengan cara reklamasi. Namun, tidak ada deskripsi rinci mengenai dampak reklamasi tersebut.  

Ketua Tim Penyusun Dokumen Iwan Setiawan, mengonfirmasi dumping akan dilakukan dengan cara reklamasi. “Kami akan menyempurnakan deskripsi dalam dokumen,” ujarnya.  

Selain itu, WALHI Bali menilai dokumen proyek belum mencantumkan kajian kebencanaan. Menurut data Peta Zona Kerentanan Likuifaksi Bali Tahun 2019 dari Kementerian ESDM, lokasi proyek berada di zona kerentanan tinggi yang berisiko merusak struktur tanah.  

Bokis juga mempertanyakan dampak pemasangan pipa di bawah mangrove terhadap stabilitas tanah.  Tanggapan dari WALHI Bali telah dikirimkan kepada Rifanasnanto selaku pimpinan rapat melalui pengiriman surat resmi. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved