Berita Badung
Program Studi Sambil Kerja ke Australia Tak Jelas, Peserta Datangi LPK BG Academy di Badung Bali
Wayan Sudina, dalam pertemuan itu kecewa karena informasi itu tidak utuh disampaikan saat pelaksanaan orientasi.
Penulis: I Komang Agus Aryanta | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Sejumlah peserta pelatihan mendatangi LPK Brightly Global Academy (BG Academy) di Jalan Raya Abianbase, Kelurahan Kapal, Kecamatan Mengwi, Badung pada Sabtu 5 April 2025.
Mereka protes dan menyampaikan kekecewaannya atas janji manajemen BG Academy terkait studi sambil kerja ke Australia.
Di awal perkenalan BG Academy dinilai menjanjikan peserta yang direkrut bisa langsung lolos untuk studi sambil bekerja paruh waktu di Australia.
Namun di pertengahan jalan, ternyata malah berbeda, sehingga membuat 8 peserta kecewa dan memilih untuk tidak melanjutkan.
Baca juga: TRAUMA Sunaria, Niat Ubah Ekonomi Keluarga, Justru Alami Penipuan Hingga Jadi Korban TPPO di Myanmar
Para peserta gelombang III ini atau Batch 3 yang berjumlah 8 orang menginginkan agar uang mereka dikembalikan. Pasalnya mereka sudah membayar puluhan juta.
Perwakilan peserta, I Wayan Duta Kirana Lamben (21) menceritakan, jika awalnya mereka diiming-imingi program studi di Russell College, Melbourne, Australia, melalui visa pelajar (student visa) yang dijamin “99 persen grant” oleh pihak BG Academy.
Namun, setelah mengeluarkan biaya puluhan juta rupiah, mereka justru menemukan ketidakjelasan terkait program tersebut.
“Di Batch 3 jumlah pesertanya 15 orang, namun dengan ketidakjelasan ini, kami 8 orang memutuskan untuk tidak melanjutkan,” kata Duta.
Pemuda asal Sanur, Denpasar itu menjelaskan, di pertengahan pelaksanaan pertemuan, baru dijelaskan bahwa tidak semua peserta bisa berhasil berangkat karena tidak ada jaminan Visa Australia bisa 100 persen granted.
“Skemanya 2,5 bulan, harus ikut program OJT (on the job training) sebagai syarat untuk apply visa ke Australia. OJT tiba-tiba ditiadakan. Padahal banyak mahasiswa baru yang belum punya pengalaman food and beverage (F&B),” jelasnya.
Dicertiakan awalnya para peserta diberikan pengarahan Direktur Hospitality & Cruiseline BG Academy. Peserta diyakinkan bahwa program ini pasti berhasil.
“Mereka bilang, kalau dokumen lengkap, pasti lolos. Kami percaya 100%, sampai berani mengeluarkan uang hingga Rp 50 juta lebih,” bebernya.
Namun kenyataannya, kata Duta, beberapa kakak kelas di angkatan sebelumnya justru banyak yang ditolak visanya, tetapi seakan ditutup-tutupi atau tidak disampaikan kepada peserta.
Ayah Duta, I Wayan Sudina, dalam pertemuan itu kecewa karena informasi itu tidak utuh disampaikan saat pelaksanaan orientasi.
Mereka mengaku telah diimingi bahwa visa Australia dijamin akan granted.
Bahkan selaku orangtua peserta rela mengeluarkan biaya hingga puluhan juta agar anak mereka berhasil mengikuti program studi.
“Saya orangnya fair saja. Kalau saya tahu informasi ini di awal, tidak mungkin saya akan mengikutkan anak kami,” tegas Sudina.
Sementara Ni Kadek Ayu Priska Dewi (21), juga mengeluhkan terkait ketidakjelasan bukti pembayaran biaya sekolah ke Australia.
“Kami transfer Rp 45 juta untuk COE (Certificate of Enrollment), tapi tidak ada invoice resmi dari kampus Australia. Kami khawatir dana tidak benar-benar dikirim,” tegasnya.
Selain itu, para peserta juga kecewa dengan kualitas pelatihan Food & Beverage (FNB) di BG Academy yang dinilai tidak sebanding dengan biaya Rp 22,5 juta yang dikeluarkan.
Kendati demikian, pihaknya menuntut manajemen BG Academy untuk bertanggung jawab dan mengembalikan biaya yang sudah dikeluarkan. (gus)
CEO Sebut Ada Miskomunikasi
Sementara itu, CEO BG Academy, Tjok Tuty Ismayanthi mengakui sudah mendengar semua keluhan peserta dan orangtua peserta.
Dia menyebutkan jika ada miskomunikasi dari Direktur Hospitality & Cruiseline BG Academy yang sudah memundurkan diri per 21 Maret 2025.
“Kami mohon maaf jika ada informasi yang tidak disampaikan secara transparan. Kami akan bertanggung jawab terkait masalah ini, karena jujur kami baru tahu jika peserta dijanjikan semua lolos ke Australia,” ujarnya.
Diakui, Visa Australia memang tidak ada jaminan 100 persen diberikan.
Bahkan diakui penjelasan yang diberikan tidak sesuai dengan skema Australia yang ditetapkan BG Academy.
“Sebetulnya, pada SOP kami, tertulis jelas di halaman paling depan tertera dengan tanda bahwa ada klausul ‘Jika Visa Student Tidak Granted, maka ada hak-hak yang berhak di-refund pada siswa’. Ini menunjukkan, dari awal BG Academy secara transparan sudah mencantumkan kemungkinan Visa Tidak Granted (Tidak Lolos),” jelas Tjok Tuty.
Kendati demikian, BG Academy kata Tuty akan bertanggungjawab akan masalah tersebut.
Bahkan dirinya berjanji mengembalikan biaya yang telah dikeluarkan peserta.
Pihaknya juga akan bertanggung jawab atas tuntutan para peserta yang memutuskan batal lanjut program.
“Kami akan berkoordinasi dengan yayasan dan mitra di Australia untuk proses ini. Target akhir April selesai, semoga bisa cepat,” ujarnya. (gus)
Kumpulan Artikel Badung
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.