Seputar Bali
Polemik Kebijakan Koster Soal Larangan Air Kemasan Dibawah 1 Liter, Berikan Waktu Habiskan Stock
Kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Gubernur Bali soal pelarangan penjualan air minum kemasan dibawah 1 Liter mulai menuai polemik di masyarakat.
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Gubernur Bali soal pelarangan penjualan air minum kemasan dibawah 1 Liter mulai menuai polemik di masyarakat.
Mengingat banyaknya air mineral di bawah 1 liter yang masih banyak beredar di masyarakat, pemerintah memberikan waktu untuk menghabiskan stock yang dimiliki oleh pedagang.
Kepala Dinas KLH Provinsi Bali, I Made Rentin mengatakan bahwa pemerintah Provinsi Bali akan melonggarkan kebijakan dan membuka bagi pedagang yang masih memiliki stok untuk dijual habis terlebih dahulu.
“Kan ada masa peralihan. Jadi pelan tapi pasti kita berangsur edukasi mereka untuk prosesnya menghabiskan dulu,”
Baca juga: HARGA Properti Bali Naik Kisaran 7 Persen Per Tahun, NPG Perhatikan Struktur Bangunan & Keselamatan
“Setelah penghabisan itu tidak meminta stok baru untuk air kemasan di bawah 1 liter,” sambungnya.
Seluruh proses pembuatan air dalam kemasan plastik dengan ukuran dibawah 1 liter mulai dari, produksi, distributor, mendatangkan stok air minum dalam kemasan dibawah 1 liter dari luar Bali, termasuk menjual belikan produk tersebut dilarang jika berkaca pada SE Nomor 9 Tahun 2025 dilarang.
“Makna dari SE itu begitu. Kebijakan itu tidak serta merta langsung sanksi, tidak. Kita awali dengan sosialisasi dan edukasi,”
“Di dalam SE ada penetapan paling lambat 1 Januari 2026 sudah diterapkan. Artinya senggang waktu 2025 adalah masa kita untuk sosialisasi dan edukasi,” tutupnya.
Untuk kegiatan sosialisasi pada masyarakat luas mengenai penanganan sampah ini, Rentin akan memberdayakan komunitas lingkungan yang jumlahnya ratusan di Bali.
Harapannya dengan memberdayakan komunitas peduli lingkungan edukasi, sosialisasi, dan informasi yang berkaitan dengan kebijakan pengolahan sampah di Bali dapat efektif dilakukan.
Baca juga: Kasus Ulah Pati Anggota Polisi dan TNI di Bali Meningkat, Tak Ada Tanda Kekerasan, Ada Apa?

Baca juga: VIRAL! Diduga Warga Pendatang Cekcok dengan Pecalang di Desa Amed, Netizen Colek Arya Wedakarna
Menurut Koster, SE ini memuat kewajiban melestarikan ekosistem alam, manusia, dan kebudayaan Bali berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi, Atma Kerthi, Segara Kerthi, Danu Kerthi, Wana Kerthi, Jana Kerthi, dan Jagat Kerthi.
Ini sesuai visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana dalam Bali Era Baru tahun 2025-2030.
Kata Koster, Bali merupakan destinasi utama pariwisata dunia yang harus memberi kenyamanan bagi wisatawan guna mewujudkan pariwisata Bali berbasis budaya, berkualitas, dan bermartabat.
Hal ini memperhatikan kebijakan nasional tentang pencanangan Gerakan Indonesia Bersih Bebas Sampah dan pelarangan penanganan sampah dengan metode pembuangan terbuka (open dumping) di Tempat Pemrosesan Akhir dan pembuangan terbuka ke lingkungan.
"Kondisi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah di kota/kabupaten se-Bali dalam kondisi penuh sehingga pengelolaan sampah harus dikelola secara progresif dari hulu sampai hilir," jelas Koster di Halaman Depan Gedung Gajah, Jayasabha, Denpasar, Minggu 6 April 2025.
Dijelaskannya, pengelolaan sampah di Provinsi Bali belum berjalan dengan optimal, yang berdampak negatif terhadap ekosistem alam, manusia, dan kebudayaan Bali.
Sehingga sudah sangat mendesak diberlakukan kebijakan pengelolaan sampah berbasis sumber dan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai yang dituangkan dalam Surat Edaran Gubernur Bali tentang Gerakan Bali Bersih Sampah.
"Ada 6 yang menjadi fokus pemberlakuan yakni Kantor Lembaga Pemerintah dan Swasta, Desa/Kelurahan dan Desa Adat, Pelaku Usaha Hotel, Restaurant, Pusat Perbelanjaan dan Kafe, Lembaga Pendidikan, Pasar dan Tempat Ibadah," jelasnya.
Satu hal yang menjadi sorotan Koster adalah pemberlakuan di pasar-pasar.
Pengelola Pasar (PD Pasar dan Pasar Desa/Desa Adat) wajib membentuk unit pengelola sampah untuk mengelola sampah berbasis sumber dan melakukan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai di masing-masing pasar.
"Pengelola pasar wajib secara rutin mengingatkan kepada seluruh pedagang dan pengunjung pasar untuk pengelolaan sampah berbasis sumber dan tidak menggunakan plastik sekali pakai kantong plastik/kresek, sedotan plastik, styrofoam, dan produk/minuman kemasan plastik," tegasnya.
Pengelola pasar mengawasi dan melarang pedagang menyediakan kantong plastik/kresek serta wajib menyiapkan sarana-prasarana pemilahan sampah dan pedagang wajib melakukan pemilahan sampah di lapak/los masing-masing menjadi kategori organik, anorganik daur ulang, dan residu.
Melakukan pengolahan sampah organik berbasis sumber dengan pengelolaan mandiri seperti pengomposan, maggot, pakan ternak, teba modern, atau pola lain atau bekerja sama dengan pengeıoıa TPS5WTPST.
Mengelola sampah anorganik sebagai material daur ulang dengan bekerjasama dengan pihak ketiga pengumpul material anorganik atau pihak pendaur ulang sampah.
Pengangkutan sampah ke TPA hanya untuk sampah residu, pengelola pasar harus melaksanakan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai sejak Surat Edaran ini ditetapkan.
Pengelola pasar sudah harus melaksanakan pengelolaan sampah berbasis sumber paling lambat tanggal 1 Januari 2026.
"Yang belum sukses pembatasan di pasar tradisional masih sangat marak tas kresek, ini akan kita perkuat, jadi ini akan kita perkuat," sebutnya.
"Alternatif masing-masing menyediakan bahan ramah lingkungan, jaman dulu tidak ada tas kresek tidak ada yang sulit bawa tas belanja disiapkan sendiri dari rumah yang ramah lingkungan, tas kresek memudahkan tapi bikin masalah kerusakan lingkungan," beber dia. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.