Berita Bali

Mengapa Jembatan Tukad Bangkung Kerap Jadi Spot Ulah Pati di Bali? Berikut Penjelasannya

pemasangan CCTV dan pagar pengaman bukan cara untuk mencegah bundir atau ulah pati. 

Kolase Tribun Bali
dr. I Gusti Rai Putra Wiguna selaku Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Cabang Denpasar dan Jembatan Tukad Bangkung. Mengapa Jembatan Tukad Bangkung Kerap Jadi Spot Ulah Pati di Bali? Berikut Penjelasannya 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Beberapa kejadian ulah pati terjadi di Jembatan Tukad Bangkung, Jalan Catur, Plaga, Badung, Bali.

Berdasarkan data Pusat Informasi Kriminal Indonesia Polri yang menerima laporan kasus bunuh diri sepanjang 2023-2024, angka tingkat bunuh diri di Bali mencapai 3,07 atau ada 135 kasus bunuh diri di Bali yang dilaporkan. Membuat Pulau Dewata jadi Provinsi dengan kasus ulah pati paling tinggi nomor satu secara nasional. 

Lantas mengapa kasus bundir atau ulah pati kerap terjadi di Jembatan Tukad Bangkung? Apakah sebab dan faktornya? 

dr. I Gusti Rai Putra Wiguna selaku Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Cabang Denpasar memberikan penjelasannya ketika dikonfirmasi Tribun Bali melalui WhatsApp, Rabu 9 April 2025. 

Baca juga: Kegiatan Adat di Bali Dinilai Jadi Faktor Utama Seseorang Lakukan Ulah Pati, Benarkah Demikian?

“Kalau menurut saya pilihan dari bundir itu beragam sebetulnya sangat dipengaruhi oleh sosial media. Sekarang bukan hanya media mainstream tapi semua orang membagikan di sosial medianya, pembagian berita yang tidak bijaksana itu memicu juga,” jelas dr. Rai. 

Lebih lanjutnya ia menjelaskan, jika berkaca pada kasus ulah pati terakhir di Jembatan Tukad Bangkung, korban yang tinggal di Denpasar jauh-jauh ke Jembatan Tukad Bangkung untuk melakukan ulah pati

Menurutnya penyebaran berita yang sangat bebas soal nama, latar belakang, label-label yang disematkan seperti kuliah dan bekerja di mana serta motivasi ulah pati korban termasuk mengaitkan kejadiannya di mana dapat memicu copycat suicide werther effect. 

“Mungkin yang ulah pati ini orang yang pernah membaca berita sebelumnya di mana ada kejadian beberapa minggu di jembatan tersebut. Jadi informasi yang kita baca akan memicu orang-orang yang rentan melakukan upaya meniru hal itu,” bebernya. 

Penting sekali dibijaksanai dan disikapi, di satu sisi penyebaran informasi mengenai ulah pati ini dapat menjadi atensi khusus pemerintah, namun dapat juga memunculkan fenomena baru di masyarakat. 

Ketika disinggung apakah pemasangan CCTV atau pemasangan pagar pengaman di Jembatan Tukad Bangkung tepat, dr. Rai memaparkan upaya tersebut sah-sah saja. 

Namun baiknya, upaya tersebut tidak hanya difokuskan di Jembatan Tukad Bangkung saja, juga pada tempat lain harus diperhitungkan keamanannya. 

Namun, pemasangan CCTV dan pagar pengaman bukan cara untuk mencegah bundir atau ulah pati

Karena penyebab ulah pati multifaktorial maka upayanya harus kompleks juga. 

Misalnya daripada menyebarkan identitas korban ulah pati, lebih baik menyebarkan edukasi tanda dan gejala orang mau ulah pati

“Setiap orang punya kewajiban cegah bundir. Saya mengharapkan ada gerakan di mana masyarakat jadi tahu cara-cara itu sama seperti pemerintah yang masif bagaimana mencegah DBD dengan 3M ini juga seperti itu,” bebernya. 

Kasus ulah pati di tahun 2025, setiap bulannya ditemukan 2 sampai 3 orang. 

dr. Rai menprediksi kurang lebih trennya akan sama dengan tahun 2024 kemarin, di mana terdapat 10 kasus ulah pati per bulannya. 

Kumpulan Artikel Bali

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved