Breaking News

Berita Bali

Terpidana Tipikor Bendesa Adat Berawa Bali Ajukan PK, Kuasa Hukum Sebut Kembalikan Marwah Desa Adat

dalam putusan Majelis Hakim Tipikor dengan terpidana Riana, majelis hakim menilai bahwa Bendesa Adat adalah pegawai negeri.

istimewa
Sidang pengajuan permohonan PK Terpidana Tipikor Bendesa Adat Berawa di PN Denpasar, pada Selasa 8 Aptil 2025. Terpidana Tipikor Bendesa Adat Berawa Bali Ajukan PK, Kuasa Hukum Sebut Kembalikan Marwah Desa Adat 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Terpidana kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bendesa Adat Berawa, Badung, I Ketut Riana, mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Majelis Hakim.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan pidana empat tahun dan denda Rp 200 juta terhadap I Ketut Riana. 

Kuasa Hukum Terpidana menjelaskan PK ini mengusung misi yang lebih besar.

PK ini dinilai mengembalikan marwah dari desa adat sendiri yang merupakan lembaga otonomi sesuai UUD 1945.

Baca juga: Kasus Korupsi Segera Disidangkan, Perbekel Dawan Kaler Non Aktif Diadili di Pengadilan Tipikor

"Kami melihat adanya pertimbangan yang tidak dipertimbangkan hakim," kata I Nyoman Widana Rahayu didampingi Kadek Cita Ardana Yudi selaku kuasa hukum terpidana, di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Selasa 8 April 2025. 

Dijelaskannya, dalam Pasal 263 KUHP yang mengatur bahwa permohonan peninjauan kembali (PK), di sana adanya kekhilafan hakim menjadi salah satu hak terpidana dalam mengajukan peninjauan kembali.

Paling penting, kata dia, pihaknya ingin menyelamatkan desa adat. 

"Desa adat sudah diakui secara konstitusional di Undang-Undang Dasar dan berbeda dengan struktur pemerintahan di Indonesia. Bisa dibayangkan dari putusan ini bisa menyamakan desa adat dengan otentik sendiri dengan pemerintahan, Bali akan berantakan," terangnya. 

Artinya, dalam putusan Majelis Hakim Tipikor dengan terpidana Riana, majelis hakim menilai bahwa Bendesa Adat adalah pegawai negeri.

"Dalam konteks mempertahankan desa adat menjadi anomali karena semua pihak bisa dijerat pasal korupsi. Kita tidak membela kejahatan tapi prosedurnya. Kalau terjadi penyelewengan bisa dilakukan di pidana umum, bukan khusus seperti Tipikor ini," tukasnya.

Demikian, untuk sidang pembacaan Permohonan PK di PN Denpasar ditunda karena terpidana belum bisa dihadirkan. Sidang rencananya kembali digelar pada Senin 14 April 2025.

Untuk diketahui,  dalam sidang vonis I Ketut Riana dijerat Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. 

“Menyatakan terdakwa I Ketut Riana terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut," ujar majelis hakim saat membacakan amar putusan.

"Menjatuhkan pidana penjara selama 4 tahun dan denda sejumlah Rp 200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan,” lanjutnya.

Majelis menyatakan unsur-unsur dalam dakwaan terbukti, termasuk status Ketut Riana sebagai penyelenggara negara karena menerima insentif dari APBD Badung dan Pemprov Bali

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved