SE Gubernur Bali
Kebijakan Larangan Jual Air Kemasan Di Bawah 1 Liter, Gubernur Bali Tanggapi Keberatan Pengusaha
Menurut Artha, regulasi terbaru ini seolah menganggap produsen air kemasan yang menjadi penyebab munculnya sampah plastik.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Kebijakan larangan memproduksi air minum dalam kemasan (AMDK) di bawah ukuran 1 liter sesuai dengan SE Nomor 9 Tahun 2025, menuai rasa keberatan dari para pengusaha AMDK.
Tanggapi rasa keberatan pengusaha, Gubernur Bali, Wayan Koster mengatakan akan tetap menjalankan kebijakan tersebut, sebab Bali sudah dinilai darurat sampah plastik.
“Ya keberatan saja silakan. Tetap akan jalan (kebijakan SE Nomor 9 Tahun 2025). Ya kalau kurang dari 1 liter bikin yang lebih dari itu,” jelasnya saat ditemui di Wiswa Sabha, Kamis 10 April 2025.
Jika pengusaha AMDK ditemukan tetap memproduksi air kemasan di bawah ukuran 1 liter maka Koster dengan tegas akan meninjau ulang atau mencabut izin usaha.
Baca juga: Polemik Kebijakan Koster Soal Larangan Air Kemasan Dibawah 1 Liter, Berikan Waktu Habiskan Stock
“Izin tidak akan diberikan,” imbuhnya.
Pengusaha juga diminta agar menyiapkan produksi AMDK di atas 1 liter saja.
“Mau Bali ini bersih jalankan SE (9 Tahun 2025) itu jangan neko-neko,” tutupnya.
Sebelumnya, larangan peredaran air minum kemasan plastik berukuran di bawah 1 liter, menuai protes dari kalangan produsen.
Pihak produsen menilai Gubernur harusnya berlaku adil.
Sebab kemasan plastik tidak hanya digunakan pada air kemasan, namun juga produk lainnya.
Hal tersebut diungkapkan Direktur PT Tirta Mumbul Jaya Abadi (Yeh Buleleng), Nyoman Artha Widnyana.
Dikatakan jika pihak dia akan menuruti regulasi yang ada.
Asalkan dalam pembuatan regulasi itu pemerintah harus berpikir holistik.
"Artinya dagangan-dagangan di minimarket asal berbungkus plastik juga tidak boleh (beredar). Jadi harus sama rata, itu baru adil namanya," ucap dia saat dikonfirmasi, Senin 7 April 2025.
Menurut Artha, regulasi terbaru ini seolah menganggap produsen air kemasan yang menjadi penyebab munculnya sampah plastik.
Padahal realitanya, produk yang dijual menggunakan kemasan plastik di minimarket, tidak terbatas pada air minum saja.
Beberapa produk seperti minyak goreng, gula, kopi, permen, minuman, hingga snack juga menggunakan kemasan plastik.
Sehingga jika mengacu pada regulasi yang ada, semestinya juga dilarang beredar.
"Seakan-akan kami saja di air kemasan yang membuat sampah. Padahal justru bahwa plastik kami bisa didaur ulang. Sedangkan bungkus makanan di minimarket tidak bisa didaur ulang," katanya.
Artha menyayangkan dalam pembuatan regulasi tersebut tidak melibatkan pihak produsen air kemasan.
"Katanya tanggal 11 April akan dipanggil. Tapi dia bikin regulasi dulu baru memanggil. Semestinya kan dipanggil dulu untuk komunikasi," ucapnya.
Kendati ada rencana Gubernur Bali akan memanggil seluruh produsen air minum kemasan, Artha mengatakan Perkumpulan Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN) Bali sudah mulai bergerak.
ASPADIN ingin bertemu dengan Gubernur Wayan Koster sebelum hari yang ditentukan.
"Tapi feeling saya akan sulit. Karena edaran sudah terlanjut dibuat. Mau ditarik atau dibatalkan sulit sepertinya," imbuh dia.
Lantas disinggung mengenai inovasi ke depan apabila edaran ini tetap dilanjutkan, Artha mengaku pihaknya sudah berpikir untuk memproduksi minuman dengan botol kaca.
Namun untuk jangka pendek, pihaknya lebih fokus ke penjualan air minum kemasan galon.
Sebab air minum ukuran kemasan 1,5 liter cenderung jarang diminati.
"1.500 mililiter itu kecuali atlet-atlet saat bertanding, cenderung jarang dibeli. Yang banyak dibeli ukuran tanggung (600 mililiter) dan ukuran kecil (300 mililiter). Begitu pun dengan kemasan gelas juga banyak diminati," ucapnya.
Kata Artha, penjualan Yeh Buleleng sempat anjlok. Hingga ada aturan dari Penjabat Bupati Buleleng, Ketut Lihadnyana, untuk menggunakan produk lokal.
Sehingga produk BUMD asli Buleleng ini bisa kembali bangkit.
"Namun begitu ada edaran penggunaan tumbler, akhirnya penjualan air kemasan dalam botol khususnya di catering langsung anjlok. Sedangkan penjualan di masyarakat masih ada. Biasanya digunakan untuk upacara adat," katanya.
Untuk diketahui, protes dari kalangan produsen ini mengacu pada Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 9 tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah, yang disampaikan langsung oleh Gubernur Bali Wayan Koster saat konferensi pers di Jayasabha, Denpasar, pada Minggu 6 April 2025.
Salah satu poin dari SE tersebut yakni melarang produsen air mineral untuk memproduksi kemasan plastik berukuran di bawah satu liter.
Kumpulan Artikel Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.