Berita Bali
PHK Di Mana-mana, Aliansi Perjuangan Rakyat Bali Datangi DPRD, Tuntut Hapus Sistem Outsourcing
Alih-alih didukung, banyak serikat buruh justru menghadapi pemberangusan, intimidasi, bahkan kriminalisasi terhadap pengurus dan anggotanya.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Upaya pembentukan Forum Multi Stakeholder untuk perlindungan pekerja perikanan juga belum dilegitimasi secara resmi, padahal forum ini sangat penting untuk menyusun strategi perlindungan yang konkret dan kolaboratif.
“Di sisi lain, tumpang tindih regulasi nasional yang belum diharmonisasi melalui kebijakan daerah menyulitkan pengawasan terhadap perjanjian kerja laut, proses perekrutan, dan mekanisme pengawasan di sektor perikanan,” kata Koordinator Audiensi Aliansi Perjuangan Rakyat Bali, Ida Bagus Bujangga Pidada.
Pidada menjelaskan, situasi ketenagakerjaan di Provinsi Bali saat ini menunjukkan kemunduran serius dalam perlindungan hak-hak pekerja.
Di tengah maraknya kasus PHK sepihak, sistem kerja kontrak berkepanjangan (kontrak abadi), dan lemahnya jaminan status kerja tetap, keberadaan pengawasan ketenagakerjaan di daerah justru sangat terbatas.
“Hanya ada segelintir pengawas yang bertanggung jawab terhadap ribuan perusahaan, yang menyebabkan pelanggaran hak normatif seperti jam kerja berlebih, ketidakpastian pengupahan, hingga pelanggaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tidak ditindak secara memadai,” jelasnya.
Selain itu, APRB mendesak Gubernur dan DPRD Provinsi Bali untuk menghormati, melindungi, dan menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan berpendapat, serta menjamin kebebasan pers.
Siapapun tidak boleh menghalangi kerja-kerja jurnalistik dalam melakukan peliputan dan pencarian informasi, serta wajib menghentikan segala bentuk intimidasi terhadap jurnalis.
Juga menuntut Gubernur Provinsi Bali untuk menetapkan Upah Minimum Sektoral bagi sektor industri perikanan tangkap dalam Surat Keputusan Gubernur Bali Tahun 2025, sebagai bentuk pengakuan dan perlindungan terhadap kerja yang rentan dan berisiko tinggi terhadap praktik eksploitasi yang selama ini dialami oleh para pekerja di sektor tersebut.
Kemudian, APRB juga mendesak Gubernur Provinsi Bali untuk segera melegitimasi Surat Keputusan Gubernur Bali terkait Forum Multi stakeholder Daerah Perlindungan Pekerja Perikanan Provinsi Bali, agar dapat menjadi wadah kolaboratif bagi seluruh Stakeholder yang terlibat dalam upaya memberikan arah strategi perlindungan pekerja perikanan di Provinsi Bali.
Tuntutan lain, menuntut Gubernur dan DPRD Provinsi Bali untuk segera merancang dan menetapkan Peraturan Daerah terkait dengan perlindungan bagi Pekerja Perikanan, untuk dapat mengharmonisasi regulasi yang tumpang tindih pada Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Perhubungan, dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan terkait dengan mekanisme perekrutan, pengaturan perjanjian kerja laut, dan mekanisme pengawasannya.
APRB juga menuntut Gubernur Provinsi Bali untuk mendesak Dinas Tenaga Kerja kota/kabupaten agar secara intensif dan berkelanjutan melakukan sosialisasi menyeluruh kepada seluruh perusahaan dan pekerja mengenai norma-norma ketenagakerjaan secara komprehensif, termasuk penyebarluasan informasi mengenai mekanisme pelaporan online yang telah tersedia.
Selain itu, menuntut agar dilakukan proses verifikasi yang ketat dan transparan terhadap setiap Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja yang diajukan ke Dinas Tenaga Kerja di seluruh wilayah Bali, guna memastikan kesesuaiannya dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak-hak dasar pekerja.
Mereka juga mendesak Gubernur Provinsi Bali untuk segera merancang dan menetapkan Peraturan Gubernur mengenai Penyediaan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan di tempat kerja, dengan merujuk ketentuan dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 1 Tahun 2020.
Peraturan ini diperlukan untuk memastikan bahwa setiap perusahaan di Bali menyediakan fasilitas perlindungan yang layak, sebagai bentuk pemenuhan hak dan perlindungan khusus bagi pekerja Perempuan.
Kemudian menuntut Gubernur Provinsi Bali untuk mendesak Dinas Tenaga Kerja kota/kabupaten dan Satuan Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi untuk bertindak tegas terhadap keberadaan tenaga kerja asing ilegal, serta mengutamakan perlindungan dan pemberdayaan tenaga kerja lokal melalui pengawasan ketat terhadap praktik perekrutan tenaga kerja asing yang melanggar hukum.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.