Berita Badung

FINNS RC PHK 157 Karyawan, Manajemen Sebut Alih Fokus ke Usaha Resort, FSPM dan SPSI Minta Ini!

Proses pembangunan alih bisnis ini menurutnya menghabiskan waktu dua tahun. Sehingga pihak perusahaan terpaksa melakukan PHK massal.

ISTIMEWA
VERIFIKASI – Kepala Disperinaker Badung, I Putu Eka Merthawan saat melakukan verifikasi terkait PHK karyawan ke lokasi perusahaan FINNS Recreation Club, Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, pada Senin (23/6). 

TRIBUN-BALI.COM  – Keputusan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menghantui pekerja sektor pariwisata di Kabupaten Badung.

Sebelumnya PT Coca Cola Bottling Indonesia yang berlokasi di Desa Werdi Bhuwana, Kecamatan Mengwi, Badung melakukan PHK kepada puluhan karyawannya.

Kini perusahaan FINNS Recreation Club (RC) yang berlokasi di Canggu, Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung melakukan PHK massal. Tercatat ada 157 karyawannya yang di-PHK pada Juni 2025 ini. PHK disebabkan karena ada perubahan bisnis dari pihak manajemen Finns RC.

Direktur PT. Bali Mitra Internasional (FINNS Recreation Club), I Wayan Wirawan didampingi HR Manager PT. Bali Mitra Internasional (FINNS Recreation Club), I Kadek Kharisna Gamentra menjelaskan jika kebijakan PHK dilakukan seiring dengan adanya perubahan strategi bisnis perusahaan. Dijelaskan sebelumnya perusahaan berfokus pada sektor rekreasi kini beralih menjadi usaha resort. 

Proses pembangunan alih bisnis ini menurutnya menghabiskan waktu dua tahun. Sehingga pihak perusahaan terpaksa melakukan PHK massal.

Kendati demikian, FINNS Recreation Club telah menawarkan beberapa opsi sebelum melakukan PHK ke pekerja yang terkena PHK.

Menurutnya dari sejumlah opsi tersebut, sebagian besar pekerja memilih PHK yang jumlahnya 157 orang. “Para pekerja ini memilih berhenti bekerja untuk beralih menjalankan usaha sendiri,” ujarnya. 

Diakui, 157 karyawan yang di-PHK terdiri dari 98 karyawan tetap, 16 orang pensiun dini dan 43 orang karyawan kontrak. 

Baca juga: POLISI Amankan Penguburan Komang Alam, Korban Penusukan Tajen Maut di Songan Kintamani Bangli

Baca juga: NEKAT Ulang Kesalahan, Eva Divonis 8 Tahun Penjara, Gara-gara Kembali Jadi Kurir Narkoba


VERIFIKASI – Kepala Disperinaker Badung, I Putu Eka Merthawan saat melakukan verifikasi terkait PHK karyawan ke lokasi perusahaan FINNS Recreation Club, Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, pada Senin (23/6).
VERIFIKASI – Kepala Disperinaker Badung, I Putu Eka Merthawan saat melakukan verifikasi terkait PHK karyawan ke lokasi perusahaan FINNS Recreation Club, Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, pada Senin (23/6). (ISTIMEWA)


Wirawan menegaskan saat ini, seluruh hak-hak pekerja sebagaimana tercantum dalam perjanjian bersama telah diterima sepenuhnya oleh para pekerja.

Diakui FINNS Recreation Club pada awalnya memiliki 285 tenaga kerja. Dari jumlah tersebut, yang masih bekerja sebanyak 94 orang dan sebanyak 34 orang dipindahkan ke unit usaha yang berlokasi di Tibubeneng, Kuta Utara. 

Langkah manajemen FINNS Recreation Club melakukan PHK terhadap 157 karyawannya mendapat sorotan dari kalangan serikat pekerja di Bali.

Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Regional Bali dan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Bali menyesalkan kebijakan tersebut dan mendesak perusahaan untuk tetap memenuhi seluruh hak pekerja.

Sekretaris FSPM Regional Bali, Ida Dewa Made Rai Budi Darsana menilai PHK bukanlah solusi yang adil atas perubahan strategi bisnis perusahaan.

Ia menegaskan, alih bisnis seharusnya tidak otomatis diikuti dengan PHK, melainkan bisa disikapi dengan pemindahan tenaga kerja ke sektor usaha baru.

“Sangat disayangkan jika peralihan bisnis harus berujung pada PHK. Padahal bisa saja para pekerja diajak duduk bersama untuk mencari solusi terbaik. PHK seharusnya menjadi pilihan terakhir setelah seluruh jalur dialog dan negosiasi tidak membuahkan hasil,” tegasnya, Senin (23/6).

Darsana juga mengingatkan bahwa di balik 157 pekerja yang di-PHK, terdapat tanggungan keluarga yang ikut terdampak. Ia mendorong agar perusahaan bersikap lebih bijak dan mempertimbangkan keberlangsungan hidup para pekerjanya, apalagi mereka telah mengabdi kepada perusahaan tersebut.

“Kalau peralihan dan membutuhkan waktu, bisa dengan jalan merumahkan, bukan PHK,” paparnya.
Baginya apa yang dilakukan FINNS Recreation Club tidak adil bagi pekerja. Dan hal itu seharusnya menjadi perhatian serius Dinas Tenaga Kerja. “Mudah-mudahan Dinas Tenaga Kerja melakukan pembinaan pada perusahaan dan pekerjanya agar tidak ada pihak yang dirugikan,” paparnya.

Sementara itu, Ketua SPSI Bali, I Wayan Madra menegaskan, pentingnya kehadiran serikat pekerja di setiap perusahaan sebagai wadah kontrol pelaksanaan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Ia mengaku tidak memiliki informasi detail mengenai kasus PHK di FINNS Recreation Club karena para pekerjanya tidak tergabung dalam SPSI.

“Kalau mereka ada di bawah naungan serikat, tentu kami bisa memantau dan mendampingi. Tetapi kami selalu sampaikan ke pemerintah, penting agar serikat pekerja hadir di setiap perusahaan. Serikat berfungsi tidak hanya memperjuangkan hak, tapi juga memastikan prosedur hukum dipatuhi,” ujarnya.

Madra menyebut PHK tidak boleh dilakukan sepihak oleh pengusaha. Harus ada mekanisme bipartit dan tripartit sesuai regulasi.  Ia pun mendesak agar pemerintah melakukan pembinaan serta memastikan seluruh hak pekerja yang di-PHK benar-benar diberikan.

“Kalau PHK sudah terjadi, yang terpenting sekarang adalah memastikan hak-haknya dipenuhi. Jangan sampai ada pengabaian kewajiban,” ujarnya.

Madra juga mendorong agar pekerja lebih sadar pentingnya berserikat agar memiliki perlindungan lebih kuat. Dirinya menilai bahwa pekerja semakin dilemahkan oleh aturan yang dibuat oleh DPR.

Apalagi menurutnya banyak dari anggota DPR yang juga pengusaha sehingga membuat aturan yang menguntungkan pengusaha. 

“Beda dengan di Jepang. Kalau sudah bekerja di sebuah perusahaan, mereka sudah otomatis masuk ke dalam serikat,” paparnya.

Di sisi lain, Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Kabupaten Badung melakukan verifikasi ke lokasi perusahaan FINNS Recreation Club pada Senin (23/6). Hal itu dilakukan untuk melakukan verifikasi terhadap laporan terkait PHK massal tersebut.

Kepala Disperinaker Badung, I Putu Eka Merthawan mengatakan, langkah ini merupakan bentuk respon cepat dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung melalui Disperinaker untuk memastikan proses PHK telah berjalan sesuai ketentuan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UndangUndang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja.

“Sebenarnya kami sangat menyayangkan dan menyampaikan keprihatinan mendalam atas situasi yang menimpa para pekerja. Disperinaker Badung akan terus mengedepankan pendekatan dialog sosial dan penyelesaian yang adil antara manajemen dan pekerja, guna memastikan seluruh hak-hak ketenagakerjaan tetap terlindungi,” ucapnya.

Ia menegaskan, Disperinaker akan terus melakukan pengawasan yang ketat, pendampingan dan memfasilitasi komunikasi antara perusahaan dan pekerja terdampak. Selain itu mengawasi secara periodik proses PHK agar sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

“Kami sangat berharap apabila FINNS Resort dibuka kembali dalam dua tahun mendatang, manajemen diharapkan memprioritaskan 157 pekerja yang terdampak PHK untuk dipekerjakan kembali,” jelasnya.

Lebih lanjut pihaknya mengimbau kepada seluruh perusahaan yang sedang melalui masa sulit agar lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan dan sebisa mungkin menghindari terjadinya PHK.

Berdasarkan data yang terhimpun, setidaknya terdapat 117 karyawan yang terdampak PHK selama periode Januari hingga Mei 2025. Angka tersebut terus meningkat dengan adanya PHK karyawan PT Coca cola dan FINNS Recreation Club. Jika digabungkan sudah ada 344 karyawan di Badung yang di-PHK.

“Iya kalau dihitung segitu jumlahnya. Tetapi itu hanya yang melapor resmi ke kami. Dari data BPJS, jumlahnya sudah melampaui itu. Artinya, ada indikasi PHK yang tidak tercatat secara formal,” imbuh Eka Merthawan. (gus/sup) 

Pariwisata Badung dan Bali Stabil

Sementara itu, tingginya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Badung menjadi perhatian serius Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Badung.

Pasalnya, kasus PHK justru terjadi saat jumlah kunjungan wisatawan sedang ramai-ramainya atau momentum libur sekolah. DPRD Badung pun berencana memanggil instansi terkait seperti Dinas Pariwisata dan Dinas Tenaga Kerja (Disperinaker) untuk menelusuri kebenaran gelombang PHK ini.

Ketua DPRD Badung I Gusti Anom Gumanti mengaku sudah mendengar adanya PHK ini. Hanya saja pihaknya tidak tahu pasti sebab hingga terjadinya PHK yang begitu besar. Menurut dia tingginya gelombang PHK ini cukup aneh. Pasalnya, kondisi pariwisata Badung dan Bali saat ini serasa cukup stabil.

“Tingkat kunjungan wisatawan tergolong lumayan. Jadi, sangat aneh apabila industri pariwisata sekelas hotel berbintang, akomodasi yang lain serta tempat hiburan sampai melakukan pengurangan karyawan,” ucapnya.

Politisi PDIP Dapil Kuta ini mengaku sangat menyayangkan terjadinya ratusan PHK ini. Karena besarnya angka PHK ini terjadi dalam kurun waktu yang singkat.

Menyikapi kondisi ini, Anom Gumanti mengaku akan segera memanggil organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait seperti Dinas Pariwisata dan Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja untuk bersama-sama membahas masalah ini.

“Saya selaku ketua DPRD akan mengundang, di mana masalahnya? Apakah mungkin, seperti yang selama ini orang tuding, wisatawan tidak tinggal di hotel. Lantas tinggal di mana? Apa mumgkin karena itu,” ucapnya.

Menurut Anom Gumanti benang kusut pariwisata yang berimbas pada PHK ini harus segera dibedah agar pemerintah bisa mencarikan solusi. “Ini perlu dibahas agar kita bisa menyimpulkan langkah-langkah apa yang perlu diambil,” kata dia. 

Sebelumnya Dinas Ketenagakerjaan ESDM Provinsi Bali mencatat terdapat 100 pekerja pariwisata di Badung mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) selama kurun waktu tahun 2025.

“Di Bali ketika ada PHK satu saja itu masalah, karena pariwisata sedang menggeliat naik okupansi juga cukup tinggi kalau sampai ada PHK menjadi sebuah anomali,” jelas Kepala Dinas Ketenagakerjaan ESDM Provinsi Bali, Ida Bagus Setiawan saat ditemui di Audiensi Aliansi Perjuangan Rakyat Bali di DPRD Bali, Selasa (10/6). 

Sejumlah 100 pekerja pariwisata tersebut umumnya bekerja di hotel dan restoran. Lebih lanjutnya, ia mengatakan, meskipun terdapat kebijakan dari Mendagri bahwa daerah sudah boleh mengadakan meeting atau rapat di hotel, namun kembali lagi apakah hal tersebut sudah dianggarkan karena hal tersebut tidak bisa dianggarkan seketika mungkin di perubahan. 

“Tetapi yang tidak tercatat ini juga menjadi PR berapa banyak ini kita akan coba dengan kabupaten kota yang memiliki wilayah yang memiliki masyarakat dari komisi empat menyampaikan untuk melakukan inventarisir atau melakukan pengecekan kemudian cross check lainnya dengan BPJS ketenagakerjaan,” imbuhnya. 

Gus Setiawan menilai, PHK terjadi sebab dampak dari ekonomi global yang terjadi sekarang ini. Hal ini diakuinya tidak bisa diselesaikan dengan satu pintu saja, namun ada pengkajian sebab di Bali untuk program-program seperti padat karya masih minim karena mengandalkan sektor pariwisata.

“Tetapi pemerintah mencoba dari berbagai aspek seperti sektor pertanian, kemudian di sektor energi itu kita coba seberapa optimal,” bebernya. 

Menurutnya, jika dilihat dari aktivitas ekonomi saat ini semestinya ada peluang kerja lain yang tidak hanya di sektor pariwisata, namun masyarakat lebih memilih di hospitality, padahal lowongan kerja lainnya masih banyak yang bisa membuka peluang kerja. (gus/sar)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved