Viral di Bali
Viral di Bali Sepekan: Aksi Ekstrem WNA di Air Terjun - Bayi 3 Bulan Meninggal Diduga Overdosis
Dalam sepekan terjadi beberapa peristiwa viral di media sosial. Salah satunya yakni Warga Negara Asing yang nekat
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Dalam sepekan terjadi beberapa peristiwa viral di media sosial.
Salah satunya yakni Warga Negara Asing yang nekat melakukan aksi ekstrem di Air Terjun Sekumpul, Kecamatan Sekawan, Buleleng, Bali.
Pria tersebut melakukan aksi akrobatik dengan berjalan di seutas tali (slackline walking) yang membentang di ketinggian.
Unggahan videonya pun viral.
Video tersebut awalnya diunggah oleh akun Kadek Lina melalui media sosial tiktok miliknya @kadeklina2 pada Senin (4/8/2025).
Baca juga: Kronologi Mobil Pengangkut Tabung Gas LPG Dikejar-kejar Warga di Denpasar, Videonya Viral
Hingga akhirnya video tersebut diunggah ulang oleh akun infobali.viral melalui akun Instagram.
Pada video berdurasi 34 detik itu, terlihat seorang pria dewasa berjalan di seutas tali, yang membentang di ketinggian dengan latar belakang air terjun sekumpul.
Sayup-sayup terdengar suara warga lokal sembari menonton aksi yang dilakukan pria itu.
Hingga tak berselang lama, momen menegangkan terjadi.
Pria yang diduga warga negara asing (WNA) itu hilang keseimbangan dan terjatuh dari tali.
Sontak warga yang menonton kaget. Namun beruntung, WNA tersebut menggunakan perangkat keselamatan.
Kepala Dinas Pariwisata Buleleng, Gede Dody Sukma Oktiva Askara membenarkan aksi tersebut dilakukan di Air Terjun Sekumpul.
Ia mengatakan, setelah menerima informasi kegiatan slackline pihaknya di Dinas Pariwisata bersama Imigrasi Singaraja dan Satpol PP, menelusuri warga asing yang melakukan atraksi tersebut pada Rabu (6/7/2025).
"Kami menindaklanjuti laporan adanya kegiatan ekstrem di Air Terjun Sekumpul, untuk memastikan apakah atraksi slackline tersebut telah memiliki izin resmi atau tidak," ujar dia Rabu (6/7/2025).
Dari hasil penelusuran diketahui jika aksi tersebut merupakan inisiatif WNA, yang menginap di salah satu homestay milik warga setempat.
Sayangnya informasi mengenai WNA tersebut tidak ada.
Sebab pihak homestay tidak mendokumentasikan foto paspor dan sebagainya.
"Makanya imigrasi tadi mengedukasi pihak homestay agar ke depan menggunakan sistem informasi atau Aplikasi Pelaporan Orang Asing (APOA)," ujarnya.
Dikatakan pula, total ada 12 WNA yang menginap di homestay.
Mereka juga membawa peralatan untuk melakukan slackline.
Lanjut Dody, para WNA itu sempat mengutarakan niatnya melakukan slackline ke pemilik homestay.
Pihak homestay kemudian berkoordinasi dengan pengelola air terjun dan perbekel.
"Mereka sempat menunjukkan lisensi yang dimiliki. Dari pihak desa dikira mereka akan melakukan canyoning. Kalau canyoning kan sudah biasa dilakukan di seputaran Gitgit ataupun Sambangan," ucapnya.
Namun baru dua orang WNA melakukan slackline, atraksi itu akhirnya dihentikan oleh Bhabinkamtibmas setempat karena dinilai terlalu berbahaya.
Dody bersyukur aktivitas ini tidak menyebabkan kecelakaan.
Ia juga menilai kegiatan yang dilakukan para WNA itu justru menambah popularitas pariwisata di Buleleng.
"Walau demikian kami tetap tidak merekomendasikan kegiatan tersebut, karena beberapa hal. Terutama kami tidak menjual jasa layanan ekstrem seperti itu."
"Selain juga di wilayah sekitar ada pura yang notabene tempat suci, sehingga tidak cocok dengan aktivitas seperti itu," tandasnya.
Selain itu, peristiwa tragis juga menghebohkan media sosial, seorang bayi perempuan berusia 3 bulan meninggal dunia di Gianyar.
Bayi malang ini harus menghembuskan napas terakhir di RSUD Sanjiwani, Gianyar, Rabu (6/8/2025).
Diketahui bayi tersebut merupakan anak warga asal Banjar Kelusu, Desa Pejeng Kangin, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar.
Berdasarkan data yang dihimpun Tribun Bali, Jumat (8/8/2025) seperti yang dibagikan akun, Ezra Wisqey kejadian tersebut bermula saat bayi tersebut dibawa ke IGD RS Gianyar pada malam hari karena demam tinggi.
Setelah pemeriksaan, bayi tersebut diberikan obat lewat anus dan pukul 01.00 diminta pulang dan menunggu hasil observasi dari reaksi obat tersebut.
Bayi tersebut juga diberikan obat paracetamol dan diminta datang kembali saat 3 hari dari hari terhitung bayi mulai demam.
Pada 5 Agustus 2025, bayi tersebut dibawa ke RS Gianyar lagi karena demam tinggi.
Setelah pemeriksaan, bayi tersebut diinfus dan diberikan obat paracetamol dan ranitidine.
Kondisi bayi membaik dan bisa tertawa saat diajak komunikasi.
Namun, setelah diberikan antibiotik, bayi tersebut menangis histeris dan keluarga khawatir dengan resep obat yang digunakan.
Petugas penjaga hanya memeriksa kondisi pampers dan menyarankan memberikan minyak angin di bagian bokong.
Pada tanggal 6 Agustus 2025, bayi tersebut kembali demam dan diberikan obat lagi.
Setelah obat tersebut dimasukkan, bayi tersebut menangis histeris kembali. Sekitar pukul 12.00, bayi tersebut bisa tenang dan tertidur.
Puncaknya saat seorang suster datang dengan membawa obat decease.
Setelah obat tersebut dimasukkan, bayi tersebut kaget dan mukanya langsung menghitam.
Istri keluarga tersebut histeris dan memeluknya.
Keluarga tersebut sangat menyayangkan tidak ada dokter spesialis yang standby dan hanya ada dokter penjaga.
Setelah dua jam penanganan dengan banyak mekanisme, bayi tersebut tidak tertolong dan meninggal dunia.
Pihak keluarga meminta agar hal ini dapat dibantu dan diteruskan ke pihak RS untuk pertanggungjawaban dan tindakan tegas terhadap orang yang telah melakukan kelalaian medis.
Keluarga tersebut menyayangkan bahwa sebelum injeksi obat, tidak ada pemeriksaan suhu, detak jantung, dan kondisi fisik.
Suhu terakhir yang dicek dengan termometer pribadi menunjukkan 36,7°C.
Petugas yang memberikan obat terakhir kali adalah seorang training yang ditugaskan tanpa pendamping.
Keluarga tersebut meminta keadilan dan tindakan tegas terhadap pihak RS.
Wadir Umum RSUD Sanjiwani, Putu Awan Saputra saat dikonfirmasi, Jumat (8/8) tak membantah bayi tersebut meninggal di RS Sanjiwani.
Namun pihaknya belum bisa memberikan keterangan terkait kasus tersebut.
“Nanti kami rilis hal ini, masih dilaporkan ke pimpinan,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Gianyar Dewa Gde Alit Mudiarta ikut belasungkawa atas meninggalnya bayi perempuan yang baru menginjak usia 3 bulan di RSUD Sanjiwani Gianyar.
Dewa Alit mengatakan, pelayanan telah dilakukan dengan maksimal sesuai dengan SOP yang ada, namun bayi tersebut tidak bisa diselamatkan.
“Dengan rasa sedih, turut berduka cita yang mendalam dan prihatin, saya mewakili manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani dan Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar ingin menyampaikan permakluman tentang proses layanan di rumah sakit dan turut berduka cita atas meninggalnya pasien kami NKAMP, pada tanggal 6 Agustus 2025, di RSUD Sanjiwani,” kata Dewa Alit, Jumat (8/8).
Sekda Dewa Alit berkomitmen akan terus meningkatkan kualitas pelayanan di RSUD Sanjiwani Gianyar, serta mengucap terima kasih atas kepercayaan masyarakat Gianyar kepada RSUD Sanjiwani Gianyar.
Terpisah, orangtua korban, Wayan Eka Saputra mengatakan, pada saat lahir, anaknya tersebut terlahir normal, dan dirinya sangat bahagia atas kelahiran anak tersebut.
“Anak lahir normal. Saya punya anak, waktu melahirkan senangnya bukan main,” ujarnya.
Terkait statement di media sosial, Eka menegaskan dirinya tidak ingin membuat situasi keruh.
Namun untuk mengingatkan rumah sakit agar meningkatkan pelayanan, supaya tidak ada orangtua yang mengalami kejadian seperti dirinya.
Pihaknya juga tidak menuntut kejadian ini secara hukum. Sebab dirinya telah mengikhlaskan.
“Saya sudah mengikhlaskan, dan saya percaya pada karma, kalau ini riil kecelakaan yang dilakukan oleh rumah sakit, biarlah karma yang akan membalas,” kata dia. (*)
Berita lainnya di Viral di Bali

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.