Berita Bali
PU Fraksi Gerindra-PSI Sebut Kata "Adhyaksa" Labeli Kejaksaan, Ini Jawaban Koster
Penggunaan kata Adhyaksa disorot oleh Fraksi Gerindra-PSI DPRD Bali saat Rapat Paripurna pandangan umum fraksi-fraksi DPRD
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR — Penggunaan kata Adhyaksa disorot oleh Fraksi Gerindra-PSI DPRD Bali saat Rapat Paripurna pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Provinsi Bali, Senin 11 Agustus 2025.
Dalam pandangan umum Fraksi Gerindra-PSI yang dibacakan langsung oleh Ketua Fraksi Gede Harja Astawa menyoroti penggunaan kata “Adhyaksa” pada judul Raperda ini yang dinilai sudah menjadi brand lembaga kejaksaan.
Baca juga: KASUS Adat Tak Lagi Ditangani Polisi & Kejaksaan, Perda Bale Kertha Juga Berlaku untuk Non Hindu
Untuk itu, perlu dikaji kembali dan dipertimbangkan dengan pilihan yang lebih bijaksana dan lebih netral.
Menurutnya, penggunaan kata tersebut seperti pisau bermata dua jika pada tataran implementatif hasilnya tidak baik atau setidaknya tidak sesuai dengan harapan penggagas.
Gubernur Bali, Wayan Koster menjawab pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Provinsi Bali terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Bale Kerta Adhyaksa, dalam Rapat Paripurna ke-32 DPRD Provinsi Bali, di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Selasa 12 Agustus 2025.
Baca juga: Masalah Adat Tak Ditangani Polisi dan Kejaksaan, DPRD Bali Kebut Raperda Bale Kertha Adhyaksa
Terhadap pandangan Fraksi Gerindra-PSI terkait penggunaan kata "Adhyaksa", Gubernur Koster menjelaskan bahwa kata Adhyaksa dalam bahasa Sansekerta berarti pengawas atau hakim tertinggi.
Adhyaksa dalam hal ini tidak hanya identik dengan kejaksaan tetapi sebagai representasi nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan kebijaksanaan.
Penggunaan kata Adhyaksa dalam nama Bale Kerta Adhyaksa, mengandung makna bahwa dalam menangani perkara hukum umum yang terjadi dalam wewidangan Desa Adat, Bale Kerta Adhyaksa memadukan penerapan hukum adat yang hidup di tengah masyarakat (living law) dengan hukum positif.
Baca juga: MUSYAWARAH Mufakat Dikedepankan di Bale Kertha Adhyaksa, Elaborasi Hukum Adat dan Hukum Nasional
Dengan materi pengaturan dalam Raperda, dikatakan bahwa Bale Kerta Adhyaksa merupakan lembaga yang netral, tidak merupakan reinkarnasi dari Raad van Kerta, sepakat memilih sebutan perkara (bukan konflik), sepakat tidak ada konflik norma, sepakat mengenai rumusan kejaksaan mengacu pada Pasal 1 angka 1 jo Pasal 2 Undang-Undang Kejaksaan Republik Indonesia.
"Raperda ini ditetapkan tahun ini, terkait pemberlakuan, sepakat menyesuaikan dengan pemberlakuan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP yaitu tanggal 2 Januari 2026," ujar Koster.
Gubernur Koster sepakat bahwa Bale Kerta Adhyaksa diisi dengan SDM yang profesional, yakni memiliki kecakapan/kompeten, kejujuran/integritas, dan kemerdekaan/independen yang akan ditambahkan dalam Pasal 9.
Terhadap pandangan umum Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Golongan Karya, dan Fraksi Demokrat-Nasdem, Gubernur Koster sependapat untuk melakukan harmonisasi, sinkronisasi, dan penguatan koordinasi untuk mencegah tumpang tindih kewenangan maupun konflik yurisdiksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Koster juga sependapat dengan saran untuk membangun mekanisme dokumentasi dan pelaporan yang tertib dan berbasis digital untuk menciptakan akuntabilitas dan menjadi referensi penyelesaian perkara serupa di masa mendatang. (*)
Berita lainnya di Bale Kertha Adhyaksa
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.