Anak itu tidak bisa sekolah sehingga Maggha punya pikiran untuk mengajari mereka dan membuka sekolah untuk mereka.
Namun ternyata di Pasar Badung sudah ada tempat belajar untuk anak tukang suun.
Maggha pantang menyerah.
"Nah, dari sana, aku kepikiran lagi untuk membangun panti asuhan khusus bayi. Tak apalah kecil, yang penting mereka terawat, nanti kami ajarin dari nol," jelas Maggha sambil menoleh sebentar ke bayi-bayi yang sedang dirawat bidan di balik jendela rumah.
Maggha, yang suka baca buku tentang psikologi, ini melihat kalau anak sudah ditelantarkan pasti sudah merasa diabaikan.
"Dari bayi mereka sudah merasakan, sudah tahu rasanya kurang kasih sayang. Yang begitu lebih susah merawatnya, dari kecil sudah ada perasaan takut ditinggal," terang Maggha yang menjabat sebagai pemberi edukasi di yayasan ini dengan nada suara rendah.
"Sadha pertama kali datang ke sini susah sekali, begitu tidur langsung bangun teriak nangis, dia takut. Kalau sekarang sudah beradaptasi. Dulu ditaruh saja nangis dia," imbuh Maggha kelahiran Denpasar, 3 Maret 1999 ini.
Maggha tidak ingin merasa bahwa bayi tak memiliki orang yang menyayangi mereka.
Ada tiga bayi yang ditelantarkan orangtuanya dirawat di yayasannya kini.
Semua bayi dirawat oleh delapan bidan dan seorang perawat.
"Mereka menyiapkan kebutuhan sehari-hari dan merawat mereka. Aku juga sudah bisa memandikan bayi karena sering lihat," tutur Maggha dengan polos.
Kadang-kadang Maggha juga menginap di yayasan sehingga saat malam hari, ia bisa terjaga untuk menenangkan bayi yang terbangun.
Mama dan keluarga besar, khususnya nenek Maggha, sangat mendukung pendirian yayasan ini.
"Mama yang mengurus segala prosesnya, bukan Maggha. Maggha inginkan karena didikan orang tua. Dari kecil kakek dan nenek ngajak ke panti asuhan," ungkapnya.
Metta artinya rasa cinta kasih berasal dari bahasa Pali.