7. Tanda niskala terdengar bunyi gamelan dan bleganjur sebelum erupsi.
Baca: Warga di Lereng Gunung Agung Mengungsi, 2 Pertanda Alam Disebut Mirib Tahun 1963 Muncul
Saat ini, tanda-tanda sekala dan niskala itu belum ada yang muncul.
”Kalau secara niskala biasanya terdengar bunyi gamelan dan bleganjur sebelum erupsi. Semoga tak terjadi,” harap Wayan Sukra, Minggu (17/9/2017).
Sedangkan pertanda sekala, imbuh dia, sebulan hingga tiga bulan sebelum erupsi biasanya hewan-hewan yang tinggal di ketinggian Gunung Agung turun ke bawah dan bahkan ke rumah-rumah warga.
“Tanda-tanda sekala dan niskala itu menjelang erupsi itu sebagaimana yang dituturkan turun-temurun dari nenek moyang. Saat ini, tanda-tanda sekala dan niskala itu belum ada yang muncul. Oleh karena itu, warga saya harap tenang dan tidak resah. Media juga harus beritakan yang objektif biar warga tak resah,” ungkap Jro Mangku Wayan Sukra.
Pria yang juga menjabat sebagai Bendesa Sogra ini berjanji akan terus menggelar upacara untuk memohon keselamatan kepada Tuhan dan agar terhindar dari bencana.
Sejak 1963 (tatkala Gunung Agung meletus terakhir) hingga kini, menurut Wayan Sukra, pemangku di Pura Pasar Agung rutin ngaturan pekelem di kawah.
Sarananya berupa kambing dan bebek berwarna putih.
I Komang Pasek yang tinggal di ketinggian 1.200 mdpl Gunung Agung mengaku belum memiliki keinginan untuk mengungsi ke tempat lain.
Ia akan tetap tinggal di sekitar gunung jika belum ada gejala yang cukup mengkhawatirkan, bahkan walaupun seandainya status Gunung Agung naik ke status Siaga (Level III).
“Selama saya tinggal di sini sejak tahun 1993, belum ada tanda-tanda serius yang membahayakan dari aktivitas gunung. Siang malam ya tinggal dan tidur di sini,” kata Pasek yang asal Lingasna, Kecamatan Bebandem.
Mangku Dayuh, guide pendakian Gunung Agung dari jalur Pasar Agung juga mengutarakan hal sama.
Aktivitas warga seperti sembahyang dan cari kayu bakar di lereng gunung berjalan seperti biasa.
Warga dan wisatawan hanya dilarang mendaki mendekati kawah.