TRIBUN-BALI.COM, NEGARA - Banjar Anyar, Desa Batuagung, Kecamatan/Kabupaten Jembrana memiliki kesenian yang disakralkan yakni Wayang Wong.
Kesenian Wayang Wong yang telah diwarisi secara turun temurun ini dibawakan puluhan orang dan sering dipentaskan pada hari-hari keagamaan tertentu.
Bahkan saking sakralnya, kesenian Wayang Wong ini hanya bisa dibawakan warga yang berasal dari keluarga Griya Penida di Banjar Anyar.
Memasuki Desa Batuagung, dari banjar ke banjar dengan mudah dijumpai aktivitas warganya yang terfokus pada kegiatan-kegiatan yang syarat dengan nuansa keagamaan dan ritual.
Seperti pembuatan sarana upacara (banten) untuk berbagai jenis upacara Yadnya.
Seperti halnya dengan Banjar Anyar, di banjar ini diketahui memiliki empat pedanda (Pendeta Hindu) yang bertempat tinggal di sejumlah griya, seperti Griya Bedulu, Anom, Mas, dan Penida.
Bahkan, setiap paginya alunan suara genta yang dihaturkan para pedanda saat melakukan Nyurya Sewana (pemujaan) sebagai tugas rutin terdengar saling bersautan dengan merdunya antara satu pedanda dengan pedanda lainnya.
Diyakini suara genta yang dihantarkan para pedanda tersebut mampu menggetarkan sanubari setiap orang yang mendengarnya sebagai penghantar permohonan kedamaian dan keselamatan dunia kepada Tuhan sang pencipta alam.
Begitu pula ketika menengok ke masing-masing griya yang terdapat pedandanya, masing-masing memiliki kekhasan serta sarana-sarana yang memiliki nilai spiritual yang tinggi.
Seperti di Griya Penida, griya yang terletak paling selatan di Banjar Anyar yang dihuni Ida Pedanda Istri Penida ini memiliki satu kesenian yang langka, unik, dan sakral yaitu Wayang Wong.
Pengasuh sekaligus penerus kesenian Wayang Wong di Griya Penida, Ida Bagus Putu Putera menuturkan kesenian Wayang Wong ini diketahui sudah ada secara turun temurun dari leluhurnya.
Bahkan hingga saat ini bagaimana asal mulanya serta kapan mulai dipopulerkan kesenian Wayang Wong ini belum diketahui secara pasti.
Sebagai penerus generasi sebelumnya, Putera mengaku sudah mendapati perangkat kesenian berupa topeng-topeng dengan berbagai jenis rupa yang jumlahnya mencapai 60 buah tapel (topeng) tersebut.
“Tapel-tapel ini sudah ada sejak kami anak-anak. Bahkan beberapa penglingsir kami juga tidak mengetahui sejak kapan perangkat kesenian Wayang Wong itu mulai ada. Kami hanya menerima dan mewarisinya saja,” ungkap Putera.
Selain itu, dirinya juga tidak mengetahui terbuat dari bahan atau kayu apa ke-60 tapel tersebut.