Simpang Ring Banjar

Pentas Rutin Purnamaning Kelima Titik Bangkit Seni Joged Klasik Banjar Pande

Penulis: Ni Putu Diah paramitha ganeshwari
Editor: Irma Budiarti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tahun 2004 menjadi titik awal kembalinya kesenian Joged Klasik di lingkungan Banjar Pande Desa Pakraman Renon.

Sebelumnya, kesenian ini sempat vakum selama berpuluh tahun.

Berpulangnya seniman senior serta kurangnya minat generasi berikutnya untuk melanjutkan kesenian ini menjadi penyebabnya.

Seolah tak ingin kembali kehilangan kesenian khas, Banjar Pande kini serius mengembangkan kesenian ini.

Pementasan rutin setiap piodalan banjar serta pembinaan bibit-bibit penari terus diupayakan.

Made Wasa termasuk tokoh yang mempelopori bangkitnya Joged Klasik Banjar Pande.

Lelaki yang pernah menjabat sebagai kelian adat ini menuturkan kesenian joged di Banjar Pande telah ada sejak zaman Belanda.

“Menurut penuturan penglingsir kami, sekitar 1955 adalah masa kejayaan Joged di Banjar Pande. Sekaa joged kami menerima undangan untuk tampil hampir ke seluruh Bali, hingga Buleleng dan Badung,” ujar dia.

Setelah masa jaya tersebut, perlahan kesenian ini memudar.

Barulah pada 1998, pengurus banjar termasuk Made Wasa memiliki ide untuk membangkitkan Joged ini kembali.

Bukan perkara muda untuk membangkitkan kesenian ini kembali.

Pihak banjar cukup kesulitan untuk mencari penari.

Gerakan joged yang memiliki unsur ngibing, membuat penari muda malu-malu menarikannya.

“Jadi dalam pementasan pertama, kami mengambil penari dari kelompok PKK. Jumlah penari pada waktu itu ada empat orang. Pementasan pertama kami lakukan pada 2004, bertepatan dengan pemelaspasan bale banjar yang baru. Kebetulan saat itu upacaranya cukup besar, sebab ada banyak aspek yang kami renovasi. Kami rasa itu momen yang tepat untuk menampilkan joged,” jelasnya.

Lambat laun, beberapa pemudi pun mulai tertarik untuk bergabung dalam sekaa joged.

Halaman
123

Berita Terkini