Pariwisata Bali Kalahkan Paris dan London, tapi Manfaatnya Tak Dirasakan Petani

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana
Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur Koster saat membuka acara Dialog Publik ‘Bali Darurat Sampah Plastik, Apa Solusinya?’ di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Kamis (28/2/2019).

Ia menilai hal ini terjadi lantaran tidak padunya antara produk-produk yang dihasilkan oleh petani terhadap konsumen.

Padahal konsumen wisatawan, baik dari mancanegara maupun domestik selalu memenuhi Bali setiap tahunnya.

"Apa akibatnya ini, petani kita tak menimati kehadiran wisatawan yang datang ke Bali. Gap ini. Orang datang ke sini tapi tak dirasakan manfaatnya oleh petani kita. Kalau bermanfaat salaknya laku, manggisnya laku, (dan) jeruknya laku," kata dia.

Menurutnya, hanya pada saat panen lah petani berharap bisa punya uang, sedangkan harapan itu sering pupus di pihak petani karena harga panennya selalu anjlok.

"Nah disini negara harus hadir untuk mempertemukan pengusaha dengan pertanian. Jangan pariwisatanya cuma enak-enak sendiri cuma berkunjung saja di sini, cuma kencing saja di sini. Harus bermanfaat dia," tuturnya.

Oleh karena itu, pihaknya terus berupaya mencarikan solusi atas permasalahan ini, salah satunya dengan mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 99 tahun 2018 tentang Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali.

Dengan Pergub ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali mewajibkan pelaku pariwisata terutama hotel, restoran dan katering untuk menggunakan produk pertanian, perikanan dan industri lokal Bali.

Di samping itu, hotel, restoran dan katering juga diwajibkan membeli produk itu minimal 20 persen di atas harga produk serta harus melakukan pembayaran dengan cara tunai.

Wajib bertanggung jawab

Gubernur Koster mengatakan, upaya mewajibkan hotel, restoran dan katering untuk memakai produk pertanian, perikanan dan industri lokal Bali sebagai langkah untuk mendorong agar pelaku ekonomi di Bali ke depannya juga akan diwajibkan untuk bertanggung jawab terhadap pembangunan Bali.

Bertanggung jawab yang dimaksud yakni setiap pelaku ekonomi diharapkan ikut berupaya menyejahterakan, memajukan masyarakat Bali.

"Jangan cuma nyari untung di Bali. Jangan menjadikan Bali hanya sebagai sumber mencari nikmat, (tapi) masyarakat tetap susah seperti ditinggal, termarjinalkan malah. Ndak bisa. Tegas sekarang saya. Amen sing milu keto muh, izin saya ngga kasi gitu aja. Simpel saya," tegasnya.

Ia pun mengandaikan, seandainya setiap kamar hotel di Bali yang jumlahnya ratusan ribu yang keberadaannya di seluruh kabupaten/kota yang ada di Bali berisi empat buah salak saja, maka bisa menyerap salak secara keseluruhan pada saat musimnya.

Begitu pula dengan jeruk, manggis dan produk lainnya.

"Yang penting kan sudah dibeli sama hotelnya. Soal dimakan atau enggak itu urusan kedua," celetuknya seraya menyebutkan bahwa pemikirannya itu sudah sempat disampaikan kepada pihak ITDC.

Halaman
123

Berita Terkini