Laporan Wartawan Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Bagi umat Hindu di Bali, bunga merupakan sarana sesajen dan persembahyangan atau ritual yang sangat penting dan tidak bisa dilepaskan.
Bunga juga sebagai sarana pokok dalam ritual selain dupa dan air.
Namun nyatanya, umat Hindu tidak bisa begitu saja sembarangan dalam memakai bunga untuk ritual upacara.
Baca: Mabuk hingga Adu Mulut, Simon Dobrak Pintu Kos & Tikam Bahu Kanan Dominggus
Baca: TRIBUN WIKI - Inilah 9 Puri di Bali yang Masih Ada Hingga Kini
Ada beberapa bunga yang pantang untuk dipakai sebagai sarana ritual.
Berikut Tribun Bali berikan informasi mengenai beberapa bunga yang pantang dipakai untuk ritual upacara Hindu.
1. Bunga yang masih pusuh (belum kembang)
Bunga yang masih pusuh tentu belum wangi seperti bunga yang sudah mekar.
Baca: Gede Praja Mahardika Berkarier dari Sampah Plastik, Sosialisasikan Ecobricks ke Sekolah-sekolah
Baca: Di Tengah Ingar-bingar Pariwisata, Upah Pekerja di Bali Masih Minim
2. Bunga yang sudah layu
Sebaliknya bunga yang sudah layu keharumannya sudah hilang dan hanya bunga tertentu saja yang masih bertahan.
3. Bunga yang gugur atau jatuh dengan sendirinya
Bunga yang gugur biasanya juga sudah layu, dan ketika jatuh apalagi dalam jangka waktu yang lama maka sudah tidak bersih lagi.
Baca: Drainase Jalan Pulau Galang Denpasar Dipenuhi Sampah Plastik
Baca: Ikut Aksi Peringati HPI, FSPM Soroti Ketidaksetaraan antara Pekerja Laki-laki dan Perempuan
4. Bunga yang tumbuh di kuburan
5. Bunga yang dimakan semut atau ulat
Alasan pelarangan menggunakan bunga yang sudah dimakan semut atau ulat sebenarnya sangat logis.
Tentu jika sudah pernah dimakan oleh semut atau ulat, bunga tidak lagi bersih dikarenakan bisa saja sudah terdapat kotoran ulat atau semut tersebut.
Baca: Ada Praktik Kontrak Ilegal Lapak Pasar Badung
Baca: Ingin Ulang Raihan Medali, Atlet Petanque Denpasar Targetkan Emas di Porprov 2019
6. Bunga tulud nyuh atau jempiring alit
Bunga ini dilarang digunakan karena terdapat mitos tidak mendapatkan penglukatan dari Dewa Siwa.
Hal ini termuat dalam Lontar Aji Yanantaka.
7. Bunga turuk umung atau kedukduk
Mitos hampir sama juga terjadi pada bunga turuk umung atau kedukduk.
Baca: Dua Kali Dipukul Suporter hingga Masuk RS, Cerita Wasit Nasional Asal Denpasar Selama Berkarier
Baca: Ingin Ulang Raihan Medali, Atlet Petanque Denpasar Targetkan Emas di Porprov 2019
Bunga ini tidak boleh digunakan sesajen atau ritual upacara karena dipastu oleh Dewi Uma.
Cerita ini terdapat dalam Lontar Siwagama.
8. Bunga gumitir
Dalam Lontar Kunti Yadnya dijelaskan bahwa bunga ini berasal dari darah Dewi Durga.
Kemudian dalam Lontar Aji Yanantaka bunga ini boleh dipergunakan setelah mendapat penglukatan dari Dewa Siwa asal warnanya kuning, sedangkan yang kemerahan tidak boleh digunakan untuk upakara. (*)