Dituntut 6 Tahun Penjara, Suyadi Ajukan Pembelaan, Dugaan Korupsi Pengadaan 4 Unit Kapal Inka Mina

Penulis: Putu Supartika
Editor: Irma Budiarti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa Suyadi. Dituntut 6 Tahun Penjara, Suyadi Ajukan Pembelaan, Dugaan Korupsi Pengadaan 4 Unit Kapal Inka Mina

Dituntut 6 Tahun Penjara, Suyadi Ajukan Pembelaan, Dugaan Korupsi Pengadaan 4 Unit Kapal Inka Mina

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Direktur PT F1 Perkasa, Suyadi (50) dituntut pidana enam tahun penjara oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu (7/8/2019).

Pria yang masih berstatus terpidana empat tahun penjara kasus pengadaan tujuh unit Kapal Inka Mina ini, dituntut karena dinilai bersalah dalam kasus dugaan korupsi pengadaan empat unit kapal yang anggarannya bersumber dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali tahun 2014.

Terhadap tuntutan tim jaksa dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, terdakwa yang didampingi tim penasihat hukumnya akan menanggapi melalui pembelaan (pledoi) tertulis pada sidang pekan depan.

Untuk itu tim penasihat hukum meminta waktu kepada majelis hakim menyusun nota pembelaan.

"Atas tuntutan jaksa, kami mengajukan pembelaan tertulis. Mohon izin waktunya," pinta I Ketut Bakuh selaku penasihat hukum terdakwa.

Sementara dalam surat dakwaan, Jaksa Agung Wisnhu menyatakan, terdakwa Suyadi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan primair.

Yakni Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Menjatuhkan terhadap terdakwa Suyadi atas kesalahannya itu dengan pidana penjara selama enam tahun. Denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan Perintah agar terdakwa tetap dalam tahanan," tegas Jaksa Agung Wisnhu dihadapan majelis hakim pimpinan I Wayan Sukanila.

Polresta Denpasar Tangkap Dua Pelaku Curat dan Curanmor

Sambil Menangis, Ibu Ini Dengar Detak Jantung Anaknya yang Sudah Meninggal di Tubuh Balita 16 Bulan

Pula, Suyadi dituntut pidana tambahan yakni wajib membayar uang pengganti sebesar 800 juta.

"Apabila uang pengganti tersebut tidak dapat dibayar dalam waktu paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Maka harta bendanya dapat disita dan dilelang. Jika tidak mencukupi, dipidana selama tiga tahun," imbuh Jaksa Agung Wisnhu.

Dalam kasus ini, Suyadi selaku PT F1 Perkasa adalah pemenang lelang pengerjaan pengadaan kapal penangkap ikan ukuran besar, atau sama dengan 30 GT dan alat penangkap ikan. Dengan jumlah empat unit kapal Inka Mina.

Namun pada proses pengerjaannya, ia tidak bisa menepati waktu sesuai kontrak.  Selain itu, empat mesin yang dipasang pada kapal Inka Mina belum dibayar oleh terdakwa.

Dalam perkara ini, Suyadi dinilai telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 800 juta. Nominal itu juga menjadi kerugian negara yang ditumbulkan Suyadi.

Sebagaimana terungkap dalam surat dakwaan, pada tahun 2014 Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali memperoleh pagu anggaran Rp 6.250.717.000 untuk pengadaan 4 unit kapal penangkap ikan ukuran 30 GT berbahan kayu dan alat tangkap (Inka Mina).

Lalu Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Bali mengajukan lelang pekerjaan perencanaan kepada Pokja Pengadaan Barang/Jasa Pemprov Bali.

Target Kemenangan 60 Persen, PDIP Akan Bahas Soal Pilkada Serentak 2020 di Kongres

BREAKING NEWS! Mobil Putih Milik Putu Yuniawati Korban Pembunuhan Telah Ditemukan, Begini Kondisinya

Setelah dilakukan seleksi, yang memenuhi syarat adalah PT Dharma Kreasi Nusantara dengan direktur Muhamad Husaefah senilai Rp 17.160.000.

Selanjutnya, Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Bali mengajukan lelang kepada Pokja Pengadaan Jasa Konsultasi ULP Pengadaan Barang/Jasa Pemprov Bali.

Dan yang dinyatakan sebagai pemenang lelang adalah PT Mulia Artha Loka, direktur Suwanto. Nilai penawarannya sebesar Rp 222.200.000.

Kemudian I Made Dwi Wirya Astawa selaku PPK bersama Direktur PT Mulia Artha Loka, Suwanto menandatangani kontrak.

Kembali Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Bali mengajukan lelang kepada Pokja Pengadaan Jasa konstruksi ULP Pengadaan Barang/Jasa Pemprov Bali.

PT F1 Perkasa (Direktur Suyadi) adalah pemenang lelang dengan nilai penawaran Rp 5.968.000.000.

Kemudian, I Made Dwi Wirya Astawa bersama Suyadi menandatangani kontrak sesuai nilai penawaran.

Jangka waktu pelaksanaan terhitung sejak tanggal 17 April 2014 sampai dengan 12 Desember 2014.

Pada tanggal 18 April 2014 Suyadi mengajukan pembayaran uang muka 20 persen dari nilai kontrak, yakni Rp 1.199.000.000.

BP3TKI Denpasar Berharap Jadi Leading Sector Data Pekerja Luar Negeri di Bali

Ekspor Perdana Mangga dari Bali ke Rusia Capai 2,5 Ton, Mentan: Harga Satu Kilo Rp 500 ribu

Setelah itu Suyadi melaksanakan pekerjaan pengadaan 4 unit kapal berbahan kayu tersebut.

Tanggal 2 Oktober 2014, Suyadi mengajukan permohonan pembayaran tahap I. Uang sebesar 2.387.200.000 kemudian ditransfer ke rekening bank atas nama PT F1 Perkasa.

Namun terdakwa selaku rekanan pelaksana pembangunan empat unit kapal itu telah melanggar kontrak.

Progres pengerjaan tidak sesuai dengan jadwal yang disepakati dalam kontrak yakni berakhir 12 Desember 2014. Faktanya progres pengerjaan dicapai saat itu hanya 55,00 persen.

"Meskipun atas keterlambatannya telah diperingati beberapa kali, namun tetap tidak ada kemajuan," beber Jaksa Agung Wisnhu kala membacakan surat dakwaan pada sidang sebelumnya.

Singkat cerita dilakukan pemutusan kontrak. Kemudian I Made Dwi Wirya Astawa dan staf konsultan pengawas datang ke galangan PT F1 Perkasa, dan melihat tiga buah mesin induk sudah dilepas dan diambil oleh orang yang mengaku suruhan dari PT Rutan Surabaya.

Dalam melaksanakan pembangunan empat unit kapal itu dengan progres 55,64 persen, terdakwa telah menerima uang Rp 3.586.200.000.

Sementara dalam perincian uang muka yang diajukan terdakwa menyebutkan satu unit mesin kapal seharga Rp 200 juta. Harga Rp 200 juta di kali empat, jumlahnya Rp 800 juta.

"Terdakwa telah menerima uang Rp 3,5 miliar lebih, dan seharusnya digunakan Rp 800 juta untuk melunasi empat unit mesin kepada PT Rutan Surabaya. Namun uang terdakwa pergunakan untuk keperluan sendiri," ungkap Jaksa Agung Wisnhu.

(*)

Berita Terkini