Berana mengakui tak sedikit warganya yang memiliki sapi terpaksa menjual dengan harga miring.
Dari yang seharusnya sapi dewasa usia tiga tahunan laku seharga Rp. 11 juta, kini hanya dijual seharga Rp. 8 juta.
“Warga cemas kalau sapinya mati. Karenanya cepat-cepat dijual meskipun harus banting harga. Ini merupakan kejadian pertama kali. Beberapa warga yang sapinya mati ada yang terpaksa mengubur, ada pula yang menjual. Walaupun hanya laku Rp. 500 ribu,” ucapnya.
Berana menambahkan para peternak sekitar berharap agar pihak dinas segera memberikan keterangan pasti, apa penyebab kematian tersebut.
Dengan demikian para peternak bisa mengantisipasi jika kedepannya terjadi hal serupa.
“Saat ini peternak sekitar hanya bisa pasrah. Tidak ada upaya apapun karena para petani juga tidak tahu apa penyebab kematiannya,” katanya.
Dilain pihak, Kepala Dinas PKP I Wayan Sarma mengaku pihaknya sudah beberapa kali turun ke lapangan.
Bahkan pada 10 hari lalu, pihak dinas juga menggandeng BBVet Denpasar.
“Kami sudah melakukan pengambilan sampel, dan hasilnya tidak ada tanda mengarah ke penyakit tertentu,” ujarnya.
Sarma juga mengatakan kematian sapi secara sporadic bukan disebabkan adanya potensi rumput yang beracun.
Menurutnya, kematian itu lebih disebabkan oleh perut kembung, akibat rumput yang masih berembun.
“Karenanya kita sarankan pemberian pakan hijauan terutama rumput agar dilayukan terlebih dahulu,” ucapnya. (*)