Dewi mengaku terakhir meng-handle tamu pada 18 Februari 2020, dan itupun karena tamu tersebut extend tidak bisa pulang.
“Per tanggal 19 Februari 2020, aku sudah gak kerja,” keluhnya.
• Polres Badung Ajak Transport Konvensional Memberantas Narkoba dan Premanisme
• Modus Pura-Pura Dorong Motor, Polresta Denpasar Bekuk 4 Pelaku Curanmor di Denpasar
Ia yang menjadi freelance selama ini, memang menjadi guide per hari sehinga fee pun tidak menentu kadang Rp 200 ribu per hari kadang Rp 300 ribu.
Ia juga memiliki 3 mobil yang kini menganggur, karena driver tak ada job akibat sepinya tamu.
“Jadi driver juga terpaksa aku liburkan,” tegasnya.
Ia mengaku sebelumnya bisa mendapatkan penghasilan Rp 6 juta-Rp 8 juta sebulan, namun kini benar-benar hilang.
“Beralih ke turis lain juga tidak gampang, karena keterbatasan bahasa,” imbuhnya.
Ia kini bertahan dengan sisa tabungan yang ada, dan berharap kondisi pariwisata dan Virus Corona bisa cepat tertangani dengan baik.
Ketua Asita Bali, Ketut Ardana, mengamini hal ini, dan mengakui dampak Virus Corona ini bagi bisnis travel agent sangat signifikan.
Bahkan Asita Bali, kata dia, telah menulis surat ke Disparda Provinsi Bali serta tembusan ke beberapa instansi termasuk Kemenparekraf untuk meminta keringanan pajak.
“Sudah pasti guide dan travel agent akan kena dampak, bahkan bukan karena China saja. Travel agent lain juga kesulitan karena banyak pembatalan akibat dari berita Corona yang mengglobal ini,” jelasnya.
Bukan hanya di Bali atau Indonesia, kata dia, kondisi kemerosotan pariwisata juga dialami banyak negara di dunia.
Walau demikian, Ardana belum mendata pasti berapa guide yang tidak berkegiatan karena sepinya tamu ke Bali.
“Kalau guide yang handle China memang hampir tidak ada kegiatan, terutama kalau fokus market-nya hanya China,” tegasnya.
Kalaupun juga handle market lain, kata dia, market selain China pun banyak yang cancel datang ke Bali.