Laporan Wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Wayan Putra Yasa, driver pariwisata di Bali terdampak virus Corona dan memutuskan berjualan durian.
Sejak 10 hari lalu, ia menekuni pekerjaan baru ini bersama sang adik.
Ia berjualan menggunakan mobil pick up di Jalan Imam Bonjol, depan Setra Badung, Denpasar, Bali.
Pria berusia 39 tahun itu membuka lapak duriannya mulai pukul 11.00 Wita hingga 19.00 Wita.
Ide berjualan durian ini ia dapatkan setelah sering berjalan-jalan mengemudikan mobil membawa tamu, setelah melihat durian ia menilai banyak masyarakat yang doyan, sehingga hal ini ia jadikan sebagai peluang usaha.
Ia bergabung dengan Bali Honest Driver sekira tahun 2017, setelah bekerja di Kapal Pesiar sebagai Dry Cleaning selama tujuh tahun sejak tahun 2010 lalu.
Sebelum itu, ia juga pernah bekerja sebagai salesmen perusahaan susu.
Penghasilannya bisa dikatakan lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, istri dan 2 anak, serta cicilan mobilnya.
Menjadi driver pariwisata ia bisa meraup pendapatan rata-rata Rp 550 ribu per hari, sedangkan saat berlayar di kapal pesiar ia memperoleh gaji 1.400 US Dollar per bulan.
Namun setelah masuknya wabah virus corona di Indonesia, khususnya Bali, awal Maret 2020 lalu, pemasukannya mulai seret, akhirnya Wayan memutuskan banting setir berjualan durian.
Durian yang ia jual dibanderol Rp 10 ribu hingga Rp 25 ribu untuk ukuran besar, harga ini ia sesuaikan dengan situasi ekonomi yang serba sulit akibat pandemi ini.
“Saya berjualan sudah 10 hari, bekerjasama dengan adik, modal dan mobil yang sediakan adik, nanti keuntungan dibagi dua. Kondisi seperti ini harus dilakukan daripada menganggur,” katanya djumpai Tribun Bali di tempat ia berjualan, Rabu (22/4/2020).
Durian yang ia jual ia ambil dari Gianyar dan Bangli, setiap mengambil dari petani atau tengkulak durian, ia membawa 187 buah durian dengan modal sekitar Rp 1,6 juta.
“Saya ambil 187 buah, tapi kadang tidak semuanya bagus, ada yang rusak, kurang selera pelanggan, nanti dikembalikan separuh harga,” jelasnya.
Setiap hari, durian yang ia jual, rata-rata laku 30-50 buah.
Baginya, yang terpenting saat ini bisa memberikan makan untuk keluarga.
“Sehari 50 biji terjual, kadang di bawah ini. Menjual buah durian itu gampang-gampang susah, tidak semua daging manis, saya persilakan kepada semua pembeli, kalau tidak enak boleh disisihkan, mental saya tidak kuat untuk menyebut semua pasti enak, saya tidak ingin membuat pembeli kecewa,” katanya.
Selama berjualan durian ada saja pengalaman yang dialami, Wayan sempat ketakutan melihat patroli petugas Satpol PP, karena pertama-tama ia berjualan di bahu jalan raya tersebut, saat itu ia terpaksa tancap gas untuk bersembunyi.
Kedua kali ia tidak mengelak saat didatangi Satpol PP, rupanya ia diberi imbauan, termasuk oleh Pecalang setempat, agar tidak berjualan di tempat tersebut, dan menimbulkan keramaian sehingga penerapan social dan physical distancing tidak efektif.
Sejak itu, ia kemudian memindahkan lapak jualannya di ruko depan Setra Badung, dengan meminta izin pemilik toko setempat dan diperbolehkan, sehingga ia melanjutkan usaha lapak duriannya di tempat tersebut.
“Ya memang belum resmi juga, belum tahu boleh berjualan di sini atau tidak oleh pemerintah, tapi saya memohon kepada peemerintah di masa seperti ini, supaya diberikan kelonggaran, untuk kami berusaha, kami sudah tidak di bahu jalan,” bebernya.
Dalam berjualan pun, ia tidak abai terhadap imbauan pemerintah, Wayan menggunakan sarung tangan dan masker saat berjualan, selain itu apabila pembeli terlihat berkerumun, ia meminta untuk menjaga jarak antar pembeli.
“Dalam berjualan imbauan dari pemerintah tetap saya terapkan,” tuturnya.
Setelah situasi pulih dan aktivitas normal, ia berencana kembali menjadi driver pariwisata.
(*)