Saat Undang Pejabat Bahas Djoko Tjandra, Menkopolhukam: Ada yang Kaget Beneran, Ada yang Pura-pura

Editor: Wema Satya Dinata
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menko Polhukam Mahfud MD di Istana Kepresidenan Bogor

TRIBUN-BALI.COM - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menceritakan isi pertemuan dengan para pejabat dari lima lembaga pada 8 Juli 2020, untuk membahas penangkapan buronan korupsi Djoko Tjandra.

Saat itu, Mahfud MD mengundang pejabat dari Polri, Kejaksaan Agung, Ditjen Imigrasi, Kementerian Dalam Negeri, dan Kantor Staf Presiden.

Pertemuan itu lebih mendetail membahas penyebab Djoko Tjandra bisa lolos dan keluar masuk di Indonesia.

Hal itu disampaikan Mahfud MD dalam sesi wawancara bertajuk 'Djoko Tjandra dan Mafia Hukum Kita' bersama media Tempo, Sabtu (18/7/2020).

Kulit Ayam Tidak Menyehatkan Jika Dikonsumsi, Fakta atau Mitos?

Penipu Anang-Ashanty Ngaku Miliki 300 Hotel dan Pengusaha Tambang, Berikut Fakta Sultan Jember

Ramalan Zodiak Besok Minggu 19 Juli 2020, Aquarius Sulit Move On, Leo Perlu Berkompromi

"Saya undang semua. Yang merasa kaget itu yang saya undang semua."

"Ada yang merasa kaget beneran, ada yang pura-pura kaget, saya undang semua," kata Mahfud MD.

Mahfud MD pun mulai menemui kejanggalan saat pertanyaan kenapa buronan sejak 2009 itu bisa lolos dan tak ada di daftar red notice.

Saat ditanya ke Kejaksaan Agung, mereka menjawab tak pernah mengeluarkan Djoko Tjandra dari daftar buron.

Polri lalu menjawab Djoko Tjandra dikeluarkan karena tak ada lagi perpanjangan masa buron sejak 2014.

"Waktu itu saya katakan ada yang 13 tahun enggak ketangkap kenapa enggak dicoret?'

"Maria Pauline itu enggak dicoret, kenapa ada yang dicoret ada yang enggak?" beber Mahfud MD.

Mahfud MD secara tegas juga menanyakan kepada Dirjen Keimigrasian yang mengeluarkan dua paspor untuk Djoko Tjandra.

Mahfud MD pun tak memperpanjang pertanyaannya pada lembaga-lembaga itu.

"Biar masalahnya terungkap dulu dan dibahas di instansi masing-masing."

Status Gunung Raung Meningkat dari Normal ke Waspada, Interval Letusan Diperkirakan hingga 2,5 Tahun

Satlantas Polresta Denpasar Berikan Tips Lulus Ujian Praktik SIM

Kasus Pembunuhan Editor Metro TV, Rekan Sekantor Diduga Terlibat dan Barang Bukti Baru di TKP

"Karena tak mungkin dikonfrontir di situ, karena masalahnya punya masalah masing-masing," jelas Mahfud MD.

Mahfud MD pun mengatakan, pengungkapan terhadap boron korupsi Djoko Tjandra tak boleh berhenti di Kepala Biro (Karo) Korwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.

Menurut Mahfud MD, meski Brigjen Prasetijo Utomo yang mengeluarkan surat untuk Djoko Tjandra, dia menduga ada pihak lain yang turut terlibat.

"Jangan hanya menindak Bapak Brigjen Prasetijo yang mengeluarkan surat jalan. Itu pasti banyak kaitannya, enggak mungkin dia sendiri. Tidak mungkin," paparnya.

Selain Brigjen Prasetijo Utomo, Kapolri Jenderal Idham Azis juga mencopot Irjen Napoleon Bonaparte sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri.

Pencopotan jabatan itu tertuang dalam Surat Telegram Kapolri dengan nomor ST/2076/VII/KEP/2020 tertanggal Jumat (17/7/2020).

Surat telegram tersebut diteken langsung oleh AsSDM Kapolri Irjen Sutrisno Yudi.

Irjen Napoleon dimutasi menjadi analis Kebijakan Utama Itwasum Polri.

Hal tersebut dibenarkan oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono.

"Iya betul (pencopotan Irjen Napoleon)," kata Awi kepada wartawan, Jumat (17/7/2020).

Awi mengatakan, Irjen Napoleon dimutasi karena diduga melanggar kode etik.

"Pelanggaran kode etik maka dimutasi. Kelalaian dalam pengawasan staf," terangnya.

Diduga, pencopotan jabatan tersebut buntut dari penghapusan red notice terhadap Djoko Sugiarto Tjandra.

Hingga kini, Propam juga masih memeriksa sejumlah pihak yang terkait dengan polemik penghapusan red notice Djoko Tjandra.

Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Nugroho Wibowo, juga ikut diperiksa oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.

Hal tersebut menyusul yang bersangkutan diduga menghapus red notice terhadap buronan korupsi Djoko Tjandra.

Pemeriksaan yang bersangkutan dibenarkan oleh Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Argo Yuwono.

Dia mengatakan, saat ini yang bersangkutan tengah menjalani pemeriksaan oleh Propam.

"(Brigjen Nugroho) dilakukan pemeriksaan," kata Argo kepada Tribunnews, Kamis (16/7/2020).

Namun demikian, pihaknya masih belum bisa membeberkan lebih lanjut terkait pemeriksaan yang dilakukan terhadap Nugroho.

Hingga kini, pihaknya masih mendalami kasus tersebut.

Sebelumnya,  pelarian buronan Djoko Tjandra secara bebas di Indonesia mulai terungkap.

Setelah Brigjen Prasetijo Utomo, kini Brigjen NW menjadi sorotan karena diduga menghapus red notice Djoko Tjandra.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, Brigjen NW menjabat Sekretaris NCB Interpol Indonesia.

Diduga, dia yang menghapus red notice kepada Djoko Tjandra.

"Brigjen NW yang telah menghapus red notice Joko Tjandra juga harus dicopot dari jabatannya sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia," kata Neta lewat keterangan tertulis, Kamis (16/7/2020).

Dari penelusuran IPW, Brigjen NW diduga memiliki dosa yang lebih berat ketimbang dosa Brigjen Prasetijo.

Ia mengeluarkan surat terkait penyampaian penghapusan interpol red notice Djoko Tjandra kepada Dirjen Imigrasi.

Hal tersebut tertuang dalam surat No: B/186/V/2020/NCB.Div.HI tertanggal 5 Mei 2020.

Salah satu dasar pencabutan red notice itu adalah adanya surat Anna Boentaran tertanggal 16 April 2020 kepada NCB Interpol, yang meminta pencabutan red notice atas nama Djoko Tjandra.

"Surat itu dikirim Anna Boentaran 12 hari setelah Brigjen Nugroho duduk sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia."

"Begitu mudahnya Brigjen NW membuka red notice terhadap buronan kakap yang belasan tahun diburu Bangsa Indonesia itu," tuturnya.

Atas dasar itu, ia meragukan jika upaya untuk melindungi Djoko Tjandra ini merupakan inisiatif individu.

Sebaliknya, pihaknya menduga ada persekongkolan terstruktur untuk melindungi Djoko Tjandra.

"Ada persekongkolan jahat dari sejumlah oknum pejabat untuk melindungi Djoko Tjandra."

"Jika Mabes Polri mengatakan pemberian surat jalan pada Djoko Tjandra itu adalah inisiatif individu Brigjen Prasetijo, IPW meragukannya."

"Sebab, dua institusi besar di Polri terlibat memberikan karpet merah pada sang buronan, yakni Bareskrim dan Interpol."

"Kedua lembaga itu nyata-nyata melindungi Djoko Tjandra."

"Apa mungkin ada gerakan-gerakan individu dari masing masing jenderal yang berinsiatif melindungi Djoko Tjandra?"

"Jika hal itu benar terjadi, betapa kacaunya institusi Polri," tambahnya.

Brigjen NW juga diketahui baru menjabat Sekretaris NCB Interpol Indonesia tidak begitu lama.

Dia sangsi apabila tindakan yang dilakukan NW adalah insiatif pribadi.

"Kenapa Brigjen NW yang baru duduk sebagai Sekretaris NCB Interpol begitu lancang menghapus red notice Djoko Tjandra?"

"Apakah dia begitu digdaya bekerja atas inisiatif sendiri seperti Brigjen Prasetijo?"

"Lalu, kenapa Dirjen Imigrasi tidak bersuara ketika Brigjen NW melaporkan red notice Djoko Tjandra sudah dihapus?"

"Aksi diam para pejabat tinggi ini tentu menjadi misteri," tuturnya.

Dia juga meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan untuk membentuk tim pencari fakta Djoko Tjandra.

"Semua ini hanya bisa dibuka jika Presiden Jokowi turun tangan untuk membersihkan Polri, dengan cara membentuk tim pencari fakta Djoko Tjandra."

"Tanpa itu semua, kasus Djoko Tjandra akan tertutup gelap karena tidak mungkin jeruk makan jeruk," cetusnya.(*)

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Undang Sejumlah Pihak Bahas Djoko Tjandra, Mahfud MD: Ada yang Kaget Beneran, Ada yang Pura-pura,

 

Berita Terkini