Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ketut Nedeng datang ke Denpasar tahun 1970-an.
Ia yang lahir dan berasal dari Desa Padangbai, Kecamatan Manggis, Karangasem ini mencoba mengadu nasibnya di Denpasar.
Dirinya yang mengaku tak pernah duduk di bangku sekolah ini kemudian belajar menjadi kusir dokar.
Hanya belajar selama dua hari dan sisanya dilakukan secara otodidak.
Dari tahun 1975 dan kini terhitung sudah 45 tahun, ia menjadi kusir dokar.
Dulu, menurut cerita Nedeng, dokar merupakan alat transportasi yang sangat diminati.
Banyak orang membutuhkan jasanya, utamanya mereka yang pergi ke pasar.
Menjadi kusir dokar tahun 1975 hingga 1980-an baginya cukup menjanjikan.
Namun kini, seiring dengan pesatnya laju pertumbuhan industri, dokar perlahan tersingkirkan.
• Vaksin Covid-19 dari China Sudah Diserahkan ke Bio Farma, Akan Diproduksi Hingga 250 Juta Dosis
• Program Dokar Gratis di Denpasar Dihentikan, Nasib Kusir Dokar Tak Menentu di Kala Pandemi
• Main Layang-layang Berujung Tersangka, Warga Denpasar Ini Dijemput Polisi Seusai Gardu PLN Meledak
"Dulu dokar itu berada di bawah naungan Dinas Perhubungan, karena Dinas Perhubungan mengurusi banyak hal, saat ini dipindah ke Dinas Pariwisata," tutur Nedeng yang ditemui Selasa (21/7/2020) di kawasan Jalan Surapati Denpasar.
Walaupun keberadaan dokar sudah terpinggirkan, namun ia tetap gigih bertahan pada profesinya ini.
Dengan usia yang semakin menua, ia tak tahu lagi harus mengambil pekerjaan lain, selain sebagai kusir.
Namun ia merasa mendapat angin segar ketika Pemkot Denpasar membuat program dokar gratis bagi masyarakat setiap hari Sabtu dan Minggu.
Program ini resmi diluncurkan pada Oktober 2017.