TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, mengganjar terdakwa Wahyudi Raharjo dengan pidana penjara selama 10 tahun penjara.
Wahyudi dinyatakan bersalah karena terbukti terlibat mengedarkan narkotik jenis sabu.
Demikian disampaikan majelis hakim saat membacakan amar putusan di sidang yang digelar secara virtual, Selasa (11/8/2020).
Dari balik layar monitor, terdakwa asal Desa Gendoh, Kecamatan Sempu, Banyuwangi, Jawa Timur ini yang menjalani sidang dari Lapas Kelas IIA Kerobokan pasrah menerima.
• Kabar Gembira! Listrik Gratis PLN bagi Pelanggan 450VA & 900VA Subsidi Diperpanjang Hingga Desember
• DPRD Klungkung Sidak Pembangunan Puskesmas Banjarangkan II, Kritisi Jalan Menuju Basement Curam
• Percepat Pemulihan Ekonomi, Sri Mulyani Siap Gelontorkan Rp 20,5 Triliun ke Lima BUMN Ini
Diterimanya putusan itu juga disampaikan tim penasihat hukum terdakwa dari Pos Bantuan Hukum (PBH) Peradi Denpasar.
"Terdakwa menerima dan selaku penasihat hukum juga menerima, Yang Mulia," ucap Dewi Maria Wulandari selaku anggota penasihat hukum.
Di sisi lain, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan sikap yang sama.
Sebelumnya, pada sidang tuntutan, Jaksa Ida Ayu Ketut Sulasmi melayangkan tuntutan pidana penjara selama 13 tahun terhadap Wahyudi.
Selain pidana badan, terdakwa juga dituntut pidana tambahan berupa denda sebesar Rp 1 miliar subsidair enam bulan penjara.
Sementara itu dalam amar putusan, majelis hakim menyatakan, Wahyudi telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara, menukar atau menyerahkan narkotik golongan I bukan tanaman seberat 8,74 gram netto.
Wahyudi pun dijerat Pasal 114 ayat (2) UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotik.
"Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Wahyudi Raharjo dengan pidana penjara selama 10 tahun, dikurangi selama berada dalam tahanan dengan perintah teta ditahan. Dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsidair enam bulan penjara," tegas Hakim Ketua Dewa Budi Watsara.
Diungkap dalam surat dakwaan, bahwa dalam menjalankan bisnis terlarang ini, terdakwa dikendalikan oleh seorang bandar bernama Rahmat (DPO).
Terdakwa sudah bekerja dengan Rahmat sejak bulan Desember 2019, dengan peran mengambil paket sabu lalu memecahnya lagi dalam bentuk paket kecil untuk kemudian ditempel lagi di alamat-alamat sesuai perintah dari Rahmat.
• Petugas Bandara Halim Perdanakusuma Ikut Diperiksa Polisi Terkait Kasus Djoko Tjandra
• Tanyakan Pembangunan Pasar, Pedagang Datangi Kantor Perbekel Penarungan
• Hasil Liga Eropa, Meski Menang dan Lolos ke Semifinal, Inter Milan Diiringi Statistik Negatif
"Terdakwa bersedia melakukan kegiatan tersebut karena Terdakwa butuh uang untuk biaya hidup sehari-hari dan terdakwa diberi upah sebesar Rp 50 ribu untuk menempel sabu setiap alamat, " kata Jaksa Sulasmi kala membacakan surat dakwaan pada sidang sebelumnya.