TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ketua Pengadilan Negeri (PN) Denpasar Sobandi menolak permohonan tim kuasa hukum I Gede Ary Astina alias Jerinx untuk mengganti majelis hakim yang menangani perkara tersebut.
Dasar penolakan yaitu majelis hakim tidak memiliki konflik kepentingan serta tidak berhalangan.
"Kami tidak mengganti majelis hakim. Kami telah mengkaji dan pelajari bahwa mereka (majelis hakim) tidak mempunyai kepentingan baik langsung maupun tidak langsung, sebagaimana disampaikan sebelumnya oleh tim penasihat hukum terdakwa," kata Sobandi, Senin (21/9/2020).
Sobandi menyatakan, bersama Wakil Ketua PN (Waka PN) pihaknya telah memanggil majelis hakim guna mengklarifikasi apakah ada konflik kepentingan dalam penanganan perkara ini.
"Kami klarifikasi apakah majelis hakim yang ditunjuk Ini ada hubungan keluarga, para hakim menjawab tidak ada. Apakah ada kepentingan, mereka juga menjawab tidak," tandasnya.
"Kepentingan ini dimuat di kode etik hakim.
• Disinyalir Sarat Kepentingan, Tim Penasihat Hukum Jerinx Mohon Majelis Hakim Diganti
• Jerinx SID Kembali Layangkan Surat Keberatan Sidang Online ke PN Denpasar
• Buntut Digelarnya Sidang Online, Tim PH Jerinx Kembali Layangkan Surat Keberatan
Hakim wajib mengundurkan diri kalau ada konflik kepentingan, baik pribadi maupun keluarga, juga hal-hal lain yang dimungkinkan akan mengganggu persidangan," kata Sobandi.
Alasan majelis hakim melanggar hukum acara pidana seperti disampaikan tim penasihat hukum Jerinx, kata Sobandi tidak menjadi dasar bagi pengadilan mengganti majelis hakim.
"Pergantian majelis hakim itu dimungkinkan oleh Undang-Undang berdasarkan Pasal 157 KUHAP jo Pasal 17 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Di sana disebutkan, majelis hakim bisa diganti apabila ada hubungan keluarga, baik karena perkawinan atau hubungan darah. Kedua, majelis hakim kemungkinan diganti apabila salah satu hakim berhalangan," paparnya.
Sobandi menegaskan, lanjutan persidangan Jerinx, Selasa (22/9) ini tetap secara online.
"Nanti ke depannya apakah masih tetap online atau offline, itu kewenangan dari majelis hakim," ujarnya.
Sobandi mengatakan, sidang online itu tidak mutlak.
"Bisa saja berubah melihat kebutuhan-kebutuhan penegak hukum dan keadilan dalam rangka mengejar kebenaran materiil.
Jadi masih dimungkinkan sidang offline. Kita kan sama-sama mencari kebenaran materiil," ucapnya.
"Kalau pun nantinya majelis hakim memutuskan sidang offline, kami akan jaga sesuai protokol kesehatan sebagaimana aturan di pengadilan. Yang masuk ke pengadilan akan kami perketat," katanya.