TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Beberapa peternak babi masih merasa trauma untuk memelihara babi dengan nominal yang banyak.
Hal itu lantaran sebelumnya banyak kasus babi mati yang diduga karena terkena Virus African Swine Fever (ASF).
Sampai saat ini pun, vaksin penyakit tersebut belum ada, sehingga membuat masyarakat was-was jika wabah tersebut kembali.
Kendati demikian Dinas Pertanian dan Pangan Badung memastikan masyarakat bisa memelihara babi asalkan menerapkan biosecurity.
Baca juga: Baru 22 Hari Menikah, Abah Sarna Talak Cerai Noni, Keluarga Ungkap Masalahnya
Baca juga: Baru Sembuh dari COVID-19, Cristiano Ronaldo Langsung Disuruh Main
Baca juga: Strategi Jon Jones Depak Khabib dari Daftar Puncak Petarung Terkuat UFC
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Badung, Wayan Wijana mengatakan penerapan biosecurity sangat baik untuk para peternak babi di Badung.
Pasalnya penerapan biosecurity tersebut untuk menjauhkan segala jenis virus masuk ke kandang.
"Jadi tidak ada masalah jika sudah menerapkan biosecurity. Sehingga masyarakat bisa beternak babi kembali," ujarnya Minggu (1/11/2020).
Pihaknya pun mengakui Biosecurity yang dilaksanakan bisa memanfaatkan akses jaringan Wifi gratis yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Badung.
Biosecurity merupakan prosedur atau usaha yang dilakukan untuk dapat mencegah kontak antara ternak dalam peternakan dengan agen atau sumber penyakit sehingga dapat menekan resiko dan konsekuensi penularan penyakit.
"Jadi Biosecurity ini merupakan perlindungan dari penyebaran penyakit infeksius, parasit dan hama ke unit produksi ternak," bebernya.
Mantan Kabag Organisasi Kabupaten Badung itu mencontohkan penerapan biosecurity di Banjar Pikah Desa Blahkiuh, Kecamatan Abiansemal, Badung yang dilaksanakan oleh peternak babi.
Bahkan penerapan biosecurity yang dilaksanakan memanfaatkan wifi yang disediakan pemkab Badung di banjar- banjar.
"Kami mendorong semua peternak untuk menerapkan biosecurity dan diharapkan bisa menjadi budaya baru karena sampai saat ini belum ada vaksin untuk mengatasi ASF itu. Sehingga biosecurity yang ketat menjadi salah satu solusi," katanya.
"Terbukti peternak kita di banjar Pikah benar-benar menerapkan biosecurity sesuai pedoman yang sudah kami berikan sehingga berhasil mengamankan babinya dari serangan wabah ASF,"imbuhnya.
Baca juga: Tak Pernah Mau Pamer Harta, Haji Bolot Diam-diam Punya 10 Rumah Mewah dan 13 Mobil
Baca juga: Haji Bolot Tolak Tawaran Acara TV Pamer Rumah Mewah, Meski Mampu Beli Rumah Rp 30 M, Buat Apa Pamer!
Baca juga: Diperpanjang, Begini Cara Dapat Listrik Gratis PLN November 2020 Lewat www.pln.co.id atau WhatsApp
Lanjut dijelaskan sentuhan teknologi dengan memanfaatkan CCTV juga akan membantu peternak dalam mengawasi aktivitas dalam kandang.
Dengan begitu peternak tidak perlu setiap saat masuk kandang dan bisa mengurangi kontak dengan ternak yang merupakan langkah untuk mencegah masuknya virus.
"Kita bisa memantau situasi babi dan kandangnya dari, rumah. Bahkan jika warga mau masuk kandang harus menjamin diri bersih, dengan mencuci kaki dan tangan, sehingga tidak ada virus yang masuk," jelasnya.
Wijana pun menegaskan banyak yang dapat menjadi sumber penyakit pada ternak diantaranya dari ternak itu sendiri seperti ternak sakit, bangkai, ternak pembawa penyakit atau disebut ternak carrier.
Selain itu juga dari manusia, pakan, air minum, kotoran ternak serta limbah peternakan.
"Dari hama juga ada seperti rodensia seperti tikus dan bermacam-macam serangga, burung dan unggas lain. Untuk burung yang sering masuk ke area peternakan misalnya merpati dan burung liar dan hewan-hewan lain seperti anjing, kucing dan sebagainya," tegasnya sembari berharap peternak bisa menerapkan biosecurity ini agar tidak was-was saat memelihara babi.
Seperti diketahui, kasus babi mati di Badung terjadi pada awal tahun 2020. Bahkan Desember 2019 sudah ada sebanyak 62 ekor babi peternak yang mati mendadak.
Kematian ternak itu pun terus meluas hingga mengakibatkan ribuan babi di Gumi keris mati.
Hal itu pun mengakibatkan populasi babi menurun, serta membuat para peternak mengalami kerugian puluhan sampai ratusan juta rupiah.
Kejadian itu sontak membuat para peternak was-was untuk memelihara babi lagi. (*)