Guru Besar Virologi dan Biologi Mulekuler Unud Sarankan Pembelajaran Tatap Muka Ditunda

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana
Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ahli Virologi Unniversitas Udayana Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika

Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Menteri Agama (Menag), Menteri Kesehatan (Menkes) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19.

SKB itu memperbolehkan sekolah untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka di tengah pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) yang bisa dimulai pada semester genap tahun ajaran 2020/2021 pada Januari 2021.

Baca juga: Atasi Masalah Kemiskinan hingga Infrastruktur, Bupati Suwirta Bedah Desa di Tanglad dan Batukandik

Baca juga: Sasar Pelabuhan Benoa, Tim Terpadu Yustisi Nihil Temukan Pelanggar Prokes

Baca juga: Pembelajaran Tatap Muka Mulai Januari 2021? Kepala Disdikpora Bali: Secara Prinsip Kita Siap

Guru Besar Virologi dan Biologi Mulekuler Universitas Udayana (Unud), I Gusti Ngurah Kade Mahardika menyarankan, jika memang belum ada keperluan yang terlalu mendesak, sebaiknya pembelajaran tatap muka di sekolah ditunda terlebih dahulu.

Terlebih keberadaan vaksin Covid-19 direncanakan bakal ada sekitar Januari hingga Maret mendatang.

"Kalau mundur satu atau dua bulan, bagi saya ada baiknya juga dilakukan. Tanpa itu (vaksin) akan sulit, jadi itu yang harus dilihat," kata Mahardika saat dihubungi Tribun Bali melalui sambungan telepon dari Denpasar, Minggu (22/11/2020).

Baca juga: Tim Terpadu Ops Yustisi Sasar Kawasan Bandara Ngurah Rai, Petugas Nihil Temukan Pelanggar Prokes

Baca juga: Jika Tak Ada Aturan Zona, Pemprov Bali Telah Siap Laksanakan Pembelajaran Tatap Muka Sejak September

Baca juga: Kapolri Larang Anggotanya Berfoto dan Selfie di Medsos, Mengacungkan Jari Telunjuk, Jempol & 2 Jari

Dirinya menuturkan, keberadaan vaksin di tengah pandemi Covid-19 bertujuan agar membuat tubuh menjadi tahan.

Namun, tujuan yang paling besar dari vaksin yakni mencegah penularan atau transmisi antarkomunitas.

"Itu yang sebenarnya diperlukan vaksin. Itu tujuannya. Jadi kalau melihat rencana riil vaksinasi, jadi sebaiknya (pembukaan sekolah untuk pembelajaran tatap muka) sebaiknya diundur beberapa bulan. Toh juga tiga bulan diundur masih okelah anak-anak saya kira," kata dia menyarankan.

Mahardika pun mempertanyakan apa kebutuhan dari membuka sekolah untuk pembelajaran tatap muka.

Baca juga: Pempalap Indonesia Akan Tampil Habis-habisan pada Balapan Terakhirnya di Moto2 Portugal

Baca juga: Celurit Itu Masih Tertancap di Dada, Sugeng Dibunuh oleh Mantan Suami dari Istrinya Saat Tidur Lelap

"Siapa yang perlu sebenarnya. Kalau misalkan guru-gurunya, mereka sudah masih aktif online dan juga masih bertugas sebagai guru," tanya dia.

"Jika ini dianggap menggerakkan ekonomi, ekonomi apa? Jadi apakah warung-warung sekolah buka lagi apakah itu dampaknya besar. Ini saya belum tahu juga, apa nih tujuannya membuka sekolah ini.  Ini yang saya belum tahu, apakah tujuan ekonomi, rasanya tidak terlalu besar," terangnya.

Mahardika menuturkan, sampai saat ini pandemi Covid-19 belum dan aktivitas virus masih tinggi di Indonesia.

Hal ini dibuktikan dengan persentase positivity rate masih di atas 10 persen, yakni di antara 13 sampai 15 persen.

Selain itu, aktivitas virus meningkat tajam di berbagai belahan dunia, namun di Indonesia masih belum terlalu terlihat dan tidak menutupkemungkinan situasinya akan semakin meningkat.

Dalam pembukaan sekolah untuk pembelajaran tatap muka, anak-anak sebenarnya tidak hanya diharapkan mendapatkan ilmu, tetapi juga sosialisasi dengan teman-temannya sebagai faktor penting dalam perkembangnan jiwanya. 

Oleh karena itu, jika sekolah nantinya dipaksa dibuka untuk pembelajaran tatap muka maka harus direncanakan dengan baik dan dampaknya harus dievaluasi setiap tiga minggu.

Evaluasi dilakukan dengan berbagai upaya, baik melaksanakan penggiliran siswa yang belajar tatap muka, setengah kelas bisa belajar langsung dan sisanya lagi bisa lewat daring di rumah.

Melalui cara ini, jumlah siswa yang melakukan pembelajaran di kelas dibuat seminimum mungkin.

Selain itu, ia juga menyarankan agar penggunaan air conditioner (AC) dalam pembelajaran tatap muka dikurangi dan seluruh jendela dan pintu di kelas harus dibuka.

Setiap orang yang berada di kelas juga disarankan oleh Mahardika agar memakai masker sehingga penyebaran Covid-19 dapat diminimalisasi.

"Tapi ya bagaimana mengawasi itu terutama pada anak-anak SD tentu kemudian mereka kurang disiplin, ini yang nanti akan jadi masalah," terang akademisi Fakultas Kedokteran Hewan Unud itu.

Sebagai upaya untuk mengawasi siswa, Mahardika menyarankan harus ada pengawas di sekolah yang secara khusus mengawasi protokol kesehatan yang dilakukan oleh anak-anak.

"Jadi harus ada satu atau dua orang guru yang setiap hari berkeliling untuk melihat apakah anak-anak itu tetap sesuai dengan protokol kesehatan (seperti) memakai masker, menghindari kerumunan dan kemudian cuci tangan," pintanya.

Tak hanya itu, dalam proses evaluasi pembelajaran tatap muka nantinya, Mahardika juga menyarankan agar pemerintah melakukan uji swab dengan mengambil beberapa sampel dari siswa dan orang tua yang di rumahnya.

Hal itu dilakukan karena bisa saja siswa yang sudah menjalani pembelajaran tatap muka menjadi orang tanpa gejala (OTG) dan nantinya berdampak pada orang tua yang ada di rumahnya.

"Ini yang memang harus dibuat (dan) direncanakan dengan benar dan apakah infrastruktur bisa mendukung itu," tanya Mahardika. (*)

Berita Terkini