"Keluhan orangtua sendiri karena kesulitan mengajar anak-anaknya. Selain itu waktu untuk mengajar anak selama di rumah tidak bisa full, orangtua siswa harus berbagi dengan waktu bekerja sehingga tugas-tugas kadang dikumpul tidak tepat waktu," sambungnya.
Selama proses pembelajaran di rumah, kuota internet untuk guru dan siswa mendapat subsidi dari Kementrian Pendidikan. Akan tetapi penyebaran kuota sendiri untuk guru dan murid belum merata.
Ia pun berharap pembelajaran di semester selanjutnya di tahun 2021, sekolah sudah dibuka dan siswa bisa belajar secara bertatap muka dengan guru-guru. Beberapa persiapan pun telah disiapkan oleh sekolah ketika nantinya pembelajaran tatap muka dimulai.
"Sudah disiapkan tempat cuci tangan, sabun, serta masker untuk kesehatan siswa jika sekolah sudah dibuka," tambahnya.
Dilakukan Berjenjang
Novita Sari, selaku orangtua siswa, mendukung belajar tatap muka. Menurutnya terlalu lama belajar di rumah membuat interaksi anak terbatas.
"Saya selaku orangtua setuju dengan adanya pembelajaran tatap muka. Karena terlalu lama di rumah juga tidak baik untuk anak-anak. Interaksi mereka terbatas dengan orang di rumah, padahal mereka kan perlu bersosialisasi juga dengan teman sepermainan," terang Novi.
Novi juga menambahkan, selain itu tidak semua orangtua memiliki kemampuan mengajar atau punya waktu untuk mengajarkan anak-anaknya di rumah.
"Jadi kalau nanti mereka bersekolah seperti biasa lagi, penting untuk ditekankan ke anak-anak bisa lebih baik penekanannya," sambung ibu dari dua anak ini.
Baca juga: Pembelajaran Tatap Muka Mulai Januari 2021? Kepala Disdikpora Bali: Secara Prinsip Kita Siap
Menurut informasi yang ia dengar, anak-anak yang belajar tatap muka di sekolah nantinya tidak semua langsung masuk ke sekolah. Namun hanya beberapa persen siswa dan dilakukan bergantian.
“Sehingga protokol kesehatan masih tetap dapat diterapkan, dan nantinya mereka dalam pengawasan guru,” katanya.
Orangtua siswa lainnya, Wayan Sugiarta, juga menyambut baik rencana belajar tatap muka.
Akan tetapi, sebagai orangtua yang anaknya masih SD, dirinya meminta agar pelaksanaan sekolah tatap muka ini dilaksanakan berjenjang.
“Mungkin di awal lakukan untuk siswa pada jenjang SMA dan SMP. Kalau itu sudah aman, baru menyentuh jenjang yang lebih rendah,” kata Sugiarta yang tinggal di Kelurahan Panjer, Denpasar, Minggu (22/11/2020) siang.
Menurutnya, jika semua jenjang dilaksanakan berbarengan, bisa berdampak kurang baik. Apalagi untuk SD dan TK serta PAUD, karena mereka membutuhkan pengawasan yang lebih ketat ketimbang siswa SMP dan SMA.
“Jadi kalau SMA dan SMP sudah aman penerapan protokol kesehatannya, sudah ketat, baru berlanjut ke siswa SD, TK dan PAUD,” imbuhnya.