Lima kelompok pengeluaran tercatat mengalami inflasi (m to m) yaitu kelompok I (makanan, minuman, dan tembakau) setinggi 1,60 persen; kelompok VII (informasi, komunikasi, dan jasa keuangan) setinggi 0,39 persen; kelompok II (pakaian dan alas kaki) setinggi 0,19 persen; kelompok XI (perawatan pribadi dan jasa lainnya) setinggi 0,05 persen; dan kelompok VIII (rekreasi, olahraga, dan budaya) setinggi 0,04 persen.
Sementara itu, tiga kelompok pengeluaran tercatat mengalami deflasi yaitu, kelompok IV (perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga)sedalam -2,77 persen; kelompok VI (transportasi) sedalam -0,15 persen; dan kelompok III (perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga)sedalam -0,01 persen. Tiga kelompok pengeluaran lainnya tercatat tidak mengalami perubahan indeks atau stagnan yaitu, kelompok V (kesehatan), kelompok IX (pendidikan) dan kelompok X (penyediaan makanan dan minuman/ restoran).
"Komoditas yang tercatat memberikan sumbangan inflasi pada bulan November 2020 antara lain cabai rawit, daging ayam ras, bawang merah, cabai merah, minyak goreng, kangkung, dan kol putih/kubis," kata Hanif Yahya.
Menurutnya, dari 90 kota IHK, tercatat 83 kota mengalami inflasi dan tujuh kota mengalami deflasi.
Inflasi tertinggi tercatat di Tual setinggi 1,15 persen sedangkan inflasi terendah tercatat di Bima setinggi 0,01 persen.
Sementara itu, Deflasi terdalam tercatat di Kendari sedalam -0,22 persen sedangkan deflasi terdangkal tercatat di dua kota, yaitu Meulaboh dan Palopo dengan nilai masing-masing kota sedalam -0,01 persen.
Dan jika diurutkan dari inflasi tertinggi, maka Singaraja menempati urutan ke-36 dari 90 kota yang mengalami inflasi.
"Jika, kita lihat kondisi inflasi di dua kota di Bali ini pada saat memasuki bulan ke sembilan Pandemi, Denpasar mengalami tiga kali inflasi dan Singaraja mengalami lima kali inflasi. Sementara bulan-bulan lainnya mengalami deflasi," ungkap Hanif Yahya pada Selasa (1/12/2020). (*)