Ketua DPC PHRI Badung, I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya menuturkan mengenai kebijakan tersebut pihaknya memaklumi keputusan ini karena mengantisipasi terjadinya lonjakan kasus baru positif Covid-19.
"Sangat diperhitungkan terjadinya paparan baru di tempat-tempat destinasi wisata akan menimbulkan klaster baru, karena pandemi ini masih ada jangan pernah terlalu lengah dengan itu. Kalau terjadi lonjakan kasus baru kita akan mundur lagi untuk membuka pintu pariwisata bagi wisatawan mancanegara," jelasnya.
Karena sekarang ini menurutnya tengah membangun kembali kepercayaan wisman untuk bisa datang lagi ke Bali, kita harapkan awal tahun 2021 nanti sudah dibuka.
Pemerintah dalam hal ini sangat ekstra hati-hati sekarang untuk memutuskan kebijakan strategis membuka kembali pariwisata bagi wisman.
"Di kota-kota besar sudah mulai ada peningkatan lagi jadi pandemi Covid-19 masih dinamis. Sebagai percobaan kita saat libur bersama akhir Oktober kemarin, astungkara tidak terjadi klaster baru di destinasi pariwisata, hotel atau restoran yang ada di Bali. Jadi kita Bali harus tetap menunjukkan yang terbaik untuk menerapkan protokol kesehatan ini," ungkap Suryawijaya.
Ia menilai di tanggal 28, 29 dan 30 Desember itu merupakan periode yang paling banyak wisatawan datang ke Bali karena menjelang pergantian tahun baru.
"28 sampai 30 itu menurut saya paling besar biasanya datang karena akan menyambut tahun baru. Prediksi saya per harinya akan mencapai 15 ribu kedatangan wisatawan domestik sehingga tingkat hunian hotel yang ada di Kabupaten Badung bisa mencapai 30 persen. Pembatalan booking hotel belum terlalu banyak, mudah-mudahan tidak terlalu banyak pembatalan atau cancel sehingga ekonomi Bali mulai bergerak dan mulai bangkit," ungkapnya.
Ia mengutarakan belum dapat menghitung secara pasti atau kira-kira potensi nilai kehilangannya berapa dampak pengurangan libur cuti bersama ini.
Namun bayangkan saja misalnya kita harapkan misalnya 15 ribu kunjungan per hari tapi karena ada pengurangan menjadi turun kunjungan hanya 12 ribu saja, dengan spendingnya per hari Rp 1 juta tentu akan berdampak juga.
"Walaupun tidak banyak tentu ada dampaknya meskipun sedikit tidaknya. Jadi kita belum bisa memprediksi sehingga nanti kita biasanya bisa dihitung dari cancelition, length of the stay-nya, dan spending dari tamu-tamu itu baru bisa kita hitung," papar Suryawijaya.(*)