Sejak adanya perarem tersebut, desa adat yang terdiri dari satu banjar adat dan 268 KK ini berhasil mengolah sampah menjadi berkah bukan lagi musibah.
Sebab, setelah sampah dipilah di rumah tangga petugas pengangkut sampah akan membawa sampah tersebut ke TPS 3R Bhakti Pertiwi yang dibuat swadaya oleh warga desa adat senilai Rp 450 juta.
Bahkan pihaknya mengaku selama enam bulan lamanya sudah berhasil mengelola sampah yang dihasilkan warga.
Sampah yang sudah dipilah akan diangkut petugas dibawa ke TPS3R untuk diolah.
Sampah organik akan dicacah dan diolah menjadi pupuk kompos, sedangkan yang anorganik seperti botol plastik akan dijual.
"Untuk pupuk kompos yang dihasilkan dipasarkan ke masyarakat dengan harga Rp 1.000 per kilogram. Bahkan, dengan adanya pupuk kompos ini, kami kewalahan memenuhi permintaan akan pupuk kompos yang diminati warga," jelaanya.
Kendati demikian, pihaknya tidak menargetkan pada produksi pupuk, melainkan agar sampah yang selama ini jadi masalah klasik teratasi.
Dirinya juga mengakui dua hari sekali mengolah 400 kilo sampah yang dipungut dari masyarakat rata-rata satu kilo per KK.
Dalam pengolahan hingga menjadi pupuk memerlukan waktu 5 bulanan lebih, sehingga sering kewalahan memenuhi permintaan.
Setelah berhasil mengolah sampah menjadi pupuk, Desa Adat Bindu akan mencoba mengolah sampah anorganik, sehingga memiliki nilai jual lebih tinggi.
Pihaknya mengaku telah bekerjasama dengan salah satu sekolah untuk membuat mesin pencacah plastik.
"Kalau memungkinkan, kita ingin membuat perkebunan sayuran organik dengan memanfaatkan pupuk yang dihasilkan di TPS3R," tungkasnya. (*)