Sehingga semua itu perlu dilakukan perbaikan.
Kendati demikian, berbicara masalah pendapatan pria asal Desa Sobangan itu mengatakan sesuai rancangan pendapatan dirancang sebesar Rp 197.315.958.689, namun terealisasi sebesar 180.636.9.52.996.
Sementara, Ketua Komisi III Alit Yandinata mengaku, tidak mengerti kenapa produksi air sangat tinggi di tengah pandemi covid-19. Menurunnya produksi air yang tinggi yang mengakibatkan kebocoran itu membuat PDAM merugi sampai Rp 13,8 Miliar.
“Ini tidak masuk akal, kita ini berbicara bisnis sudah tidak mengena. Dari data yang saya dapat 43 juta kubik produksinya namun 22 juta terjual. Jika memang harus mengantisipasi titik kebocoran yang ada, maka semestinya titik rawan yang bocor itu kan sudah dirancang semestinya,” kata Alit Yandinata.
Pihaknya mengatakan adanya kerugian itu sangatlah tidak masuk akal. Pasalnya ada kesempatan untuk melakukan evaluasi dalam Rancangan Anggaran Kerja Perubahan (RAKP).
“Jadi intinya kami minta semua harus kerja sama-sama seperti Direksi, Badan pengawas dan Pembina. Sehingga mestinya semua harus ada tolak ukur dalam parameter yang jelas,” tungkasnya. (*)