Human Interest Story

Suka Duka Sopir Ambulans di RSUP Sanglah Denpasar, Mengantar Pasien Covid-19 Wajib Pakai APD Level 3

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

MENUNGGU - Gusti Ngurah Made Widiana di tempat parkir mobil ambulans RSUP Sanglah Denpasar, Sabtu 6 Februari 2021 - Suka Duka Sopir Ambulans di RSUP Sanglah Denpasar, Mengantar Pasien Covid-19 Wajib Pakai APD Level 3

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Menjalani profesi sebagai sopir ambulans bukanlah suatu hal yang mudah.

Selain sigap dan disiplin waktu, mereka harus sabar dan berhati-hati di jalan.

PRIA asal Blahkiuh Banjar Benehkawan, I Gusti Ngurah Made Widiana, mempunyai pengalaman menarik selama mengabdi sebagai sopir ambulans di RSUP Sanglah, Denpasar, Bali.

Dia sudah lama menjadi sopir tapi khusus mobil ambulans tiga tahun terakhir.

PROFIL Aipda Nengah Suardika, Polisi Berprestasi dari Gianyar, Kirim 200-300 Laporan Per Hari

Kisah Sopir Raffi Ahmad, Digaji Tapi Tak Kerja, Usahanya pun Bikin Geleng-geleng

Kisah Lulusan S2 di Jerman Masih Menganggur Padahal Sudah Melamar 800 Kali Pekerjaan & 80 Wawancara

“Di Sanglah saya sudah bekerja selama 15 tahun. Dulunya saya jadi sopir pegawai. Antar staf rumah sakit melayat, kondangan atau penagihan, kadang jadi pengganti sopir direksi kalau yang bertugas sedang libur,” katanya, Sabtu 6 Februari 2021.

Selama tiga tahun menjadi sopir ambulans, banyak pasien yang telah dia layani dengan berbagai keluhan penyakit, tak terkecuali pasien Covid-19 yang sekarang sedang terjadi di banyak tempat.

Sejak awal kasus itu menyeruak di Bali, ia sudah berulangkali mengantar pasien Covid-19.

Saat pertama kali mengantar pasien positif Covid-19, perasaan takut menghantuinya.

Bayangan keluarga muncul di benaknya. Dia khawatir tertular.

“Waktu pertama kali mengantar takut, cemas, was was semua perasaan itu jadi satu. Karena saya mengingat keluarga di rumah. Keluarga juga awalnya khawatir. Tapi semua bilang tidak apa-apa. Karena sudah menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap, tidak apa-apa,” tambah pria kelahiran tahun 1975 tersebut.

Sebagai sopir ambulans sudah tanggung jawabnya untuk bergerak saat diperlukan.

Maka ia selalu meneguhkan hati tidak akan terjadi apa-apa.

Ia senang saudara dan tetangganya ikut memberi semangat serta dukungan.

“Tidak ada yang menjauhi. Saudara dan sekitarnya awal-awalnya saja khawatir dan takut, tapi tidak sampai dijauhkan. Kakak malah bilang ‘melah-melahang’ (bahasa lokal yang artinya hati-hati). Jadi sampai sekarang sudah biasa,” ujarnya.

Terlebih manajemen rumah sakit memberi Tim Covid-19 Sanglah fasilitas berupa tempat menginap.

Seusai bertugas mengantar pasien Covid-19 ke tempat isolasi, Ngurah Widiana membersihkan diri dan beristirahat sejenak di tempat yang sudah disediakan.

Setelah merasa bugar ia bisa pulang menemui keluarga tercinta dengan rasa aman dan nyaman.
“Kami Tim Covid masing-masing mendapat jatah kamar di hotel. Jadi setelah selesai bertugas di rumah sakit, kami ke hotel dulu untuk membersihkan diri dan beristirahat. Kalau sudah merasa enakan baru pulang,” tuturnya.

Ngurah Widiana menjelaskan prosedur pengantaran pasien Covid-19.

Mulanya perawat menerima telepon dari dokter yang bertugas bahwa ada pasien Covid-19 yang perlu dipindahakan.

Setelah itu perawat mengabari sopir ambulans.

Sopir yang ditugaskan mengantar pasien Covid-19 wajib menggunakan APD level 3.

Yakni goggles, masker N95, handshcoen, cover all jumpsuits dan boots.

“Biasanya diantar dari isolasi instalasi gawat darurat (IGD) ke isolasi Nusa Indah, isolasi Mawar, isolasi Kamboja,” katanya.

“Sampai saat ini tidak pernah menerima penjemputan pasien Covid-19 ke rumah-rumah. Biasanya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang bertugas untuk itu,” tambahnya.

Widiana mengaku tidak ada persiapan khusus untuk pemindahan pasien Covid-19 selain menggunakan APD.

Namun setelah mengantar, dia mesti membersihkan mobil bagian luar dan dalam.

“Setiap selesai mengantar satu pasien Covid-19, mobil langsung dibersihkan baik di dalam maupun di luarnya. Nanti di dalamnya dicuci dengan bahan khusus, di luarnya juga. Kadang saya dibantu perawat, kadang sendirian,” paparnya.

Dalam sehari dia bisa mengantar dua sampai lima pasien.

“Ngantarnya nggak tentu. Kadang banyak, kadang sedikit,” katanya.

Mengenai kendala selama ini menjadi sopir ambulans, dia mengaku tidak ada kendala yang berarti.

Hanya cukup sering dia mesti mengantar pasien saat dini hari.

“Biasanya nunggu hasil pasien sampai pukul 02.00, baru jalan. Itu kan jam-jam tidur,” ujarnya.

Begitu pula saat bertugas antar-jemput pasien biasa.

Ia tidak menemukan kendala di jalanan.

Misalnya pada saat mengantar pasien dengan status gawat darurat.

“Kalau mengantar orang tanpa gejala (OTG) tidak perlu tergesa-gesa. Cuma menyalakan sirene tapi itu kadang-kadang saja. Pasien lainnya tidak ada kendala. Kalau macet sudah pakai sirene. Masyarakat juga sudah pada mengerti kalau ada sirene mobil mereka menepi atau menyamping,” lanjutnya.

Sampai saat ini, Ngurah Widiana bersyukur belum pernah mengalami sesuatu yang buruk di jalanan.

Selain itu, meskipun bolak-balik mengantar pasien Covid-19, dia dan teman-temannya belum pernah terinfeksi penyakit tersebut.

“Beruntung sampai saat ini tidak terkena Covid-19. Di sini ada delapan sopir ambulans, dan kedelapan sopir tersebut belum ada yang terinfeksi Covid-19. Kalau tidak enak badan atau ada batuk sedikit langsung ke belakang ikut swab test,” demikian Ngurah Widiana.

(Ni Luh Putu Wahyuni Sri Utami)

Berita Terkini