TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Buleleng kembali menerima pengembalian uang dugaan hasil mark-up program Explore Buleleng dan Bimtek CHSE, pada Selasa 2 Maret 2021.
Jumlah dana yang dikembalikan sebesar Rp 2 juta.
Humas sekaligus Kasi Intel Kejari Buleleng AA Jayalantara mengatakan, pihak yang melakukan pengembalian dana itu adalah dari rekanan penyedia jasa rental mobil dan seorang pegawai di Dinas Pariwisata Buleleng.
Dimana, untuk penyediaan jasa rental mobil mengembalikan dana sebesar Rp 1.3 juta.
Baca juga: Buntut Dugaan Mark-up Dana Hibah Pariwisata, Ombudsman Evaluasi Predikat Kepatuhan Pemkab Buleleng
Sementara seorang pegawai di Dispar Buleleng mengembalikan Rp 700 ribu.
Disinggung terkait rental mobil itu, Jayalantara menyebut, kegiatan itu diduga fiktif.
Dimana dalam penyusunan laporan (SPJ), salah satu tersangka menyertakan adanya kegiatan sewa mobil untuk tim di Dispar Buleleng selama pelaksanaan kegiatan Explore Buleleng dan Bimtek CHSE.
"Patut diduga kegiatan itu fiktif karena dari pihak penyedia jasa rent car itu mengembalikan Rp 1.3 juta ke penyidik.
Saat ini tim penyidik masih memeriksa pihak penyedia jasa rent car itu untuk lebih memastikan apakah kegiatan itu fiktif atau tidak," jelasnya.
Sementara pengembalian uang yang dilakukan oleh salah satu pegawai di Dispar Buleleng berjumlah Rp 700 ribu.
Dengan adanya pengembalian ini, total barang bukti yang berhasil disita oleh penyidik hingga saat ini sebesar Rp 537.110.900, dari jumlah kerugian negara ditafsir mencapai Rp 656 juta.
"Kami masih akan memeriksa pihak penyedia jasa travel.
Karena kami mengindikasi juga terjadi mark-up disana.
Jumlahnya berapa, masih dihitung dan diperdalam oleh penyidik," tutupnya.
Baca juga: UPDATE: Begini Modus Operandi 8 Pejabat Dispar Buleleng yang Diduga Korupsi Dana Hibah Pariwisata
Modus operandi
Sebelumnya diberitakan Tribun Bali, Kasi Pidsus Kejari Buleleng, Wayan Genip membeberkan modus operandi kasus korupsi dana hibah pariwisata yang dilakukan oleb delapan pejabat Dispar Buleleng.
Dimana, para tersangka mengambil keuntungan atau mark-up di program Explore Buleleng dan Bimtek CHSE.
Agar mendapatkan keuntungan, kata Genip, para tersangka terlebih melakukan penawaran harga kepada pihak hotel.
Setelah itu di dalam Surat Pertanggung Jawaban (SPJ), harga justru dibuat lebih tinggi atau di mark-up hingga 30 hingga 40 persen.
Di tengah situasi pandemi Covid-19, pihak hotel pun terpaksa menyetujui keinginan para tersangka.
Sebab jika menolak, para tersangka mengancam akan mencari hotel lain.
"Akhirnya hotel menerima dan mau menandatangani SPJ itu.
Tapi setelah dana itu cair, sisanya yang lebih itu langsung dikembalikan oleh pihak hotel ke Dispar melalui PPTK lalu dibagi-bagikan ke PPK, dan pengguna anggaran," jelasnya.
Genip pun menilai dalam kasus ini, pihak hotel hanya sebagai korban.
Terlebih dana lebih yang diterima sudah langsung dikembalikan oleh pihaknya ke Dispar Buleleng.
"Pihak hotel tidak mau mengambil dana yang lebih itu," jelasnya.(*)