Berita Denpasar

Dari 1.747 Usaha Pariwisata di Denpasar Bali, Baru 120 Usaha yang Memiliki Sertifikat CHSE

Penulis: Putu Supartika
Editor: Noviana Windri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

CHSE Experience

Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Untuk persiapan pembukaan pariwisata di tengah pandemi Covid-19, setiap usaha yang bergerak dalam bidang pariwisata harus memiliki sertifikat Cleanliness, Health, Safety and Environment Sustainability (CHSE).

Dimana sertifikasi ini juga sebagai syarat mereka untuk beroperasi kembali jelang pembukaan pariwisata. 

Akan tetapi, untuk di Denpasar baru segelintir usaha yang memiliki sertifikat ini.

Sebagian besar pemilik usaha malah enggan mendaftar untuk dilakukan sertifikasi karena menganggap tidak membuat pariwisata kembali pulih.

Ingin Datangkan Wisman, Tapi Baru 10 Persen Pelaku Pariwisata di Denpasar Kantongi Sertifikat CHSE

Sanur Akan Jadi Kawasan Zona Hijau, Dispar Denpasar Lakukan Sertifikasi CHSE Secara Bertahap

Dukung Program CHSE dalam Pemulihan Pariwisata, Antis dan Tiket.com Sediakan 40.000 Sanitizing Kit

Kepala Disparda Kota Denpasar, MA Dezire Mulyani mengatakan pemilik usaha di kawasan Kelurahan Sanur, Desa Sanur Kaja, Desa Sanur Kauh, Denpasar Selatan dan desa penyangga lainnya jika ingin membuka usaha mereka seharusnya memiliki sertifikat ini.

“Sertifikat tersebut untuk menunjukkan bahwa hotel atau restaurant maupun usaha lainnya sudah menerapkan protokol kesehatan yang dianjurkan Satgas Penanganan Covid-19,” kata Dezire, Selasa, 27 April 2021.

Namun kenyataannya di lapangan usaha pariwisata yang sudah tersertifikasi baru 120 usaha dari 1.747 usaha yang ada di Kota Denpasar.

Usaha ini meliputi akomodasi hotel bintang, hotel non bintang, villa, pondok wisata, tempat wisata dan restoran.

Sisanya sebanyak 1.627 usaha sampai saat ini belum mengajukan sertifikasi.

Meskipun wilayah Sanur dicanangkan sebagai green zone, namun masih banyak usaha yang tak memiliki sertifikat ini.

Dezire, khusus untuk wilayah Kelurahan Sanur, total akomodasi hotel bintang, hotel non bintang, villa, dan pondok wisata ada 165 usaha.

Namun yang sudah sertifikasi baru 28 usaha sementara yang belum sebanyak 137 usaha.

Sedangkan tempat wisata total ada 5 usaha semuanya belum tersertifikasi.

“Sementara Restaurant total ada 218 sudah sertifikasi baru 6 usaha yang belum sebanyak 212 usaha,’ katanya.

Wilayah Desa Sanur Kaja, total akomodasi hotel bintang, hotel non bintang, villa, dan pondok wisata sebanyak 25 sudah sertifikasi hanya 3 usaha, sebanyak 22 usaha belum tersertifikasi.

22 Tenant di The Nusa Dua Telah Kantongi Sertifikat CHSE dari Kemenparekraf

Protokol Kesehatan Berbasis CHSE, Upaya Bersama untuk Menuju Pariwisata Berkualitas di Badung

Sementara tempat wisata total ada 3 usaha semuanya belum tersertifikasi.

Sementara restaurant total ada 40 usaha.

Yang sudah sertifikasi baru 1 usaha sisanya 39 belum melakukan sertifikasi. 

Sedangkan di Desa Sanur Kauh, total ada 64 usaha akomodasi hotel bintang, hotel non bintang, villa, dan pondok wisata, yang sudah sertifikasi baru 8 usaha dan yang belum sebanyak 56 usaha.

Tempat wisata total ada 7 usaha semuanya belum tersertifikasi dan restaurant total ada 54 usaha semuanya belum tersertifikasi. 

Yang paling tinggi menurut Dezire ada di Desa Penyangga yakni di luar wilayah Sanur.

Total usaha akomodasi hotel bintang, hotel non bintang, villa, dan pondok wisata di luar Sanur sebanyak 286 usaha yang sudah sertifikasi sebanyak 27 usaha dan yang belum ada 259 usaha. 

Tempat wisata total ada 39 usaha, sebanyak 5 usaha sudah sertifikasi dan 34 usaha belum tersertifikasi.

Sementara restaurant total ada 841 yang sudah sertifikasi baru 27 usaha dan yang belum sebanyak 815 usaha.

Jumlah ini menurutnya masih kurang dari 10 persen.

Dengan minimnya usaha yang tersertifikasi, Dezire mengaku belum bisa melakukan sosialisasi mewajibkan mereka untuk sertifikasi.

“Kami belum berani melakukan sosialisasi bahwa syarat bisa buka saat Sanur menjadi green zone syaratnya tersertifikasi. Karena kami khawatir pengajuan sertifikasi akan membludak. Sementara Disparda belum memiliki anggaran untuk membayar petugas pelayanan sertifikasi,” katanya. (*)

Berita Terkini