Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pemangku di Pura Jagatnatha Denpasar diberikan pelatihan membuat eco enzyme pada Kamis, 1 Juli 2021.
Dimana pelatihan ini dilakukan agar bekas sesajen baik berupa bunga maupun kulit buah tidak dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), melainkan bisa diolah langsung. Sehingga akan bisa mengurangi tumpukan sampah yang masuk ke TPA.
Karena, untuk pembuatan eco enzyme ini menggunakan bahan organik yang difermentasi selama 3 bulan.
Koordinator Eco Enzyme Indonesia, Joko Ryanto mengatakan untuk pembuatannya menggunakan perbandingan satu bagian gula, tiga bagian sampah dan 10 bagian air.
Baca juga: Denpasar Tak Terapkan PPKM Darurat, Wali Kota: Kami Tetap Ekstra dengan Kondisi Kasus Covid-19
Nantinya semua bahan diletakkan dalam wadah yang tertutup lalu didiamkan dalam 3 bulan.
“Pada bulan pertama akan menghasilkan alkohol, bulan kedua menjadi asam asetat atau cuka, dan bulan ketiga baru menjadi eco enzyme,” kata Ryanto.
Dengan membuat eco enzyme ini akan mampu menekan gas metana akibat dari pembusukan sampah organik.
Karena menurutnya, sampah organik juga akan tetap berdampak pemanasan global.
Adapun manfaat dari eco enzyme ini yakni untuk menjernihkan udara, tanah dan juga air.
Selain itu juga bisa digunakan untuk obat bagi manusia seperti obat luka layaknya P3K, hingga obat kaki pecah-pecah.
Juga bisa digunakan sebagai sabun cuci tanpa busa sehingga ramah lingkungan.
Sebelum melakukan pelatihan di Pura Jagatnatha, pihaknya juga sempat melakukan pelatihan di Pura Batur, Bangli.
Dimana, sampai saat ini di Pura Batur masih tetap membuat eco enzyme ini.
Sementara itu, untuk perkembangan eco enzyme di Bali, menurutnya sangat pesat.
Baca juga: Kasus Covid-19 Melonjak di Denpasar, Sidak Digencarkan, Sebanyak 14 Pelanggar Masker Terjaring
Karena di Indonesia perkembangan paling pesat terjadi di Bali.
“Eco Enzyme sudah masuk ke Bali sejak belasan tahun lalu, tapi perkembangannya paling banyak di Bali,” katanya. (*)
Artikel lainnya di Berita Denpasar