TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Komandan Kodim (Dandim) 1609/Buleleng, Letkol Inf Muhammad Windra Lisrianto mendatangi SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) Polres Buleleng pada Senin, 23 Agustus sekitar pukul 22.00 Wita
Dandim membuat laporan ke SPKT lantaran mendapatkan aksi kekerasan yang diduga dilakukan seorang oknum warga asal Desa Sidatapa, Kecamatan Banjar, Buleleng, saat melaksanakan rapid antigen acak di desa tersebut.
Dari pantauan, Windra melapor ke Polres Buleleng dengan didampingi oleh sembilan Danramil serta Komandan Sub Detasemen Polisi Militer (Dansub Denpom) Singaraja, Kapten Cpm Made Subawa. Pelaporan ini diterima langsung oleh Wakapolres Buleleng, Kompol Yusak Agustinus.
Ditemui usai membuat laporan, Windra menjelaskan, mulanya pihaknya memutuskan untuk melakukan rapid antigen acak di Desa Sidatapa pada Senin pagi 23 Agustus 2021.
Hal ini lantaran pihaknya menerima informasi ada beberapa oknum warga asal Desa Sidatapa yang melakukan pengambilan paksa jenazah terkonfirmasi Covid-19 tanpa protokol kesehatan. Kasus ini terjadi dua kali, yakni di RSUD Buleleng dan RS Shanti Graha Seririt.
Menanggapi hal tersebut, Dandim bersama Kapolres Buleleng pada Minggu 22 Agustus 2021 mendatangi Desa Sidatapa untuk membagikan sembako, serta berdiskusi dengan para tokoh masyarakat di desa itu.
Hasilnya, para tokoh masyarakat Desa Sidatapa mengakui jika tingkat disiplin masyarakat dalam menerapkan prokes kurang disiplin. Bahkan, ada beberapa warga yang dikabarkan mengalami anosmia atau kehilangan indra penciuman, yang disebut-sebut sebagai gejala Covid-19.
Atas dasar itu lah, Dandim Windra memiliki inisiatif untuk melaksanakan rapid antigen acak di desa tersebut.
Rapid antigen acak mulai dilakukan pada Senin 23 Agustus 2021 sekitar pukul 08.30 Wita di depan Pura Desa Adat Sidatapa.
Baca juga: Banyak Warga Alami Anosmia, Kodim 1609/Buleleng Akan Gelar Rapid Antigen Acak di Desa Sidetapa
Saat rapid antigen acak sudah dilakukan kepada 104 warga, kata Dandim, tiba-tiba terjadi sebuah insiden. Ada dua orang pengendara motor Scoopy yang diduga warga asal Desa Sidatapa, yang menabrak anggota TNI, yang saat itu hendak memberhentikan mereka lantaran tidak mengenakan masker.
Usai menabrak anggotanya itu, kata Dandim, dua pengendara motor itu kemudian melarikan diri.
Salah satu anggotanya itu kemudian berupaya mengejar dua pengendara sepeda motor itu, namun tidak berhasil.
Selang beberapa detik kemudian, dua pengendara motor itu rupanya balik kembali ke lokasi pelaksanaan rapid antigen acak. Saat itu, dua pengendara motor itu bertanya kepada petugas, mengapa perjalanannya dihalang-halangi.
Kemudian, lanjut Dandim, salah satu anggotanya balik bertanya mengapa dua pengendara motor itu menabrak anggota TNI yang sedang bertugas.
Akhirnya, kedua pengendara itu dibawa untuk menghadap ke Dandim Windra, untuk selanjutnya dilakukan tes rapid antigen.
Namun, saat hendak dilakukan rapid, kedua pengendara motor itu berontak. Bahkan, keluarga dari dua pengendara motor datang. Sehingga, Dandim mengakui bahwa salah satu keluarga dari pengendara itu dibawa dengan tindakan cukup tugas, dengan menariknya untuk menjadi satu di posisi kedua pengendara itu.
"Dinamika di lapangan cukup sulit, mereka melawan dan meronta-ronta. Sampai akhirnya saat saya berdiri, ada orang yang saya tidak tahu mengapa memukul bagian kanan kepala saya dari belakang. Saya cukup terkejut tapi tidak pingsan," jelas Dandim.
"Saya kemudian tanya, siapa yang pukul saya, tidak ada yang menjawab. Ada anggota yang berdiri di samping kanan dan kiri saya melihat orang yang memukul saya itu. Dengan cepat anggota yang berdiri di samping saya itu mengejar dan memegang orang yang memukul saya itu, dan balas memukul," lanjut Dandim.
Dandim Windra pun menyebut sempat bertanya kepada kedua anggotanya itu, mengapa melakukan pukulan balasan.
"Kata mereka karena komandan (Windra, red) dipukul. Jadi mohon maaf di TNI, komandan itu salah satu lambang satuan yang harus dilindungi dan dijaga dengan baik, karena merupakan salah satu aset strategis dari kesatuan. Sehingga saya mengerti betul kenapa anggota saya melakukan pukulan balik, karena komandannya dipukul. Pemukulan inilah yang tidak diterima oleh masyarakat Desa Sidetapa," ucapnya.
Baca juga: Soal Video Ricuh Aparat & Warga di Sidetapa Buleleng, Kapenrem: Lihat Utuh, Jangan Berspekulasi
Usai terjadi pemukulan itu, Dandim mengaku sudah berupaya melakukan mediasi. Mengingat, selain Windra, ada tiga anggota TNI lainnya yang juga mendapat pemukulan dari oknum warga.
Namun, mediasi berlangsung alot, hingga akhirnya Dandim pun memutuskan untuk melaporkan kasus ini ke Mapolres Buleleng agar ditindaklanjuti.
"Kami diberikan tugas jelas dari negara untuk memaksimalkan upaya melawan Covid. Ini komitmen saya sesuai perintah saat Menko Marves (Luhut B. Pandjaitan, red) berkunjung ke Buleleng. TNI Polri bukan musuh masyarakat, kami mengabdi untuk masyarakat, kerja pagi, siang, sore, malam, subuh untuk masyarakat. Tidak ada TNI yang berpikiran menyengsarakan masyrakat," katanya.
Usai mendapat pukulan itu, Dandim mengaku sudah melakukan visum dan CT Scan di RSAD Wirasatya Singaraja. Dari CT Scan itu, hasilnya dinyatakan normal, hanya terjadi benjolan di sekitar kepala bagian kanannya.
"Saat dipukul, saya sempat pusing sedikit," ucap Dandim.
Sementara itu, Wakapolres Buleleng, Komisaris Polisi (Kompol) Yusak Agustinus mengatakan, laporan Dandim Buleleng ini akan segera ditindaklanjuti. Yakni, pihaknya akan melakukan penyelidikan terhadap pelaku yang memukul Dandim.
Secara terpisah, Perbekel Desa Sidatapa, Ketut Budiasa tak banyak memberikan keterangan mengenai insiden yang terjadi di desanya.
Pihaknya enggan berkomentar terkait peristiwa tersebut dan mengaku masih akan berkoordinasi.
"Ini kan masalah di desa, saya perlu berbicara dulu dengan tokoh masyarakat, agar masalah ini tidak terlalu melebar," ucap Ketut Budiasa. (rtu)