KISAH Angkot Indonesia Ngaspal di Jerman, Stikernya Khas Sopir Truk Karya Hajar asal Probolinggo

Editor: Bambang Wiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Angkot karya Hajar Asyura.

Dimensi lainnya adalah bagaimana angkot menjadi cerminan sosial dan ekonomi masyarakat. Ongkos yang murah, sopir yang dikejar setoran sehingga menjejalkan sebanyak mungkin penumpang, menjadi bagian dari dimensi tersebut.

"Ada latar belakang bahwa para sopir tersebut melakukan penjejalan penumpang sebagai cerminan ekonomi yang lemah, sering kali bahkan sopir tidak memiliki SIM, dan akhirnya angkutan kota ini menjadi solusi bertahan hidup,” tandasnya.

Sebagaimana angkot di perkotaan Indonesia, stiker-stiker bertuliskan kalimat-kalimat jenaka ala angkot atau truk ditempelkan Hajar di badan mobil.

"Itu bagian dari estetika, bagaimana kata-kata ala sopir angkutan truk dan sopir angkutan kota yang sangat norak ditempatkan di tubuh angkot. Meski ianggap norak tapi tetap saja membuat kita tertawa terpingkal-pingkal,” ujar Hajar sambil tersenyum.

Menurut Hajar, tulisan di badan angkot itu menjadi cerminan ketangguhan orang-orang kelas menengah bawah di Indonesia dalam menghadapi persoalan hidup.

"Itu sangat menghibur, namun di balik hal tersebut kita bisa melihat bahwa ini adalah karakter orang Indonesia yang menyikapi kesusahan dalam hidup dengan komedi.”

Beberapa kalimat yang dipinjamnya dari sopir truk atau angkot di antaranya: "Pulang malu, ga pulang rindu" atau "Cinta tak mengenal warna kulit, tapi cinta mengenal warna duit”. Ada lagi: "WARNING: Sabar yeee, orang keren mesti di depan":

Keamanan Berkendara

Hajar mengkonstruksi ulang interior mobil VW yang dibelinya dengan mengganti kursi-kursi penumpang dan eksteriornya dengan cat warna-warni dan stiker.

Sejatinya, Hajar ingin angkot hasil modifikasinya juga bisa menjadi sarana transportasi di Jerman. Namun dalam prosesnya, terkendala regulasi.

Setelah selesai "Kursinya saya ganti, saya membuat kursi sendiri yang baru dan berbentuk seperti kursi angkutan kota yang saling berhadapan."

"Sayangnya, hal ini tidak boleh dilakukan, karena tidak sesuai dengan regulasi keamanan berkendara di Jerman. Kalau di Jerman, orang harus memakai sabuk pengaman. Sementara kalau berhadapan, tidak bisa menggunakan sabuk pengaman, akhirnya hal itu bermasalah,” paparnya sedih.

Kesedihannya terhapus oleh antusiame para pengunjung pameran dan warga Indonesia di Jerman yang penasaran ‘mencicipi' angkot.

Salah satu yang jadi penggemar angkot dadakan adalah Diana, yang sudah puluhan tahun menetap di Kota Koeln, Jerman.

Menurutnya keberadaan angkot di Jerman ini mengingatkan masa kecilnya ketika dulu pernah di Indonesia.

Halaman
123

Berita Terkini